dari masa SMA
Cerita
ini ditulis waktu aku sedang ingin menuliskannya kembali.
2009
Tahun
ini adalah kumpulan bulan-bulan yang indah bagiku. Bukan karena ada madunya
melainkan memang indah karena kurasakan demikian. Ini adalah masa-masa awal aku
diterima di SMA yang sudah susah payah aku usahakan memasukinya.
Hatiku
gembira, statusku sudah bukan siswa SMP lagi, meskipun masih tetap siswa,
sekarang beda, sudah SMA. Aku bertemu dengan orang-orang yang mukanya baru kali
itu kulihat dan namanya pun baru kudengar. Kami kemudian diasramakan dengan
segala undang-undang dan hukum yang berlaku didalamnya.
Kelas
satu, waktu itu aku 45 kilogram, kurus kering dengan beberapa butir jerawat di
pipi kiri juga kananku. Sisa puber yang masih terbawa saat SMP. Aku mulai
menyesuaikan diri layaknya individu yang menemui habitat baru. Belajar tata
krama, sopan-santun dan bahasa resmi daerah itu. Hmm asiknya jika kubayangkan
kalau hidup bisa sedamai itu saja tanpa masalah.
Tapi
tidak demikian tentu saja akan ada seleksi bagi yang ingin mendapati dirinya di
tingkat yang lebih tinggi. Kalau dalam istilah asrama di SMA ku adalah
degradasi. Kalian mau tahu artinya? Itu maksudnya adalah pencabutan hak atas
siswa yang di asrama terhadap keasramaannya. Singkatnya dia dikeluarkan dari
asrama.
Tentu
saja ini sangat menakutkan bagi yang menganggapnya menakutkan kan ya? Aku pun demikian
dalam menganggapnya. Kukira sama dengan teman-temanku yang lain. Setelah melewati masa ujian kenaikan
kelas, bagiku Alhamdulillah, sebab aku tergolong siswa yang selamat dari
degradasi. Namun demikian, aku juga sedih, kami sama-sama menangis bersama
mereka yang di degradasi.
2010
Nah
ini dia. Aku mulai menemukan diriku dalam kesukaan akan puisi. Mungkin karena
suasana hatiku yang agak melankolis sehingga mencari-cari yang indah. Waktu itu
hanya tulisan indah yang kutemui. Sampai akhirnya ada sesuatu yang baru
kurasakan. Yang belum pernah sebelumnya. Jika boleh aku berpendapat, mungkin
itu Cinta.
Cinta
kata orang bijak tidak butuh alasan, buta, membuat gila. Mungkin demikian,
tetapi aku merasakan sesuatu yang baru mengisi rongga baru dalam kompleksitas
perasaan.
Untuk
menceritakannya kembali aku akan membuat nama samaran. Kalian sebut saja aku adalah
kamu. Sedangkan aku akan menyebut kalian kalian. Dan lawan jenis yang dekatnya
aku merasakan baru dia-ku, dan kalian boleh membayangkannya sebagai dia-mu.
Hmmm mengerti sampai disini jika belum ulangi lagi dari paragraf sebelumnya.
Ah,
aku lupa. Satu peraturan yang sangat penting buat siswa asrama adalah, Dilarang
berpacaran. Hmm
Tulisan
indah yang kugemari membacanya ibarat daun. Dan diaku yang baru itu menjadi
angin yang menerbangkannya bergoyang-goyang di dalam kepalaku. Aku mulai
menulis, tidak sekadar hanya membaca-baca lagi.
Yang
namanya anak ingusan yang dirundung perasaan asmara, tentu puisinya tidak lari
dari pemujaan, keindahan, angan yang membumbung. Ah, kurasa kalau aku bisa
memutar waktu, aku akan tetap ingin menjadi demikian. Menuliskan kata-kata
indah yang berisi pesan tersirat kepada dia-ku.
Mengapa
aku yakin ini adalah perasaan cinta? Mudah saja. Aku bahkan tidak tahu mengapa
ketidakhadirannya membuatku merasa kehilangan. Aku juga tidak tahu mengapa saat
dekatnya, jantungku berdetak lebih cepat. Kalian boleh tidak percaya. Aku bisa
merasakan kehadirannya dalam jarak sekitar 10 m. Meskipun tidak melihatnya,
waktu itu jantungku akan berdebar. Ini ada seorang kawanku yang pernah aku
buktikan dengan meletakkan tangan kanannya pada dada kiriku.
Aku
serius. Mungkin begitulah caranya cinta bekerja. Melalui mekanisme yang belum
dapat dipahami akal sehat. Apalagi waktu itu aku masih kelas 2.
Hmmm.
Aku tidak usah mendeskripsikan detail dia-ku kepada kalian. Yang jelas siapapun
akan mempesona bila tanpanya kau merasa kehilangan.
Cukup.
Sekarang
dia-ku sudah menjelma menjadi sesuatu yang aku dan kalian akan memanggilnya
sama denganku : Dia-nya.
Tanpa
sempat menjadi kau-ku lebih dulu. Ya mungkin seperti kapur barus yang bisa
menjadi gas tanpa menjadi cair dulu.
Tetapi
cinta adalah perasaan yang mengembang. Sekali cinta tetap cinta namun dalam
pemahaman yang tentu juga meluas. Seluas akal yang membentang dari lahir ke
mati.
ini fotoku waktu masih 1 sma
Jangan
sedih, karena kita diciptakan lewat orang tua yang bersenang-senang.-Pidi Baiq-