Alienasiku Bagian Pertama
Aku mimpi jadi alien. Ditengah
pesatnya perkembangan teknologi aku teralienasi. Aku terasa sebagai makhluk
asing planet ini. Aku merasa bahwa penghuni dunia sebenarnya bukanlah manusia.
Makhluk yang ‘berkuasa’ atas dunia ini adalah gadget serba canggih yang hanya
dengan sentuhan jari bisa berdisko ria duapuluh empat jam. Yang dengan sentuhan
jari bisa merekam kebobrokan moral manusia.
Di sudut koordinat kartesian
tiga dimensi. Aku duduk memandangi sekitar. Kulihat banyak sekali kejanggalan diametral
dengan kehidupan yang sedang kualami. Sebentar-sebentar sekumpulan wanita berjalan
penuh percaya diri. Jika percaya diri itu seperti kopi susu. Maka percaya diri
mereka tidak kurang dari empat gelas. Begitulah kira kira penuhnya percaya diri
mereka. Dengan membawa segelas kopi susu mereka berjalan manja. Ternyata oh
ternyata mereka sedang menuju sebuah lapangan. Sekumpulan lelaki sedang
menunggu dengan bola yang sudah diam. Rupanya permainan basket itu membuat
mereka kehausan. Tubuh mereka mengeluarkan air tanpa sengaja. Karena memang
mekanisme biologis demikian. Keringat berkeluaran saat aktivitas berat, dan
untungnya mereka punya pasangan wanita-wanita yang mau membuatkan kopi dengan
tidak peduli tulus atau ikhlas. Tau apa mereka soal ikhlas? Yang penting status
dan kesenangan.
Aku menjadi seperti orang
yang cemburu buta kepada kenyataan di sekitarku. Aku menjadi teralienasi dengan
duniaku sendiri. Aku merasa aneh saja. Aku yang aneh atau mereka yang tidak
biasa?
Aku sendiri lebih eksaknya merasa
sendiri. Sedangkan mereka merasa tidak sendiri. Nah jika mereka aneh pasti aku
normal tapi sebaliknya jika aku yang aneh mereka pasti normal. Tapi di era
demokrasi ini, jumlah adalah segalanya. Jika orang banyak sepakat itu benar,
maka benarlah ia. Dan sebaliknya.
Apakah ini hanya prasangka
burukku? Ah tak tau juga. Atau ini hanya prasangka burukmu yang membaca
tulisanku ini?
Aku mungkin tidak bisa
menjelaskan apa sebenarnya maksud dan tujuan serta latar belakang ada post ini
di blog ini. Tapi tidak mengapa. Kita lanjutkan saja.
Aku sebenarnya kemudian
mulai ragu dengan prinsipku. Aku sebenarnya punya rasa iri dengan pria yang
bermain basket tadi. Ah lupakan.
Bukankah kata Muhammad
Khairul Hamid IRI itu kalau dibalik juga IRI.
Ditepi keterasingan ini aku
masih ingin berpegang pada prinsip yang kuyakini benar adanya. Tidak akan
melakukan hubungan yang tidak legal. Mereka menamainya pacaran. Alasannya
beragam. Jika aku berdebat dengan mereka aku pasti bisu dengan lemahnya kemampuan
linguistik dan miskinnya pengetahuan serta pengalamanku. Yang penting aku sudah
percaya prinsip. Prinsip bagiku adalah dogma bukan kesepakatan. Kesepakatan
nafsu dan keinginan. Dogma. Kalau sudah masuk prinsip kau wajib taat aturan
prinsip. itulah dogma. Tidak ada paksaan masuk prinsip. Tapi jika sudah prinsip
harus taat.
Bersambung...