Bicarakan saat malam biar tidur terbawa mimpi : iduik baraka mati baiman. Ah J(B)odoh
Malam itu adalah malam yang sudah tua. Mudanya kami habiskan dengan minum kopi di kafe kopi indonesia. Malam itu adalah malam yang hangat. Dinginnya kami jejali sembari bercanda hingga teler bersama. Malam itu adalah malam yang canda, setelah siangnya bahagia di wisuda Siska.
Jam digital tidak menunjukkan apa-apa. Hanya menampilkan angka : 03.00.
Aku memulai. Dengan bertanya. Kepada dia, Si Cepat Akal gelarnya. No, pacarmu itu orang mana?
Dari situlah dimulai percakapan yang ingin aku tuliskan kemudian ini. Si Pengolah Bola yang sudah memejamkan mata, sengaja atau tidak, bangkit lagi dari perisitirahatannya. Si Penendang Bola yang sedang mengerjakan TA pun turun gunung : masuk ke kamar. Terjadilah percakapan bertemakan asmara. Buat kalian ketahui diantara kami hanya ada satu yang sudah berstatus tidak single : dia : Si Cepat Akal.
Asmara. Uh bukankah sejak manusia ada dia selalu ada. Di sejarah ada kisah Adam dan Hawa, ada Ibrahim dan Siti Hajar, ada Romeo dan Juliet, Ada Tristan dan Isolde, Ada Candide dan Cunegonde, Ada Laila dan Qais dan sejumlah lain yang tidak dicatat. Namun tetap terjadi dimuka bumi.
Karena kami semua lelaki, jelas kami sedang membicarakan perempuan. Sesekali tentu membicarakan wanita.
Masing-masing menceritakan apa yang mau ia buka. Mulai dari pengalaman memendam rasa, sedikit sakit hati, hingga cerita pertemuan ayah dengan ibu masing-masing.
Beberapa kisah membuat tertawa, beberapa juga bikin terbahak. Alangkah indahnya bila dari percakapan malam itu bertambahlah agresifitas kami melanjutkan kehidupan.
Banyak studi kasus bermunculan, masalah suku dan budaya, jilbab, hingga masalah waktu dan umur. Lama-lama dari percakapan panjang itu kami sepakat bahwa memang membangun rumah tangga adalah perjalanan panjang. Seperti naik gunung. Harus punya ilmu bertahan kondisi darurat misalnya. Harus punya bekal yang cukup, air dan asupan makanan. Harus punya keberanian yang kuat dan mental yang lebih keras dari baja. Kalau ingin lebih pas, membangun keluarga, seperti naik haji Backpacker dari Sumatera atau Jawa. Makanya dibutuhkan kuantitas pengalaman.
Masalah perasaan adalah persoalan kecocokan dan perbedaan. Bagaimana melihat sesedikit mungkin ketakcocokan dan memaafkan dan mempersembahkan cinta untuk tumbuh dan bergelora diatasnya.
Aku yang agak bersemangat ini melontarkan pendapat. Bahwa kami harus revolusioner. Harus memberontak kepada segala kepengecutan dan ketakutan. Lingkaran perkawanan mesti dibesarkan radiusnya. Jejaring kenalan harus diluaskan jangkauannya. Dan keberanian wajib dalam semua itu.
Kita juga akan dipertemukan dengan orang-orang yang sekufu(sederajat) dan yang mirip putaran kehidupannya. Itulah asas lingkaran, jejaring dan keberanian itu. Semacam dalil aqlinya.
Si Penendang Bola pun bercerita tentang pengalaman pribadinya berontak kepada kepengecutan sebelumnya. Dia sudah berani mendatangi wanita itu. Mengajaknya berjalan-jalan.
Pun demikian aku. Omong-omong, sudah aku poskan cerita lengkapnya pada Sekelingking Cerita Perkenalan.
Sedangkan Si Cepat Akal menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Kekasihnya. Dia ini unik, padahal semua manusia unik. Uniknya adalah objek PDKT-nya kucing. Bahkan menurut penuturannya sebulan penuh (seperti puasa) mereka bicarakan kucing.
Kami banyak peroleh ilmu pengetahuan dari dia. Si Cepat Akal memang sudah menjadi tokoh senior dalam kategori ini. Sudah terbukti jejaknya di dunia perasmaraan. Memang selain cepat, akalnya juga panjang luas. Namun demikian kami belum pernah menyelami seberapa dalam akal beliau, yang jelas dia ini ya. Dialah dirinya yang kini bahagia bersama kekasihnya
Sedangkan Si Lelaki misterius pengolah bola baru bercerita saja tentang kisah ayah dan ibunya. Ayah yang waktu itu masih muda, tiap hari bolak-balik Padang-Painan(sekitar 3 jam perjalanan motor). Untuk sekadar mengunjungi kawannya. Ya kawannya itu adalah Pemilik Kosan, yang di kos itu ada Ibu beliau muda.
Aku, Si Pengolah Bola, Si Penendang Bola, dan Si Cepat Akal tertidur saat fajar akan turun menyapa horison. Bukankah untuk mimpi harus tidur dahulu?
Ada orang bilang hidup akan terasa sebagai tragedi bila menjalaninya dengan penuh perasaan. Dan juga, hidup terasa komedi bagi manusia yang berpikir. Tidak sepenuhnya tesis ini dapat diamini. Cuma inilah suatu bentuk ungkapan bahwa dalam kehidupan berpikir dan merasa wajib hukumnya.
"Iduik baraka mati baiman." Begitu pepatah minangkabau mendiktumkan.
Lain kali mungkin kami akan berkumpul lagi dengan membawa status ayah dan atau suami dan akan menceritakan perjalan dan kisah dibaliknya. Kemudian seperti biasa lagi aku akan menuliskan secuil ringkasan agar bisa dibaca. Barangkali nak, ini kisah Bapakmu saat muda. Hehehe.
Mudah-mudahan bertemulah kau wahai cinta di jalan pencarian. Mudah-mudahan berbahagialah kita di masa perjuangan. Mari, Ayo Kawan. Jangan kasih apapun kecuali kasih sayang.