GPA alias IP part II
Mari melanjutkan lagi cerita tentang IP dan GPA. Pada postingan sebelumnya, saya mengutip qoutes Anies Baswedan, tentu saya tidak akan menilai apakah itu benar atau tidak karena, ilmu saya tentu tidak bisa disejajarkan dengan beliau. Sejauh yang saya pahami(yang bodoh ini) IP alias Indeks Prestasi ini adalah ukuran dalam bentuk angka yang menggambarkan kepahaman seorang mahasiswa terhadap mata kuliah yang di jalaninya. Dalam qoutesnya Anies Baswedan menggunakan bahasa English (mungkin qoutes ini hanya berlaku di negara Inggris?,saya juga tidak begitu tahu).
Saatnya saya mengeluarkan pendapat(dijamin UUD '45).
Indeks Prestasi itu adalah angka-angka yang menunjukkan kemampuan kita menyelesaikan soal-soal diatas kertas.(sebagian dosen ada yang memasukkan nilai afektif). Bisa jadi IP akan tinggi karena seorang mahasiswa memahami soal yang di ujikan dan pernah membahas soal ujian tahun sebelumnya. Artinya IP tidak bisa kita jadikan standar mutlak untuk melihat kepahaman seseorang terhadap keseluruhan mata kuliah yang diajarkan. Akan tetapi sejauh ini ratusan tahun sejarah akademik menggunakan IP sebagai operator dalam merepresentasikan tingkat pemahaman manusia yang berkuliah. (Karena para dosen juga tidak sembarangan membuat soal ujian untuk mahasiswanya).
Dalam dunia kerja(meskipun saya belum kerja)
Saya sering melihat Pengumuman Job Vacancy di papan pengumuman kampus, sebuah perusahaan mensyaratkan IP minimal 2.75 untuk skala 0-4 sebagai syarat administratif mengajukan aplikasi permohonan(ada jga yang minimal 3.00).
Disini peran IP kembali tampak, jika kita ingin bekerja di perusahaan tersebut, maka IP harus besar atau samadengan 2.75.(tetapi, lain ceritanya jika mau punya usaha sendiri).
Artinya IP itu penting kawan. Bersambung