dari masa SMA eps 02
2010
Ya.
Waktu itu aku kelas dua di SMA yang berasrama itu. Hmm. Kalau memang harus
diingat kembali, betapa serunya menjadi anak SMA di Indonesia, tidak harus
khawatir akan ada rudal atau hujan pelur di sekolahku. Yang perlu kulakukan
hanyalah belajar dengan baik dan mengambil ilmu dan pelajaran dari guru. Ini
yang kelak digunakan untuk menjadi diri sendiri yang menciptakan kedamaian di
alam semesta.
Puisi,
kalau boleh aku berpikir, aku menyukainya sebagai tulisan indah, susunan
kata-kata yang menyampaikan makna yang kadang disembunyikan, juga sekaligus
perasaan yang ditulis dalam bahasa.
Nah
maka dari itu sampai sekarang aku masih ingin menulis puisi.
Dua
ribu sepuluh adalah masa-masa yang kunikmati sebagai penulis puisi pemula yang
ingin membuktikan eksistensiku sebagai anak kelas dua SMA yang mencicipi
asmara. Bukan sebagai pamer melainkan menjadi senang karena perasaanku lepas
meski hanya menjadi sebungkus puisi.
Dia-ku.
Begitu kan aku menyebutnya sebelumnya? Dia-mu. Begitu kalian memanggilnya
padaku. Dia-ku adalah sepertinya yang menjadi sebab lahirnya puisi-puisi itu.
Atau mungkin Tuhan yang mengizinkannya sekaligus. Hmmm. Dia-ku adalah dia yang
tetap ada di masa lalu, menjadi ruh dan nyawa dibalik tulisan indah yang ada.
Kalau orang bijak dari Bandung berkata begini,” Jangan-jangan kita tidak pernah
berada di masa depan, nyatanya kita selalu berada pada hari ini.” Hmm. Tidak
sepenuhnya benar, kalau aku berdiri di sana, di lapangan upaca sekolah, dan aku
yang hari ini mengetik di depan laptop adalah masa depan. Dan aku yang sedang
hormat kepada pembina upacara adalah masa lalu bagiku yang sekarang.
Konsep
perasaan yang kompleks tidak seharusnya mengenal masa, karena waktu hanya
diciptakan untuk segalanya supaya tidak berjalan serentak. Begitu menurut orang
bijak dari Bandung
Maka
kenangan adalah kumpulan masa lalu yang menjadi ukuran dan persiapan untuk
menghadapi masa depan.
Pesta
Masa Silam
Kelam
kupandang ke belakang
Silau
kuintip ke masa depan, tentang masa
Saat
kududuk di atas roda waktu
Mataku
tertutup pikiran yang terbang
Berkelana
di pesta masa silam
Saat
kita masih seasmara menyorak bahagia menjahit luka
Masa
silam kita jelas-jelas ceritanya
Masa
depan selalu silau jalan-jalannya
Kuingin
masa silam hadir hari ini
Kepada
kita yang sedang pesta mengembang
Kuingin
kita ingat masa silam
Biar
terikat lidi kenangan
Kuingin
masa silam menjemput perpisahan
Biar
kusapu sampah pestanya
Kuingin
pesta sampai usai
Air
mataku leleh oleh bumi
Aku
hanya khawatir bila tidak mampu mengukur dan menyiapkan seluruhnya tepat waktu.