Catatan Masa Libur di Kampung # Pohon Jambu
Pohon Jambu
Ada dua pohon jambu di depan rumah kami. Umurnya kira-kira sudah 7 tahun atau 8 tahun atau 9. Aku tidak menghitung pasti. Makanya tidak tahu pasti umurnya. Yang jelas ini ditanam oleh Ayah saat kami baru saja pindah ke rumah ini. Saat adikku yang 15 tahun itu masuk kelas 1 SD.
2 pohon itu letaknya di sebelah kanan dan kiri depan rumah. Ayunan tempatku menulis ini adalah di sebelah kanan.
Pohon jambu ini berasal dari satu induk yang sama : Pohon Jambu di depan rumah nenekku. Mengapa jambu selalu di tanam di depan? Apakah karena ingin pamer bahwa kami punya jambu atau apa? Aku tidak terlalu mempersoalkan. Biarlah itu adalah pekerjaan hati masing-masing.
Pohon jambu nenek itu sendiri berasal dari pohon jambu milik paman di ibukota Provinsi. Kalau naik bus ke sana 6 jam. Sementara kalau hanya ingin ke rumah nenek cukup setengah jam saja. Bukan karena jauh tetapi jalan yang berbatu.
Dua pohon ini hampir sama tingginya. Besanya pun. Jangan-jangan jumlah daunnya juga dekat. Kalau warna daun tentu sama-sama hijau. Namun ada satu hal yang kontras yaitu buah. Satu berbuah satu tidak. Bukan karena musimnya berbeda tetapi memang yang di sebelah kiri ini tidak berbuah lagi sejak dulu sekali pernah. Tetapi yang kanan ini selalu berbuah pada waktunya. Buah yang sekali sebelah kiri itu dulu masam bercampur pahit, berbeda dengan yang kanan, manis.
Setelah kutanyakan kepada Ayah, ternyata cara menanamnya beda. Meskipun dari induk yang sama. Yang tidak berbuah itu dari biji sedangkan yang berbuah itu dari cangkokan. Aku jadi ingat perkembangan generatif dan vegetatif pelajaran biologi SMP dulu.
Generatif dengan biji sebagai alat perkembangbiakan. Generatif bisa menghasilkan sifat beda dengan induk. Misalnya bila induknya manis belum tentu anaknya pun demikian. Generatif ini dengan penyerbukan serbuk sari dijatuhkan oleh faktor x ke kepala putik lalu terjadilah pernyerbukan atau persarian. Faktor x itu bisa angin, manusia ataupun hewan. Setelah itu terciptalah biji.
Sedangkan vegetatif(dalam hal ini cangkok) dengan menguliti kulit batang pada cabang sehingga kelihatan kambiumnya. Lalu dibungkus dengan tanah dan sabut kelapa. Akan muncul akar pada luka cangkokan. Setelah beberapa lama dipotong dan ditanam.
Sifat tanaman yang dicangkok akan sama dengan induknya. Tentu tidak ada orang yang mencangkok jambu yang masam induknya.
Aku lupa lagi secara postur ada juga beda dua jambu ini. Ranting dan cabangnya. Cabang yang sebelah kanan ini lebih kemana-mana daripada yang sebeelah kiri. Yang sebelah kiri model tumbuhnya monoton saja ke atas cenderung lurus. Kemudian yang sebelah kiri ini banyak ditumbuhi benalu, sedangkan yang sebelah kanan tidak.
Pikiranku pun mengelana ke berbagai hal seperti pepatah yang mngatakan air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Buah kelapa jatuh tidak jauh dari pohonnya dan lain-lain. Aku juga jadi ingat ada orangtuanya baik, guru agama, ustadz tetapi perilaku anakmua maaf bicara berseberangan dan berlawanan dengan orang tuanya itu. Ada juga orang yang mengaku memeluk agama tetapi justru kelakuannya melawan ajaran agama itu.
Apa yang kuambil dari pohon jambu itu adalah juga tragedi dan ironi kehidupan. Benar juga. Ada orang kaya ada orang miskin, orang yang kolesterok dan kurang gizi, orang yang obesitas dan burung lapar. Ah sudahlah, sudah terlalu banyak kutub tragedi dan ironi di dunia ini. Aku sedang belajar untuk menganggap hal itu wajar. Sebab begitulah dunia adanya. Tugas kita cukup berusaha biarlah Tuhan yang memutuskan takdir itu.
Realita kehidupan yang penuh ketimpangan dan tragedi juga ironi itu harus kuterima dengan lapang hati sebab itu juga atas izin Tuhan dan atas kehendaknya.
Tidak perlu aku mengutuk dan mengeluarkan sumpah serapah. Yang harus kulakukan adalah menjaga diri agar tidak takut kepada kehilangan diriku. Agar berhati-hati dalam menjalani hidup ini.
Ada dua pohon jambu di depan rumah kami. Umurnya kira-kira sudah 7 tahun atau 8 tahun atau 9. Aku tidak menghitung pasti. Makanya tidak tahu pasti umurnya. Yang jelas ini ditanam oleh Ayah saat kami baru saja pindah ke rumah ini. Saat adikku yang 15 tahun itu masuk kelas 1 SD.
2 pohon itu letaknya di sebelah kanan dan kiri depan rumah. Ayunan tempatku menulis ini adalah di sebelah kanan.
Pohon jambu ini berasal dari satu induk yang sama : Pohon Jambu di depan rumah nenekku. Mengapa jambu selalu di tanam di depan? Apakah karena ingin pamer bahwa kami punya jambu atau apa? Aku tidak terlalu mempersoalkan. Biarlah itu adalah pekerjaan hati masing-masing.
Pohon jambu nenek itu sendiri berasal dari pohon jambu milik paman di ibukota Provinsi. Kalau naik bus ke sana 6 jam. Sementara kalau hanya ingin ke rumah nenek cukup setengah jam saja. Bukan karena jauh tetapi jalan yang berbatu.
Dua pohon ini hampir sama tingginya. Besanya pun. Jangan-jangan jumlah daunnya juga dekat. Kalau warna daun tentu sama-sama hijau. Namun ada satu hal yang kontras yaitu buah. Satu berbuah satu tidak. Bukan karena musimnya berbeda tetapi memang yang di sebelah kiri ini tidak berbuah lagi sejak dulu sekali pernah. Tetapi yang kanan ini selalu berbuah pada waktunya. Buah yang sekali sebelah kiri itu dulu masam bercampur pahit, berbeda dengan yang kanan, manis.
Setelah kutanyakan kepada Ayah, ternyata cara menanamnya beda. Meskipun dari induk yang sama. Yang tidak berbuah itu dari biji sedangkan yang berbuah itu dari cangkokan. Aku jadi ingat perkembangan generatif dan vegetatif pelajaran biologi SMP dulu.
Generatif dengan biji sebagai alat perkembangbiakan. Generatif bisa menghasilkan sifat beda dengan induk. Misalnya bila induknya manis belum tentu anaknya pun demikian. Generatif ini dengan penyerbukan serbuk sari dijatuhkan oleh faktor x ke kepala putik lalu terjadilah pernyerbukan atau persarian. Faktor x itu bisa angin, manusia ataupun hewan. Setelah itu terciptalah biji.
Sedangkan vegetatif(dalam hal ini cangkok) dengan menguliti kulit batang pada cabang sehingga kelihatan kambiumnya. Lalu dibungkus dengan tanah dan sabut kelapa. Akan muncul akar pada luka cangkokan. Setelah beberapa lama dipotong dan ditanam.
Sifat tanaman yang dicangkok akan sama dengan induknya. Tentu tidak ada orang yang mencangkok jambu yang masam induknya.
Aku lupa lagi secara postur ada juga beda dua jambu ini. Ranting dan cabangnya. Cabang yang sebelah kanan ini lebih kemana-mana daripada yang sebeelah kiri. Yang sebelah kiri model tumbuhnya monoton saja ke atas cenderung lurus. Kemudian yang sebelah kiri ini banyak ditumbuhi benalu, sedangkan yang sebelah kanan tidak.
Pikiranku pun mengelana ke berbagai hal seperti pepatah yang mngatakan air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Buah kelapa jatuh tidak jauh dari pohonnya dan lain-lain. Aku juga jadi ingat ada orangtuanya baik, guru agama, ustadz tetapi perilaku anakmua maaf bicara berseberangan dan berlawanan dengan orang tuanya itu. Ada juga orang yang mengaku memeluk agama tetapi justru kelakuannya melawan ajaran agama itu.
Apa yang kuambil dari pohon jambu itu adalah juga tragedi dan ironi kehidupan. Benar juga. Ada orang kaya ada orang miskin, orang yang kolesterok dan kurang gizi, orang yang obesitas dan burung lapar. Ah sudahlah, sudah terlalu banyak kutub tragedi dan ironi di dunia ini. Aku sedang belajar untuk menganggap hal itu wajar. Sebab begitulah dunia adanya. Tugas kita cukup berusaha biarlah Tuhan yang memutuskan takdir itu.
Realita kehidupan yang penuh ketimpangan dan tragedi juga ironi itu harus kuterima dengan lapang hati sebab itu juga atas izin Tuhan dan atas kehendaknya.
Tidak perlu aku mengutuk dan mengeluarkan sumpah serapah. Yang harus kulakukan adalah menjaga diri agar tidak takut kepada kehilangan diriku. Agar berhati-hati dalam menjalani hidup ini.