[Resensi Buku] Plato Ngafe Bareng Singa Laut. Berfilsafat dengan Anekdot
Resensi Buku
Judul : Plato Ngafe Bareng Singa Laut. Berfilsafat dengan Anekdot
Penulis : Thomas Cathcart & Daniel M. Klein
Penerjemah : P. Hardono Hadi
Penerbit : Kanisius
Cetakan : V 2015
Tebal : 211 hlm
Harga : Rp42.300,00
Untuk mengenang kakek filsuf kita Groucho Marx, yang meringkas ideologi dasar kita ketika dia mengatakan “Inilah prinsip-prinsip saya; kalau anda tidak menyukainya saya mempunyai yang lain.”
Apa jadinya jika dua mahasiswa lulusan filsafat Harvard menulis buku filsafat ? Tentu kita akan berpikir akan ada tulisan yang penuh istilah dari hasil berpikir dari rasio ke rasio, dari bertanya ke bertanya, dan merenung ke merenung. Namun buku ini, seperti judulnya yang memang agak nyeleneh Thomas dan Daniel berolok-olok dengan filsafat. Dengan berbagai cerita anekdot yang absurd mereka menyampaikan aliran atau cabang filsafat.
Metafisika, logika, epistemologi, etika, filsafat agama, eksistensialisme, filsafat bahasa, filsafat sosial politik, relativitas, dan metafilsafat; mereka garap lahap dalam buku ini.
Mereka berolok-olok dengan filsafat, seolah filsafat itu memang bisa diolok-olok.
Seperti pada pendahuluan. Tokoh rekaan mereka dalam buku ini Dimitri dan Tasso bercakap
DIMITRI : Kalau Atlas mengangkat dunia, apa yang mengangkat Atlas?TASSO : Atlas berdiri di atas punggung seekor kura-kuraDIMITRI : Lalau apa yang dibawah kura-kura?TASSO : Kura-kura lain.DIMITRI : Dan apa yang ada di bawah kura-kura lain itu?TASSO : Dimitriku sayang, kura-kura dan terus kura-kura ke bawah. (halaman 1)
Nah, potongan dari dialog ini berasal dari Yunani kuno tentang konsep gerak mundur tanpa batas. Konsep yang muncul ketika kita bertanya, : Adakah sebuah Sebab Pertama atau Causa Prima dari kehidupan semesta ruang dan waktu – dan yang terpenting – Pencipta? Sesuatu pasti menciptakan kura-kura atau dengan pencipta lagi di belakangnya. Ada pencipta terus menerus ke bawah. Dalam hal lain John Lennon pernah berkata, “Tidak ada apapun, sebelum Elvis.” Nah begitulah kira-kira gambaran buku ini. Polanya adalah anekdot – dan sedikit uraian tentang pembahasan.
Misal lagi dalam bab Epistemologi. Bagaimana Anda tahu bahwa Anda tahu hal yang Anda pikir Anda tahu? Singkirkan kemungkinan jawaban, “saya memang tahu!” dan yang tersisa adalah epistemologi.
Nah sebelum mengurai sedikit tentang epistemologi dan cogito ergo sum-nya Descartes, ada anekdot berikut:
Seorang laki-laki tersandung dan masuk ke dalam sebuah sumur yang dalam dan meluncur seratus kaki sebelum menangkap akar yang kuat, yang menghentikan jatuhnya. Pegangannya semakin lama semakin lemah, dan dalam keputusasaaanya dia berteriak keras apakah ada orang di atas sana?Dia melihat ke atas, dan yang dapat dia lihat adalah suatu lingkaran di langit. Tiba-tiba awan berpendar dan suatu suara yang menggelegar, “ Saya, Tuhan, di sini. Lepaskan akarnya, dan saya akan menyelamatkanmu.”Orang itu berpikir sejenak dan kemudian berteriak, “Apakah ada orang lain di atas sana?”.
Menurut saya buku ini adalah salah satu pintu untuk mengenal filsafat. Sebagai pintu tentu tidak cukup dengan hanya dibuka saja. Untuk mengetahui isi ruangan kita tetap harus masuk gedung filsafat itu. Namun di pintu ini seperti sudah ditempeli beberapa kata kunci dari Telos Aristoteles, Determinisme, Nalar Karl Popper, Logika, Epistemologi, Empirisme Hume, Das Ding An Sich Immanuel Kant, Fenomenologi Husserl, Etika, Ubermensch Nietzche, Psikoanalisa Freud,Teologis, Eksistensialime, Dialektiga Hegel, Filsafat Bahasa Wittgenstein, Filsafat Politik Hobbes, John Locke, JJ Rousseau, Relativisme Chuang Tzu,sampai Metafilsafat Rudolf Carnap dkk.
Namun mesti diingat, meskipun buku ini membicarakan banyak hal dengan anekdot-anekdot lucu garing dan absurd tapi ini baru sebatas kulitnya saja, belum menyentuh daging apalagi biji buah filsafat itu sendiri. Untuk pemula, buku ini cocok dibaca. Berbeda dengan novel Dunia Sophie - Jostein Gaarder, yang juga sebuah karya untuk berkenalan dengan filsafat, buku ini memberikan keringanan yang lebih, sehingga lebih renyah dan enak dicerna.
Akan tetapi sebagai karya terjemahan barangkali ada beberapa anekdot yang agak susah dipahami atau mungkin memang tidak sesuai dengan lawakan di negeri kita. (saya tidak ingin mencemooh pelawak yang mencemooh rekannya demi kelucuan dan bahak penonton sebab saya bukan golongan mereka). Ya namun kebanyakan memang ditentukan dengan pengalaman dan kemampuan analogi masing-masing dengan itu.
Selain itu bila ditinjau dari segi penjelasan, beberapa memang cukup menjawab sticker. Kemudian ada beberapa fragmen yang singkat sekali uraiannya. Untuk beberapa anekdot kita dapat berprasangka buruk dengan menganggap bahwa anekdot itu hanyalah dicaricocologi kecocokannya dengan tema filsafat yang dibahas. Tidak mengapa, sebab filsafat bukan lahir dari lelucon (meskipun mungkin ada beberapa bagian). Buku ini mengajak tertawa bersama filsafat yang sering dianggap penuh kegelapan dan pusing berpilin memutar pikiran, juga identik dengan kesesatan dan sebagainya atau mungkin buang waktu, dan tidak menghasilkan apa-apa.
Buku ini, ya saya mengulang lagi, adalah pengantar dengan bumbu humor. Kalau ingin lebih, alangkah baiknya dipadu dengan “Dunia Sophie - Jostein Gaarder” dan “Sejarah Filsafat Barat - Bertrand Russell.”
Saya sangat merekomendasikan buku ini kepada para mahasiswa dan SMA sebab ada sebentuk jalan menuju kebijaksanaan di dalamnya.