serpih kesekian
Ia sendiri tak tahu apa
sebenarnya yang telah mengganggu pikirannya tersebut. Sudah berbulan-bulan ia
mengalami hal yang aneh dan susah untuk dimasukkan dalam dimensi imajiner yang
bernama akal manusia.
Jakarta
sore. Menjelang Magrib.
Ia sedang duduk
termenung di depan pintu. Bukan melamun.
Bukan. Bukan pula mengkhayal. Bukan. Sore itu ia hanya kosong. Tatapan matanya
hampa. Galau?. Bukan, ia tidak sedang galau. Dia adalah lelaki berhati kuat, tidak
semudah itu perasaannya galau. Bahkan kalaupun terjangkit penyakit ini, tentu
dirinya tak akan berlama-lama. Queen
dengan suara Freddy Mercury akan
segera mengusir galaunya jauh-jauh. Ya, Musik beraliran Cadas hobi sekaligus
hiburannya. Meskipun secara ilmiah belum bisa dijelaskan, tapi itulah cara
sangkil dan mangkus untuk menghalau galaunya.
Entah kekuatan apa yang
menuntunnya pada tindakan itu. Yang jelas bukan dari empat gaya fundamental
yang Ilmu pengetahuan ketahui, strong
force, gaya gravitasi, elektromagnet dan gaya lemah.
Seketika jemarinya mengetik
pelan. Telepon genggam di tangan kirinya tersebut menerima ketikan itu dengan patuh. Tanpa perlu berpikir-pikir, ia fix, mengrimkan sms itu.
Negeri
antah berantah. Menjelang Adzan Magrib.
Siapa yang tahu apa bunyi
pertanda sms masuk pada HP ber-casing
biru milik gadis itu.
Yang jelas, sebuah short message telah mengetuk, masuk, dan minta dibuka di
dalam hp-nya.
Ia baca sms itu.
Ia balas.
Jakarta
Lafadz Low battery akhirnya berganti dengan battery empty dengan sedikit nada tuk..lik..lit. Seperti
suasana seorang yang tengah sakaratul maut meninggalkan pesan kematiannya.
Sedetik kemudian Layar HP Nokia Monophonic-nya
padam.
Untungnya, ia telah
mengkhatamkan sms yang beberapa detik lalu masuk hp-nya.
Ruginya, ia cemas bercampur
takut. Ia harus membalas sms itu sesegeranya. Tetapi hapenya mati. Dilema. Kalau
tidak dibalas ketidaksepahaman ini akan berakhir dengan kebencian mendalam.
Apa daya, ia tidak mempunyai
baterai cadangan. Ia juga tidak membawa charger,
tak ada bantuan, tak ada pertolongan. Kenyataannya, ia sedang dimintai tolong
untuk menjaga si kecil berusia 3 tahun yang tengah tidur pulas di ayunan dalam
rumah tersebut. Sang paman sedang pergi ke kantor polisi mengurus kasus
pencurian di rumah itu. Sekali lagi, Tidak ada bantuan. Tak ada pertolongan. Charger maupun baterai. Dua benda yang
benar-benar ia butuhkan saat ini. Tepatnya, kebutuhan primernya sekarang.
Ia melupakan penyesalan,
menelan kecemasan. Ia berpikir keras, sekeras-kerasnya. Energinya hampir
seratus persen digunakan untuk mencari solusi masalah ini. Hatinya turut
membantu sepenuhnya, sepenuh hati.
Akhirnya ia mendapatkan ide
untuk meminjam HP. Sekarang muncul pertanyaan baru. Hape siapa?
Tak ada kenalanya disana,
tak ada kawan, sahabat, dan kerabat.
Ia putus asa. Ia ingin
menangis. Semuanya segera berakhir. Tetapi sebelum itu terjadi, sebuah kekuatan
membawanya pada keputusan untuk mencari penjual pulsa, dan meminjam hape sang
penjual pulsa. Ini akan berhasil. Ungkapnya dalam hati. Setelah pulsanya
dibeli, ia tentu akan sedikit senang dan meminjam hp sebentar akan lebih mudah.
Pertanyaan kembali hadir.
Dimana? Dimana si penjual pulsa.
Beberapa detik. Ia mengambil
keputusan. Ia harus melanggar amanah yang telah diberikan padanya, ia harus
meninggalkan rumah, sementara. Ia meminta maaf dalam hati. Barangkali ia
berdosa, hanya malaikat dan Tuhanlah yang tahu.
Ia sekarang berlari
menyusuri gang-gang sempit, mencari konter
hape yang bisa ia pinjam hapenya kelak.
Sudah hampir sekilometer ia
berlari, tak ada konter hape.
Nafasnya memburu. Ia
tersengal. Jantungnya berdebar kencang. Denyut nadinya meningkat tajam hampir
200 DNM. Keringatnya bercucuran. Matanya sedikit berair. Suhu tubuhnya serasa
naik beberapa fahrenheit. Kondisi yang seharusnya dirasakan oleh manusia biasa
saat melakukan sprint. Karena
metabolisme respirasi anaerob. Ia tarik nafasnya dalam-dalam. Biarlah. Ini
memang harus demikian sepertinya. Maafkan aku.
Tuhan punya kehendak lain.
Ia adalah sang penguasa cerita. SANG Sutradara kehidupan.
Dalam perjalanannya pulang,
kepalanya tak sengaja menoleh, ia melihat sebuah konter hape kecil yang agak
menjorok kedalam sebuah rumah. Hanya ada sebuah lemari berbentuk balok kaca disana. Didalammya hanya terdapat beberapa
kartu perdana simpati, as, im3, dan mentari, sang penguasa jaringan
telekomunikasi di negeri ini. Ternyata karena terburu-buru dan cemas, tadi ia tak melihat kesana, atau barangkali
meskipun sempat melihat, informasi itu tidak sampai ke otaknya. Mahakarya
Tuhan. Mungkin saja di sekitar gang-gang itu sebenarnya banyak konter hape seperti yang dilihatnya,
tetapi rasa cemas itu mengaburkan penglihatannya.
Ia mengisi pulsa, dan
meminjam hape. Untung saja sang penjual pulsa itu baik.
Ia keluarkan kartu As-nya,
dimasukkan dengan cepat ke hp yang dipinjamnya.
Hape dihidupkan, start up,
booting. Tak sabar ia menunggu.
Dicarinya menu kontak,
dicarinya nama itu.
Tapi nomor tersebut tak ada
didalamnya. Diulangnya hingga tiga kali. Hasilnya tidak ada.
Ia baru menyadari kalau
nomor itu tersimpan di hapenya. Harapan semuanya sirna.
Saat mengeluarkan kembali
kartunya ia melihat baterai hapenya. Ya ide cemerlang muncul.
Baterai hape rata-rata
menyuplai arus yang sama . Meskipun dengan jenis yang berbeda, yang penting
dimensinya mirip sehingga bisa muat dalam kotak tempat baterai hape.
Meskipun berbeda seri ia
mencoba ia berusaha. BL5C dengan BL4C.
Ia mencoba menghidupkan,
tetapi tidak bisa. Ia coba sekali lagi, tetap juga tidak bisa. Ia tak putus asa
kali ini, ini usaha terakhirnya, ia sudah bersusah susah untuk ini ia sudah
berkorban untuk ini, sudah melanggar amanah untuk ini.
Akhirnya. Hapenya bisa
hidup, sejenak ia bersyukur, ia haru, Tuhan telah menjawab hatinya hari ini.
Ia temukan nomor kontak itu.
Ia segera membalas sms yang terakhir masuk hapenya sebelum koid tak menentu tadi. Ia menjelaskan.
Hatinya lega, jiwanya puas.
Batinnya bersyukur. Senyumnya mengembang.
Sang penjual pulsa itu bagai
pahlawan baginya. Ia sangat berterima kasih benar padanya. “Mas ada apa sih?
Tadi kelihatan sangat cemas banget
tapi sekarang udah berbinar dan ceria kayak gini? Nembak cewek ya? diterima
ya?”
“Eh..nggak Mas, gak ada
apa-apa”. Memang ia tidak bisa berbohong. Air mukanya telah berubah jauh. Tapi
ia sama sekali tidak berbohong untuk menyangkal ia sedang menembak seorang
cewek seperti yang penjual pulsa asumsikan. Ia berlalu.
Barangkali inilah kekuatan
cinta. Tidak ada dalam mekanika newtonian,
persamaan schrodinger, hukum
gravitasi, fisika nuklir bahkan relativitas Einstein. Tak bisa didefinisikan,
tak bisa dibuat persamaan matematisnya, tak bisa di buka mata kuliahnya karena tak
akan ada profesor yang akan mampu menjadi dosennya, tak bisa dipaksa untuk
menjadi hukum dan teori. Ia hanya bisa dirasakan dan dikerjakan. Cinta itulah
manusia sepakat menamainya. Bila kau merasakan cinta kau akan merasakan indah
yang tak terperi kawan sekaligus sakit yang tak tertahankan.
2 comments
Write commentsWoww.. nembaknye liwat sms, kenape kagak ngemeng langsung aje :D eaaa
Replykayaknya salah tafsir dah...tidak tembak ditembak
Reply