[Resensi Buku] Kumpulan Cerpen Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault

Selasa, Januari 31, 2017 0 Comments A+ a-

Resensi Buku Kumpulan Cerpen Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault

 

Judul                : Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault
Penulis             : Risda Nur Widia
Editor              : Muhajjah Saratini
Penerbit          : BASABASI
Cetakan           : I, Desember 2016
Halaman         : 216 hlm.

Ingatan penulis langsung menyambar nama Iwan Simatupang begitu melihat judul buku ini. Tokoh Anda serupa dengan tokoh kita. Tokoh kita merupakan nama tokoh dalam novel-novel Iwan seperti Ziarah, Merahnya Merah, dan Kering. Tokoh kita, sebagai kata ganti orang ketiga, diciptakan oleh Iwan sebagai novel yang anti-hero.

Tokoh Anda, jika penulis bayangkan ialah tokoh milik pembaca. Seperti dalam ungkapan baju Anda atau mata Anda. Tetapi ternyata tidak. Nama tokohnya justru Anda. Apakah singkatan dari Yolanda, Ananda, atau Belanda ? Tidak tahu.

Lantas Mati Bahagia, Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia. Mati Bahagia adalah novel posthumous (karya yang diterbitkan pasca kematian penulis) Albert Camus. The Happy Death (Mati Bahagia) merupakan prototipe novel agungnya L’Etranger (Orang Asing). Sedankan Mersault,  adalah tokoh utama dalam kedua novel itu.

Begitu menuntaskan cerpen ini, penulis segera mempertanyakan alasan pemilihan judul buku ini. Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault. Padahal Tokoh bernama Anda ini hanya muncul sekali dalam cerpen pembuka. Sisanya tokoh yang kerap muncul justru adalah Tarno. Dalam jumlah yang banyak. Rasa penulis, mestinya judul buku ini lebih tepat Tarno dan Sepilihan cerita lain atau Dunia Tarno seperti dalam Dunia Sukab milik Seno Gumira. Atau Tokoh Tarno yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault, jika ingin mempertahankan embel-embel Albert Camus-nya.

Membaca cerpen pembuka ini. Penulis teringat dengan gaya narasi Gao Xingjian dalam cerpen Membeli Batang Pancing untuk Kakekku (Buying a Fishing Rod for My Grandfathter). Gao menggunakan kata ganti Kau. Apakah “Kau” disini sebagai tokoh protagonis cerita atau pembaca atau justru diri narator yang lain, yang bisa jadi berbeda dimensi waktu atau ruang? Tidak tahu. Narator di waktu lalu atau tempat lain.  Pembaruan gaya narasi ini berkembang pada masa aliran noveau roman di  Perancis. Iwan Simatupang jelas salah satu sastrawan Indonesia yang terpengaruh dengan kebangkitan generasi ini. Dari situ lahirlah Tokoh kita dalam novel-novel Iwan.

Salah seorang tokoh aliran noveau roman, Michael Butor menulis novel dengan tokoh Kau. Gaya narasi sebagai bagian dari teknik bercerita memang salah satu kemungkinan dalam pembaharuan fiksi. Pembaruan ini dilakukan pasca bagian karakter dan plot dieksplorasi habis-habisan seperti yang dilakuakan Flaubert dan Dostoevsky.

Cerpen pembuka ini dibuka dengan kepada siapa cerpen ini ditujukan: Untuk Dewi Kharisma Michelia dan Mario F Lawi dan Rio Johan. Barangkali orang-orang ini adalah rekan sesama penulis. Kemudian Risda memulai dengan deklarasi semacam disclaimer bahwa kisahnya tidak begitu penting. Bila ingin membacanya, maka duduklah dengan tengan dan bacalah. Sekailas bagian ini mirip dengan pembukaan cerpen A.S. Laksana: Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut dalam kumpulan cerpen Murjangkung. Teknik membuka cerpen dengan berkomunikasi kepada pembaca sekaligus memberi jarak dengan cerita. Akan tetapi tetiba saja cerita mendadak sudah dimulai pada kalimat selanjutnya.

Tema cerita didominasi oleh perang dan tragedi ’65. Membaca cerpen Risda tentang perang ibarat menyaksikan langsung suasana perang yang mencekam. Risda amat kuat dalam deskripsi dan pensuasanaan. Latar tempat dan suasana cerita begitu nyata dibenak penulis. Perang yang dieksloprasi pun beragam. Dari Perang Dunia II di Stalingrad, sampai ke Perang Timur Tengah, hingga dalam negeri Tragedi ’65. Sepertinya Risda memiliki benang merah kemanusiaan untuk dituliskan. Tokoh-tokoh sejarah pun acap diangkat seperti Hitler, Ki Hadjar, dll.

Ada juga cerpen bertema religius seperti judul Lempeng Emas berlatar konflik Timur Tengah. Ada cerpen kritik sosial seperti Bayi-bayi dari Langit. Cerpen beraroma enviromentalis Pohon Langit dan tema-tema cinta dan keluarga.

Secara umum cerpen-cerpen Risda adalah cerpen yang realis, akan tetapi pada beberapa kesempatan  Risda menambahkan unsur-unsur magis seperti dalam cerpen Jatilan, Pulung Gantung, Seribu Kupu-kupu di Langit, Wangi Daun Semanggi, dan Kereta Pengantar Roh. Risda memasukkan aroma folklore dan unsur mistik. Risda juga cukup lihai mengangkat lokalitas seperti dalam cerpen Kutukan Lembah Baliem dan Darah Ini Merah, Gowok. Mengingat judul Darah Ini Merah, Gowok adalah modifikasi dari dialog gerwani manakala menyiksa para jenderal AD dalam film janur kuning besutan----. darah itu merah jenderal. Cerpen ini bertema tragedi ’65 dari sudut pandang para penduduk yang menjadi ‘korban’ main tuduh.

Gaya bercerita Risda mampu membawa pembaca larut ke dalam emosi para tokoh-tokohnya. Apalagi cerpen yang bertema perang dan tragedi 65 tersebut. Risda membangkitkan simpati. Sementara untuk cerpen yang bertema keluarga dan cinta, terasa Risda kurang lihai dalam hal itu. Dalam cerpen Jatilan, tokoh Tarno karena alasan ekonomi memilih bekerja menjadi jatilan. Risda kurang mengeksplorasi kondisi psikologis para tokoh misalnya seperti Istri Tarno. Di “Jatilan” Risda memang kuat dalam penggambaran suasana Jatilan, tetapi kurang terasa dalam saat menokohkan. Serupa dengan cerpen Wangi Daun Semanggi, cerpen tentang pasangan suami-istri yang istrinya hamil dan mengidam. Dialognya agak kaku dengan kata sayang yang diulang-ulang. Romantisme suami istri belum disuguhkan Risda secara memukau. Namun demikian untuk pemilihan ending, keterampilan Risda wajib diacung jempol. Ia patut disandingkan dengan ending Gus tf Sakai dalam cerpen Kemilau Cahaya perempuan buta. Ending yang gemilang dan mengagumkan.


Membaca cerpen kumpulan Risda ini adalah langkah berkenalan dengan khazanah cerpen-cerpen Indonesia mutakhir. Seorang penulis muda yang terus mencari gaya dan memburu tugas kepenulisannya serta menemukan karakter khas dan citarasa cerpennya. Penulis yakin jika Risda konsisten menulis, cerpen-cerpen beliau akan menjadi cerpen yang punya posisi penting dalam sastra Indonesia mendatang.