Menjilat air liur sendiri Mendingan daripada tersedak air liur sendiri
Menjilat air liur sendiri
Mendingan daripada tersedak air
liur sendiri
(Hana Azalia, Mei 2016)
1
Aku punya memori tentang air
liur. Jika mendengar ini ada dua hal yang membayang pada pikiranku. Pertama
ialah Ramos yang memberikan liur padat dan keras kepadaku. Kedua, cerita ini.
Waktu aku kelas 3 Sekolah Dasar, Ramos menyodorkan suatu bongkahan, kala aku
tengah berkunjung ke rumahnya di suatu minggu pagi penuh kartun. Dia bilang itu
benda bisa dimakan. Aku lebih mengira itu adalah daging babi daripada semacam
kue dari tepung yang digoreng hingga jadi keras. Aku tidak berani menggigitnya,
aku cuma memegang. Ternyata itu adalah sarang walet. Sarang burung walet. Yang
terbuat dari liur burung walet yang membuat sarang. Aku tidak perlu ‘namun’
untuk mengerti mengapa Ramos punya barang seperti ini. Tentu kedua
orangtuanyalah yang mempunyainya untuk dijual. Katanya juga bisa dijadikan
obat.
2
Pada saat bercukur di sebuah
tempat yang di depan dindimg kaca beningnya tertulis ‘PANGKAS RAMBUT’ dengan
sejenis cutting-sticker berwarna merah, dan bila aku tak salah, memakai jenis
font Times New Roman ukuran seratus delapan, aku duduk terdiam selama lebih
kurang setengah jam. Aku membiarkan lelaki tua itu dengan pasangan
gunting-sisirnya menjelajahi puncak tubuh, kepalaku. Entah mengapa waktu itu
aku merasakan bahwa produksi air liurku meningkat tajam. Lebih tajam dari
gunting yang memaksa rambut hitam itu berpisah dari bagian-bagian dirinya yang
lain. Meski demikian aku sedang tidak ingin mau menelan air liur yang otomatis
dihasilkan oleh kelenjar badanku itu. Aku punya alasan, walaupun alasan itu
akan terdengar tidak masuk akal, biarkan
aku menjelaskan.
Menurutku pada waktu itu, air
liur yang encer mengandung penyakit. Kalau ditelan sama saja dengan memasukkan
racun ke dalam sistem pencernaan sehingga mau tidak mau, rela tidak rela harus
dibuang. Memang setelah dewasa beberapa keyakinanku di masa kecil masih ikut
terbawa dan tidak dapat kuhindarkan. Salah satunya adalah tentang liur encer
ini. Jika aku sedang demam, aku akan lebih sering meludah, karena liurku encer.
Jangan kau tanyakan apa parameter encer itu. Hanya bisa kurasakan ketika liur
itu berada dalam mulutku. Tetapi kini aku sedang duduk berpangkas dan harus
menunggunya selesai, mana pula ada pelanggan cukur yang menghentikan proses
cukur hanya karena pasien cukur ingin buang ludah sebentar? Aku menungu sabar.
Mematung.
3
Aku teringat semacam teka teki
Ibu tentang apa profesi yang paling ‘tinggi’ di dunia ini? Aku ingat menjawab
presiden, karena menurut kumpulan pengetahuanku, presidenlah yang paling
‘tinggi’ di negara ini. Dengan logika bahwa tidak ada yang memerintah presiden,
aku sampai pada kesimpulan ini untuk menjawab pertanyaan Ibu. Tetapi kata Ibu,
Tukang cukurlah yang paling tinggi, bahkan ia bisa mengacak-acak kepala seorang
persiden. Ibu mengatasi logikaku. Jikalau memang tidak ada yang memerintah
presiden, siapa bilang? Tukang cukur bisa, dia bahkan bisa sedikt menowel-nowel
kepala presiden dengan alasan sedang melakukan teknik cukur misalnya.
4
Semakin ke akhir aku memandang
ternyata hidup ini tidak selinier dan sehirarkis tangga menuju lantai dua rumah
Bibi. Maksudku begini dengan mengatasi yang lebih tinggi bukan berarti bahwa
aku bisa mengambil simpulan bahwa aku sudah pada tingkat tertinggi. Hidup ini
mungkin sirkular (melingkar) atau spiral, kalau tidak hiperdimensional tetapi
yang jelas pasti tidak linier. Sebagai contoh untuk memudahkan apa yang
kumaksud, ambil saja perumpamaan tim
sepakbola, Barcelona Real Madrid dan Atletico Madrid, Barcelona Menang melawan
Atletico madrid, Atletico Madrid menang melawan Real Madrid, tetapi apa yang
terjadi dengan Barcelona berlawan dengan
Real Madrid? Barcelona kalah.
Lalu bagaimana jika pertandingan
itu dilakukan serentak? Bertiga sekaligus? Hanya ada dua kata : tidak tahu.
Beberapa tahun yang lalu aku juga
membaca sekilas buku antologi puisi Joko Pinurbo berjudul Baju Bulan, ada
tukang cukur di sana. Di buku antologi puisi Munajat Buaya Darat-nya Mashuri
juga. Kemudian pada majalah Ino milik Ramos, ada juga, tentang tukang cukur dan dokter adalah orang yang
sama pada zaman dahulu. Tukang cukur adalah dokter juga yang bisa mengobati
penyakit dan dokter adalah juga tukang cukur yang bisa memangkas rambut. Aku
mendapat kabar dari Ibu bahwa tukang cukur yang mencukur rambutku waktu kecil
dulu meninggal lima tahun lalu saat aku berangkat ke Bandung.
5
Tersedak acapkali disebabkan oleh
ada orang di luar sana yang sedang membicarakan keburukanmu di saat yang
bersamaan. Atau semacam kontak batin atas peristiwa tidak mengenakkan kepada
seseorang yang berikatan batin denganmu. Kedua hal itu kudapatkan dari cerita
Ibu dan sinetron yang kutonton semasa kecil.
Tetapi jelas aku tidak percaya.
Aku merasa bahwa aku sering mendapati diri sebagai seorang yang peragu. Entah
kritis atau skeptis, aku tak mau peduli. Aku hanya merasa ragu. Pada masa SMP
dulu aku bisa menjelaskan tentang tersedak sebagai fenomena pada saat
mempelajari sistem pernapasan dan pencernaan manusia. Akan tetapi paham
mekanisme biologis tersedak tidak dapat membantah pengetahuan yang lain tentang
ada orang yang sedang menggunjingkanmu ‘kan? Atau kontak batin tentang
terjadinya peristiwa tidak mengenakkan atas orang terdekat? Teramat sulit
dikonfirmasi bukan? Sebab menggunjingkan bisa saja diam di jeluk hati terdalam,
atau peristiwa tidak mengenakkan adalah bisa amat personal dan tak tampak.
Hanya saja mungkin sinetron menyederhanakan menjadi kejadian ditabrak mobil
atau lainnya.
6
John Bonham, drummer yang terpuji
itu kabarnya mati gara-gara tersedak. Sedikit kisahnya pada suatu malam setelah
menenggak vodka (baca : air kesunyian) berkadar hampir setengah. Tentu kemudian
ia tak sadar. Lalu tertelungkup, dan tersedak. Paginya mati.
Mulutku sudah penuh liur, dan tak
mampu lagi kutahan, ia muncrat, meluber ke kain putih yang dilitkan tukang
cukur supaya rambutku yang dia potong tidak mengenai baju dan tubuhku.
0
Aku tidak pernah paham soal keterpisahan.
Mengapa air liur di dalam mulutku tidak najis tetapi begitu ia keluar, misalnya
ketika kubanting ke lantai ia menjadi sedemikian hina. Dan kabarnya bila aku
meludah di tanah Singapura, aku akan kena denda. Air liur kabarnya dihasilkan
oleh kelenjar parotis dalam mulut yang berfungsi untuk membantu menghancurkan
makanan dalam mulut dan sistem pencernaan. Beberapa hewan bahkan hanya
menggunakan liur ini untuk mencerna makanannya. Tanpa mengunakan gigi untuk
mencabik cabik dan merobek. Semacam zat yang bisa melunakkan, menjadikan
makanan itu siap olah oleh sistem pencernaan dalam perut. Bahkan bukan karena
lantainya juga, jikapun aku kumpulkan dalam sebuah wadah. Misalnya tabung
plastik bekas tempat rol film kamera zaman dulu. Itu tetap menjijikkan, mungkin.
Tetapi apa pula yang tidak
menjijikkan di dunia ini selain diri sendiri !
Aku pernah membaca Muhammad dan
kekasihnya, Aisyah, liur mereka pernah tertukar dan bercampur. Aku juga pernah
mendapat kabar tentang Juliet yang menciumi mulut Romeo, mengisap liur
Romeo-nya yang telah sekarat sehabis menenggak racun. Barangkali air liur
adalah persatuan dan keterpisahan itu sendiri atau hanya sebatas agar tidak
tersedak saja.
Bandung,
29 Mei 2016 (dimuat di zine itbnyastra #5 kalo ga salah)