Filsafat Empirisme David Hume
Tulisan dibawah ini bukanlah
analisis atau studi kritis atas filsafat dan pemikiran David Hume. Ini hanyalah
penulisan ulang dari berbagai sumber yang dimiliki oleh penulis dengan berbagai
pengubahan. Atau juga dapat juga disebut ringkasan Empirisme Hume. Tujuannya adalah
agar yang ingin berkenalan dengan Empirisme Hume, memperoleh jalan yang agak
mudah dengan melahap tulisan ini. Selamat membaca !
Filsafat Empirisme David Hume
Nama : David Hume
Tempat, Tanggal Lahir : Edinburgh, Skotlandia 26 April 1711 Meninggal 25 Agustus 1776
Pendidikan : Universitas Edinburgh
Tokoh yang menginspirasi : John Locke dan George Berkeley.
Garis besar :
Empirisme, Objek kritiknya : substansi
dan kausalitas
Kausalitas, bila suatu gejala disusul gejala lain, maka cenderung bahwa
gejala terakhir disebabkan gejala pertama. Pengalaman hanya memberikan urutan
gejala-gejala, tidak memperlihatkan ikatan sebab akibat.
Pendirian hume juga disebut skeptisisme
Kesan dan gagasan. Kesan : pengindraan langsung atas realitas lahiriah.
Gagasan : ingatan akan kesan-kesan semacam itu
Hume mengawali
dengan pembedaan “kesan” (impressions) dan “gagasan”(ideas). Dari dua persepsi
ini, kesan merupakan jenis yang lebih memiliki kekuatan dan kekerasan. “Yang
saya maksud dengan gagasan adalah citra yang remang-remang tentang keduanya
dalam pemikiran dan penalaran”. “Gagasan, minimal yang sederhana, tidak ubahnya
kesan, namun lebih kabur”. “Setiap kesan yang sederhana memiliki kesan
sederhana yang menyerupainya dan setiap kesan yang sederhana memunculkan
gagasan yang juga sederhana”. “Semua gagasan sederhana kita pada kemunculan
pertamanya berasal dari kesan sederhana, yang juga merupai dan mewakili. Sebaliknya,
gagasan yang kompleks tidak mesti menyerupai kesannya.
Kita dapat
membayangkan seekor kuda bersayap tanpa pernah melihatnya, namun unsur-unsur
dari gagasan yang kompleks ini semuanya berasal dari kesan. Bukti bahwa kesan
muncul terlebih dahulu bisa kita dapati dalam pengalaman, sebagai contoh: Orang
yang tuna netra sejak lahir tidak memiliki gagasan, atau tidak tahu tentang
warna. Diantara gagasan, yang tetap memiliki derajat ”kehidupan”(vivasity) dari
kesan aslinya tergolong ke dalam memori sedangkan yang lain tergolong ke dalam
imajinasi.
Skeptisisme
Hume semata didasarkan kepada penolakannya atas prinsip induksi. Prinsip
induksi, seperti diterapkan pada hukum sebab-akibat, menyatakan bahwa jika A ditemukan
sangat sering disertai atau diikuti dengan B, dan tidak diketahui contoh dimana
A tidak disertai atau diikuti B, maka tidak mustahil bahwa pada kesempatan
selanjutnya di mana A teramati ia akan disertai atau diikuti B.
Dalam masalah
sebab-akibat, mungkin banyak orang yang membayangkan bahwa kilat itu penyebab
datangnya petir, sebab petir datang setelah kilat. Padahal keduanya terjadi
bersamaan karena faktor ketiga yaitu muatan listrik.
Sesorang bisa
melihat seekor kucing hitam melintasi jalan raya. Kemudian dia jatuh dan lengannya
patah. Tapi itu bukan berarti bahwa ada hubungan kausal antara kedua kejadian
tersebut.
Kenyataan
bahwa satu hal mengikuti yang lain tidak selalu berarti bahwa ada hubungan
kausal. Salah satu perhatian filsafat adalah mengingatkan orang-orang agar
tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Sesungguhnya itu dapat mendorong
timbulnya takhayul.
Dalam ilmu
pengetahuan penting sekali untuk tidak terburu-buru menarik kesimpulan. Misalnya
kenyataan bahwa banyak orang akan menjadi sehat setelah menelan obat tertentu,
tidak selalu berarti bahwa obat itulah yang menyembuhkan mereka. Itulah sebabnya
harus dibentuk kelompok kontrol pasien yang mengira bahwa mereka juga diberi
obat yang sama. Padahal dalam kenyataannya hanya diberi tepung dan air. Jika pasien-pasien
ini juga menjadi sembuh, pasti ada faktor ketiga yang bekerja. Misalnya kepercayaan
bahwa obat itu telah bekerja dan telah menyembuhkan mereka.
Kalau gejala A
mengikuti B bukan berarti itu adalah sebab akibat. Ada perbedaan tentang yang
didalam benda dengan harapan kita akan kebiasaan yang terjadi.
Hume akan
mengatakan bahwa kita telah menyaksikan
sebuah batu jatuh ke tanah berkali-kali setelah dilepaskan dari udara. Tapi kita
belum pernah mengalami bahwa batu akan selau jatuh. Sudah biasa dikatakan bahwa
batu jatuh ke tanah dikarenakan oleh hukum gravitasi. Tapi kita belum pernah
menyaksikan hukum semacam itu. Kita hanya menyaksikan bahwa benda-benda jatuh.
Siapa yang
akan terkejut bila melihat batu melayang-layang diatas tanah selama satu jam,
seorang mahasiwa tingkat 4 atau seorang anak usia setahun?
Sepertinya
pilihan jawaban akan jatuh kepada mahasiswa tingkat 4. Mengapa? Sebab si
mahasiswa lebih tahu daripada si bayi betapa tidak alamiahnya kejadian
tersebut. Juga ,sebab si bayi belum mengetahui perilaku alam atau barangkali
karena alam belum menjadi kebiasaan baginya.
Misalkan mahasiswa
tingkat 4 tadi pergi menonton sulap bersama adiknya yang masih kecil, kira-kira
berumur 4 tahun. Disana benda-benda dibuat melayang di udara oleh sang pesulap.
Yang mana diantara mereka yang akan merasa senang dan terhibur? Jawabannya tentu
sama dengan pertanyaan sebelumnya tentang batu yang melayang di udara.
Hume akan
menambahkan bahwa anak itu belum menjadi budak dari harapan dan kebiasaan, jadi
pikirannya lebih terbuka daripada seorang mahasiswa tingkat 4. Filosof seperti
anak, memandang dunia sebagaimana adanya, tanpa menambahkan sesuatu pada segala
sesuatu lebih dari yang dialaminya.
Ketika Hume
membahas tentang kekuatan dari kebiasaan, dia memusatkan perhatian kepada hukum
sebab akibat atau kausalitas. Hukum ini menetapkan sesuatu yang terjadi pasti
ada sebabnya. Hume menggunakan dua bola bilyar sebagai contoh. Jika kita
menggelindingkan sebuah bola bilyar hitam menabrak bola putih yang dalam
keadaan diam. Apa yang akan terjadi dengan bola putih itu?
Bola hitam akan mulai bergerak
jika bola hitam menghantam bola putih..
Mengapa itu terjadi?
Sebab bola putih terhantam bola
hitam.
Biasanya kita katakan bahwa
pengaruh dari bola hitam merupakan penyebab mulainya bola putih bergerak. Tapi
kita harus ingat, kita hanya dapat membicarakan tentang apa yang
sungguh-sungguh telah kita alami.
Meskipun kita
telah pernah mengalaminya berkali-kali, Hume akan mengatakan bahwa satu-satunya
yang pernah kita lihat adalah bahwa bola putih mulai menggelinding di atas
meja. Kita belum pernah mengetahui penyebab aktual dari mulai menggelindingnya
bola putih tersebut. Kita telah mengetahui bahwa suatu kejadian datang setelah
yang lain, tetapi belum pernah mengetahui bahwa kejadian yang lain disebabkan
oleh kejadian yang pertama.
Hume menekankan
bahwa harapan agar satu hal mengikuti hal lain tidak melekat pada hal-hal itu
sendiri, melainkan pada pikiran kita. Dan harapan, seperti kita tahu dikaitkan
dengan kebiasaan. Kembali kepada si anak kecil, dia tidak akan mentap takjub
seandainya pada waktu satu bola bilyar menghantam bola lainnya, keduanya tidak
bergerak. Jika kita berbicara tentang hukum alam atau sebab akibat, sesungguhnya
kita sedang membicarakan tentang apa yang kita harapkan bukannya apa yang masuk
akal.
Hukum alam
bukanlah masalah masuk akal atau tidak masuk akal, hukum alam ya hukum alam. Harapan
bahwa bola bilyar putih akan bergerak jika dihantam bola bilyar hitam karenanya
bukan sifat yang melekat. Kita tidak dilahirkan dengan seperangkat harapan tentang
seperti apa dunia itu atau bagaimana tingkah laku benda-benda di dunia. Dunia
itu sebagaimana adanya, dan itulah yang kita ketahui.
Hume tidak
menyangkal hukum alam yang tak
terpatahkan, tapi dia berpendapat bahwa karena kita tidak dalam posisi
untuk mengalami hukum alam itu sendiri, kita dapat dengan mudah sampai pada
kesimpulan yang salah.
“Dan meskipun aku hanya pernah
melihat burung gagak hitam sepanjang hidupku, bukan berarti bahwa burung gagak
putih itu tidak ada. Bagi seorang filosof atau seorang ilmuwan adalah penting
untuk tidak menyangkal kemungkinan untuk menemukan burung gagak putih. Kamu
bolehmengatakan bahwa memburu gagak putih adalah tugas ilmu pengetahuan.” Alberto
Karena kita pernah melihat
sekumpulan kuda hitam tidak berarti semua kuda berwarna hitam.
Jika kita pernah melihat kemudi
atau setir mobil di sebelah kanan, bukan berarti semua mobil setir nya di
kanan.
Hume juga
memberontak melawan pemikiran rasionalis dalam bidang etika. Kaum rasionalis
selalu beranggapan bahwa kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah itu
sudah melekat pada akal manusia. Kita telah menemukan gagasan tentang apa yang
disebut hak alamiah ini pada banyak filosof sejak Sokrates hingga Locke. Tapi menurut
hume, bukan akal yang menentukan apa yang kita katakan dan lakukan, melainkan
perasaan.
Jika kita
memutuskan untuk menolong seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, kita
melakukannya karena dorongan perasaan, bukan akal.
Jika kita tidak mau menolong,
itupun menyangkut perasaan. Tidak dapat dikatakan masuk akal atau tidak masuk
akal jika tidak mau menolong seseorang yang membutuhkan.
Menurut Hume,
setiap orang mempunyai perasaan menyangkut kesejahteraan orang lain. Jadi kita semua punya kemampuan
untuk merasa terharu. Tapi itu tidak ada hubungannya dengan akal.
Kita tidak
dapat menggunakan akal sebagai ukuran bagi cara kita seharusnya bertindak. Bertindak
secara tanggung jawab bukan berarti menguatkan akal kita melainkan memperdalam
perasaan kita demi kesejahteraan orang lain.
“Tidak bertentangan dengan akal jika aku lebih suka menghancurkan seluruh dunia daripada melukai jari tanganku”, kata Hume.
Karya-karya Hume :
A Kind of History of My Life
(1734)
A Treatise of Human Nature: Being
an Attempt to introduce the experimental Method of Reasoning into Moral
Subjects. (1739–40)
An Abstract of a Book lately
Published: Entitled A Treatise of Human Nature etc. (1740)
Essays, Moral, Political, and
Literary (first ed. 1741–2)
A Letter from a Gentleman to His
Friend in Edinburgh: Containing Some Observations on a Specimen of the
Principles concerning Religion and Morality, said to be maintain'd in a Book
lately publish'd, intituled A Treatise of Human Nature etc. Edinburgh (1745)
An Enquiry Concerning Human
Understanding (1748)
An Enquiry Concerning the
Principles of Morals (1751)
Political Discourses, (part II of
Essays, Moral, Political, and Literary within vol. 1 of the larger Essays and
Treatises on Several Subjects) Edinburgh (1752). Included in Essays and
Treatises on Several Subjects (1753–56) reprinted 1758–77.
Political Discourses/Discours
politiques (1752–1758), My Own life (1776), Of Essay writing, 1742
Four Dissertations London (1757)
The History of England (Sometimes
referred to as The History of Great Britain) (1754–62)
The Natural History of Religion.
Included in "Four Dissertations" (1757)
"My Own Life" (1776)
Dialogues Concerning Natural
Religion (1779)
Sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume
Buku 100 Filosofi 1 karya Lee
Young Il. Ahn Hyung Mo
Buku Sejarah Filsafat Barat karya
Bertrand Russell
Buku Dunia Sophie karya Jostein
Gaarder
Buku Ringkasan Sejarah Filsafat
karya Prof. K. Bertens.
Buku Plato ngafe bareng singa
laut, berfilsafat dengan anekdot karya Thomas Cathcart dan Daniel M. Klein.