Berapa Dalam Manusia dapat Menyelami Kehidupan ?
Manakala dua lempeng tektonik bersua di Samudra Pasifik : zona
subduksi Lempeng Pasifik disubduksi di bawah Lempeng Filipina, lahirlah Palung
Mariana dengan lubuk Chalengger deep sebagai titik terdalam di dunia.
Mariana memiliki kedalaman 10.911 meter di bawah permukaan laut. Di dasar
Mariana, air laut memberikan tekanan sebesar 1.086 bar, setara dengan
seribu kali tekanan udara yang menimpa tubuh kita kini.
Hydna dari Scione adalah anak perempuan Scylles. Mereka adalah
voluntir ayah-anak yang berjasa besar dalam pertempuran tiga hari di Artemisium
(480 SM). Pertempuran itu adalah adalah invasi kedua Persia ke Yunani.
Hydna dilatih langsung oleh salah satu penyelam terhebat Yunani,
ayahnya sendiri. Ketika mereka tertangkap oleh Raja Xerxes I (Panglima perang
Persia)—saat menyusup ke kapal pasukan Persia—mereka melarikan diri dengan
melompat ke laut. Karena tidak kunjung kelihatan, para prajurit Xerxes I
menganggap Hydna dan Scylles telah mati tenggelam. Kisah tersebut disampaikan
Herodotus sang Bapak Sejarah. Scylles
dan Hydna menggunakan batang pohon yang berongga sebagai snorkel.
Mengetahui rencana penyerangan Xerxes I, Scylles dan Hydna mempreteli satu-dua
bagian kapal sehingga penyerbuan menjadi terlambat. Waktu jeda bagi pasukan
Yunani mempersiapkan diri.
Jauh sebelum itu, tahun 1194 SM, pasukan prajurit selam sudah
ditemukan dalam perang Troya. Alexander Agung juga pernah membuat taktik
penyelam untuk menghancurkan pelabuhan.
Adalah Aristoteles yang mewartakan lewat “Problemata” bahwa
Alexander Agung memerintahkan para penyelam untuk menghancurkan pertahanan
bawah laut musuh dalam Pengepungan Tyre tahun 332 SM.
Tahun 2014, di kuliah Mekanika Fluida Teknik Fisika ITB, seorang
dosen—yang suaranya kecil itu—menceritakan kisah tentang kematian untuk kali
ketiga. Dosen yang sudah lima puluhan ini entah bagaimana, sering memberi
selingan kuliahnya berupa cerita kematian. Pertama, kematian gegara tersetrum
karena sang almarhum lupa memakai sepatu safety. Lalu kedua, kematian
karena sistem mekanik lift yang rusak. Barangkali menyaksikan banyak
mahasiswa yang tidur pada kuliah jam tujuh pagi itu membuat beliau ingin
bercerita sedikit di luar perkara Navier-Stokes.
“Ada cerita tentang ayah dan anak perempuannya yang sedang
menyelam. Singkat cerita sampailah mereka di kedalaman tertentu. Entah
bagaimana takdir mengatur, mereka lupa bahwa persediaan oksigen tidak cukup
lagi untuk bisa sampai ke atas permukaan. Dua hal yang menarik dalam state
cerita ini : Bisa saja mereka bersicepat ke permukaan dengan mendorong-laju.
Namun, sang ayah paham benar bahwa perubahan tekanan mendadak pada tubuh sama
saja halnya dengan bunuh diri. Dengan kata lain mestilah pelan-pelan naik ke
permukaan. Akan tetapi, simalakamanya, stok udara tidak cukup. Singkat cerita
lagi, ayah yang heroik ini, rela melepaskan tabung oksigen miliknya untuk
anaknya.”
Aku sedikit memahami aforisma orang-orang yang terlena kepada
keindahan bawah laut sebagai perumpamaan orang-orang yang terpedaya oleh
kenikmatan duniawi. Sebab terlalu lalai, ketika sadar mesti kembali, umur sudah
tua, waktu begitu kasip dan hampir tak ada : maut dipelupuk mata.
Berapa dalam seorang manusia dapat menyelam ? Menurut hitungan
matematik, menggunakan prinsip tekanan hidrostatik : sekitar 83 meter. Lebih
dari itu manusia normal tidak bisa menahan tekanan air. Akibatnya, fungsi
fisiologis manusia akan rusak dan berujung kepada kematian. Entah itu didahului
dengan pecahnya organ tubuh atau berhentinya oksigen mengalir ke otak. Akan
tetapi bukan manusia namanya kalau tanpa pengecualian bukan ?
Tahun 2016, Ahmad Gabr, pria Mesir 41 tahun memecahkan rekor Nuno
Gomes—pemuda Afrika Selatan, 54 tahun—yang memecahkan rekor dunia pada 2005
dengan kedalaman 318 m—dengan menyelam sedalam 332,35 meter di Laut Merah
menggunakan SCUBA (Self-Contained Underwaters Breathing Apparatus)—alat selam
yang pertama kali dikenalkan oleh Jacques Yves Cousteau dan Emile Gagnan pada
tahun 1942 sampai 1944.
Butuh sekitar 12 menit bagi Gabr untuk mencapai kedalaman tersebut,
serta 15 jam untuk kembali ke permukaan. Lima belas jam disebabkan Gabr harus
menghindari decompression shock, nitrogen narcosis dan oxygen
intoxication dengan berhenti dahulu pada kedalaman tertentu, agar tubuh
menyesuaikan diri dengan tekanan sekitar.
Chalengger deep sudah dimasuki
oleh James Cameron, sutradara asal Kanada yang terkenal dengan ‘Titanic’ dan
‘Avatar’-nya itu. Kedalaman Chalengger deep melebihi ketinggian Gunung
Everest. Dengan simplifikasi sedemikian rupa,
Gunung Everest—puncak dunia—akan tenggelam dalam jurang dunia—Chalengger
deep ini. Kedalamannya sekitar 11 km, sedang Everest hanya 8 km.
Tentu masih ada sisa 3 km lagi bagi yang iseng memasukkan Gunung Semeru. James
Cameron menggunakan alat selam khusus tentu saja. Konon perangkat tersebut
adalah peralatan paling canggih dalam mengirim manusia ke dasar bumi.
Kokoh adalah kawanku. Ia tidak suka pada kedangkalan. Mungkin ini
seiring-jalan dengan namanya. Kokoh dalam tesaurus bahasa Indonesia berkait-makna
dengan mendalam. Bagi Kokoh, kedangkalan—dalam hal menyelami hidup—membuat
manusia acapkali terjebak pada kulit, simbol, dan gimik. Sehingga bagian
‘gizi-hidup’ berupa substansi dan esensi makna hidup tidak tersentuh apalagi
tecerna. Ujungnya, manusia tidak tumbuh. Baginya, kedalaman adalah
alternatif-absolut dalam kehidupan. Ada banyak hal yang ia kritisi dalam
kehidupan manusia kini. Kedangkalan menurutnya adalah bentuk kemalasan makhluk-fana
ini untuk menyelami lebih dalam. Akan tetapi, bukankah justru dengan semakin
dalam, maka akan semakin besar tekanan yang dialami manusia ?
Perkasa juga kawanku. Ia manusia yang dalam beberapa hari lalu
telah melakukan aksi bunuh diri. Setelah beberapa minggu terakhir beliau
membaca berulang-ulang Camus : novel Orang Asing dan Esei Mite Sisifus, Ia
naiki lantai 8 gedung kampus demi terjun menyelami makna terdalam dari
kehidupan. Di media malah berkembang banyak spekulasi penyebab aksi bunuh diri
Perkasa. Mulai dari isu perselisihan skripsi dengan dosen pembimbing sampai
dengan masalah himpitan ekonomi.
Rasaku, sebagai perempuan yang sadar, Intan mesti menyesal, sebab
melalui kedangkalannya, Ia pintakan Perkasa untuk bunuh diri terlebih
dahulu—sebagai pembuktian cinta mati—agar kelak Ia terima cinta Perkasa. Sekilas
rikues Intan ini analog dengan Zinaida
Alexandrovna Zasyekina kepada Vladimir Petrovitsy dalam novelet Ivan Turgenev
“Pervaya ljubov”, Cinta Pertama. Zinaida berkata kepada Petrovitsy, “Tuan
pernah mengatakan bahwa Tuan cinta kepada saya; kalau betul-betul demikian,
cobalah melompat ke bawah.” Tetapi tidak seekstrim lantai 8 juga. Petrovitsy
hanya dari tembok sekitar 4 meter. Tetapi
menyesal pada hidup yang dangkal, kedalamankah ?
Kedalaman mungkin ada bertalian dengan cerita pendek Patrick Süskind— pengarang dan penulis lakon terkemuka
Jerman—‘Der Zwang zur Tiefe’—yang
cerpennya diterjemahkan Anton Kurnia—lulusan Teknik Geologi ITB itu—menjadi
Kritikus Racun. Cerita pendek ini dialihbahasakan Anton dari ‘Depth Wish’ :
hasil alih-bahasa Peter Howarth dari bahasa Jerman ke Inggris.
Simaklah. Seorang kritikus seni mengatakan kepada seorang gadis
dari Stuttgart bahwa yang gadis lakukan itu menarik dan dia adalah seniman muda
yang memang berbakat. “Tapi karya Anda belum menunjukkan kedalaman”. Bagian ini
yang kemudian menggerogoti si gadis.
Gadis ini adalah seseorang yang menggambar sketsa yang indah. Lalu
pada surat kabar, sang Kritikus menuliskan “Seniman muda itu berbakat dan dalam
sekali pandang karyanya tampak menyenangkan. Namun sayangnya dia tak memiliki kedalaman.”
Hanya dengan demikian sang seniman muda kemudian berubah depresi. Ia mandek.
Seniman muda mulai kehilangan semangat menggambar. Lama-lama ia merasa tak bisa
lagi menggambar. Ia lampiaskanlah dengan melahap buku-buku seni rupa,
menjelajahi galeri dan museum, membaca buku paling dalam tentang seni rupa di
tiap toko buku, membaca habis Wittgenstein. Dia berhenti berkarya.
Akhir cerita ia melompat dari menara stasiun teve setinggi 139
meter.
Kritikus menulis,” Sekali lagi kita menyaksikan—setelah terjadinya
sebuah peristiwa mengejutkan—seorang muda berbakat tak mampu memiliki kekuatan
untuk menyesuaikan diri di panggung kehidupan. Tidak cukup bila seorang seniman
memiliki dukungan publik dan inisiatif pribadi, tapi hanya sedikit pemahaman
atas atmosfer artistik. Pastilah benih dari akhir yang tragis ini telah ditanam
sejak lama. Tidakkah itu bisa dicerna dari karya-karya awalnya yang naif ? Itu
mencerminkan agresi monomaniak yang melanda diri sendiri dan dorongan
introspektif yang berkubang menjemukan serupa spiral di dalam batin—dua-duanya
sungguh emosional dan tak berguna, sekaligus mencerminkan pemberontakan
terhadap takdir. Saya menyebutnya kehendak-memiliki-kedalaman yang berakhir
secara fatal.”
Karena angin yang bertiup sangat kencang pada saat seniman muda ini
melompat, si gadis tak jatuh tepat di
lapangan tanah liat bawah menara. Ia terbawa angin dan terdampar di hutan setelah membentur
pohon-pohon besar.
Tabloid-tabloid picisan lantas menggarap
berita-bunuh-diri-terseret-angin ini menjadi jualan yang layak dan murahan.
Amat lain dengan Perkasa yang loncat dari lantai delapan, hanya kerabat
dekatnya yang tahu : Tarjo, Haris, Choirul, Husen, Asra, Opik, Rilis tambah Pak
Satpam Cecep dan Bu Dora.
Lantas barangkali di ujung, kita akan kembali kepada pertanyaan
Tosltoy : Berapa luas tanah yang diperlukan oleh seseorang ? Serentak dengan
pertanyaan : Berapa dalam seseorang dapat menyelami kehidupan ? Dua pertanyaan
ini mungkin akan bertemu di suatu Samudera Kehidupan dan melahirkan suatu titik
: Kematian (baca : Kebenaran).