Sastra hujan
Tiada api maka tiada panas. Kalau tak ada api tak kan ada asap. Tidak ada panas maka tak ada hujan. Meskipun kadang-kadang panas tak selalu api. Api dan api tak panas bagi Ibrahim.
Hujan. Kali ini aku tertarik untuk
membahas atau membicarakan hujan dalam tulisanku ini. Ini jauh dari kebenaran
untuk kau percayai. Sebab itu aku tidak bertanggung jawab atas kelakuan kalian.
Aku bertanggung jawab
atas kelakuan diriku sendiri. Tulisan ini tidak akan mengajak dan memerintahkan untuk anarki.
Hujan memiliki arti tersendiri
bagi masing-masing makhluk hidup, bahkan makhluk mati sekalipun. Hujan terjadi
karena penguapan air di permukaan bumi kemudian berkondensasi di awan dan turun
sebagai butir-butir air. Itu menurut ahli atau pakar ilmu sains. Bagi sebagian
lain, hujan adalah penanda atau alarm untuk keluar rumah dan bermain air serta
berbahagia dan berkesenangan. Untuk sebagian lain hujan adalah ancaman atau berita
buruk sebab takut kebanjiran.
Sekelompok yang lain lagi, hujan adalah
petaka sebab gabah yang dijemur tak kunjung kering. Sekerumunan lainnya lagi, hujan adalah
kabar gembira sebab kekeringan tidak lagi melanda dan air sumur akan bertambah.
Hewan-hewan air akan berpesta
pora didalam hujan, katak, siborok, nyamuk tentu akan senang.
Hujan juga menjadi ide dan tema. Kaum seniman tidak sedikit yang membuat lagu tentang hujan. Hujan seperti yang
dikarang Utopia. Hujan seperti yang dilahirkan Sapardi yang kemudian menjadikan awan
tiada. Hujan yang menjadi penyejuk, penyiram api, karena sunyi yang membakar
adalah api, kata Pidi.
Hujan tetaplah hujan yang bisa
kita nikmati kita puji kita kutuki. Dia tetaplah hujan. Maka mungkin benarlah
sebagian orang yang memberikan pandangan bahwa hujan adalah kata. Dan kata bisa
keluar dari kata itu sendiri. Ia bisa menjelma menjadi apa saja yang sesuai
dengan yang punya kehendak. Hujan bisa keluar dari hujan itu sendiri. Dia tidak
terkurung dia bebas. Dan seperti itulah hujan seharusnya dan kita juga.
Hujan
... air sejuk
Yang jatuh teratur menimpa rerumputan biru pekat
Ia luluh hancur menyegarkan
Pada hari yang telah gerah
Pada kepenatan yang bergelombang
Redamkan emosi meski hingga tak padam
Hujan,
Kadang banyak tangis, air mata larut
Bersama air hujan, menghunjamkan ke bumi
Hujan adalah hujan, tetap berikan kesejukan…
Entah itu semu, entah ilusi
Sampai hujan hampiri hati sang puisi
Bersama menderas air mata,
Bersama melumat pekatnya malam
Dalam alam malam hitam pekat,….
menangislah bersama
berharaplah bersama hujan saat hujan,………
Maka bebaslah hujan dan dimana pengendali hujan