12 Mei 2014 II
Ini hari ini
aku sedang semangat ngetik. Entah
kenapa mungkin gegara baru selesai makan. Aku berpendapat bahwa khayalan adalah
salah satu kemampuan yang dimiliki hampir semua manusia dan inilah kemampuan
yang luar biasa. Khayalan ini bisa baik atau sebaliknya bisa buruk.
Aku tidak akan
membahas lebih jauh apa itu khayalan karena aku tidak mengerti tentang hal itu
dan aku bukanlah ahli di bidang mengkhayal. Yang aku lakukan saat mengkhayal
hanya membuat pikiranku terbuka dari ikatannya dan jujur atas pertanyaan
kehendak yang memburunya.
Hari ini masih
tanggal 12 Mei 2014. Hari senin yang menjadi hari senin ke sekiannya dalam
hidup dan kehidupanku apa yang istimewa? Tidak ada. Karena semua hari punya
keistimenwaannya sendiri-sendiri.
Pada pukul
lima tadi aku menanak nasi di rice cooker
kepunyaan temanku namanya Pajri. Dia mahasiswa hebat di kampusku jurusannya
Arsitektur, tempat Kang Ridwan Kamil Walikota Bandung itu mengajar sebelum ia
duduk di kursinya di kantor Walikota. Pajri ini punya banyak kelebihan menurutku,
dia anak yang baik dan suka menolong dirinya sendiri. Suka menabung receh juga
dan senang tertawa. Tidak seperti aku. Aku bukan Pajri. Meskipun kami sering
tertawa bersama.
Baiklah
kembali kepada beras yang ku masukkan ke dalam rice cooker tadi, aku berharap
dengan menyolok kabel dan menenkan tombol mudah-mudahan setengah atau sejam
lagi muncul nasi yang kuinginkan di tempat yang kuisi beras dan air tadi.
Temanku yang
pernah kuceritakan sebelumnya, dia yang punya teman 5 orang seangkatan SD nya
itu menceritakan ceritanya lagi. Malam itu cerita ini disaksikan oleh Hamson
tetanggaku.
Dia punya
teman Udin namanya. Udin ini penyayang binatang dan sekadar informasi tambahan,
inilah orang yang memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah ke SMP karena
ingin meninggikan badan.
Cerita ini
terjadi pada saat mereka kelas 6 SD.
Suatu hari
yang telah siang dan hujan baru saja selesai. Dalam perjalanan menuju sekolah
temanku ini yang punya teman yang namanya Udin itu berjalan bersama menuju
sekolah. Aku bertele-tele ya? Gak masalah. Di tengah banjir, Udin menemukan
seekor tawon tengah tenggelam di air karena bunga yang ia sedot sarinya juga
tergenang air. Udin yang melihat merasa tersentuh hatinya dan dengan segera
menyelamatkan sang tawon. Ia pun senang sudah menyelamatkan nyawa sang Tawon.
Setiba di sekolah ternyata sekolah diliburkan karena hujan lebat tadi dan
banjir masuk kelas. Jadilah temanku ini dan teman-temannya bermain seluncuran
di atas semen yang basah. Caranya mereka duduk atau berdiri lalu di dorong oleh
teman yang lain. Mungkin kesan yang ditimbulkan seperti bermain ski pada musim
salju di Norwegia.
Sementara itu Udin
masih asik dengan Tawonnya. Dia elus-elus kepala dan badan tawon itu. Dia
bercakap dan ngomong sendiri kemudian dia ambil kertas dan pensil. Udin menggambar
sang Tawon. Dia bak Jack yang sedang melukis Rose pada
film Titanic. Ia berhasil mengikat emosinya dengan si Tawon juga hasil
gambarnya itu.
Tiba-tiba si
Abdur yang terkenal jahil seantero sekolah masuk kelas dan tanpa ba bi bu ihat
merampas Tawon Udin. Dia kemudian mengeluarkan sebilah lidi. Apa yang akan dia
lakukan ? tak disangka dengan memakai sebatang lidi dia menggorok kepala sang Tawon. Sang Tawon
terlihat pasrah. Naas, kepalanya putus. Tawon itu akhirnya berpulang. Padahal baru
saja nyawanya tertolong dari maut karena banjir, nyawanya tidak tertolong di
hadapan samurai lidi tumpul milik Abdur Jahil.
Udin yang menyaksikan kejadian itu langsung
menangis sejadi-jadinya. Ia terisak tersedu seperti seorang yang kehilangan
kekasih. Air matanya bercucuran seperti air hujan.
Roni dan
kawan-kawan yang asik diluar bermain
mendengar raungan Udin dan langsung masuk kelas menuju TKP. Melihat kondisi
Tawon yang tergeletak mati dan sebilah lidi Roni dan kawan-kawan bingung. Namun
setelah Udin menunjuk ke arah Abdur mereka langsung mengerti dan paham apa yang
terjadi.
Roni langsung
memeriksa keadaan sang Tawon. Dia mengangkat sosok tubuh itu mendekatkan dengan
telinga kanannya, memeriksa apakah masih ada detak jantung. Roni menyimpulkan
tawon itu sudah meninggal. Sambil menggeleng-gelengkan kepala, memberi isyarat
kepada kawan-kawannya, Roni menurunkan
tawon dan mencoba menghibur Udin.
“Sudahlah Wen,
jangan terlalu disedihkan nanti kita cari Tawon yang lain, semua yang bernyawa
pasti mati hanya masalah waktu.” Namun tangisan
Udin bukannya mereda tapi makin keras. Salah satu diantara mereka mengusulkan
untuk segera dilakukan prosesi pemakaan jenazah.
Roni punya ide.
Dia mengambil kertas dari dalam tasnya kemudian memotong-motongnya menjadi tiga
lembar. “Kita pakai tiga saja kain kafannya karena kita tidak tahu ini laki-laki
atau wanita.” Roni kemudian mengafani sang tawon setelah dimandikan terlebih
dahulu. Si Soleh kemudian membacakan doa sebelum sang tawon di kuburkan di
belakang kelas.
Abdur kemana?
Tidak tahu. Yang jelas si Jahil ini sudah tidak di lingkungan sekolah. Mungkin
dia sedang menyesali perbuatannya dan mencarikan Tawon pengganti untuk Udin.
Karena aku rasa tidak ada manusia yang jahat sampai ke darah dan tulangnya.