[Resensi Buku] Kumpulan Cerpen Tokoh Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault
Resensi Buku Kumpulan Cerpen Tokoh
Anda yang Ingin Mati Bahagia seperti Mersault
Judul : Tokoh Anda yang Ingin Mati
Bahagia seperti Mersault
Penulis : Risda Nur Widia
Editor : Muhajjah Saratini
Penerbit : BASABASI
Cetakan : I, Desember 2016
Halaman : 216 hlm.
Ingatan penulis langsung menyambar
nama Iwan Simatupang begitu melihat judul buku ini. Tokoh Anda serupa dengan
tokoh kita. Tokoh kita merupakan nama tokoh dalam novel-novel Iwan seperti
Ziarah, Merahnya Merah, dan Kering. Tokoh kita, sebagai kata ganti orang ketiga,
diciptakan oleh Iwan sebagai novel yang anti-hero.
Tokoh Anda, jika penulis bayangkan ialah
tokoh milik pembaca. Seperti dalam ungkapan baju Anda atau mata Anda. Tetapi
ternyata tidak. Nama tokohnya justru Anda. Apakah singkatan dari Yolanda,
Ananda, atau Belanda ? Tidak tahu.
Lantas Mati Bahagia, Tokoh Anda yang
Ingin Mati Bahagia. Mati Bahagia adalah novel posthumous (karya yang diterbitkan
pasca kematian penulis) Albert Camus. The Happy Death (Mati Bahagia) merupakan prototipe
novel agungnya L’Etranger (Orang Asing). Sedankan Mersault, adalah tokoh utama dalam kedua novel itu.
Begitu menuntaskan cerpen ini,
penulis segera mempertanyakan alasan pemilihan judul buku ini. Tokoh Anda yang
Ingin Mati Bahagia seperti Mersault. Padahal Tokoh bernama Anda ini hanya
muncul sekali dalam cerpen pembuka. Sisanya tokoh yang kerap muncul justru adalah
Tarno. Dalam jumlah yang banyak. Rasa penulis, mestinya judul buku ini lebih
tepat Tarno dan Sepilihan cerita lain atau Dunia Tarno seperti dalam Dunia
Sukab milik Seno Gumira. Atau Tokoh Tarno yang Ingin Mati Bahagia seperti
Mersault, jika ingin mempertahankan embel-embel Albert Camus-nya.
Membaca cerpen pembuka ini. Penulis
teringat dengan gaya narasi Gao Xingjian dalam cerpen Membeli Batang Pancing
untuk Kakekku (Buying a Fishing Rod for My Grandfathter). Gao menggunakan kata
ganti Kau. Apakah “Kau” disini sebagai tokoh protagonis cerita atau pembaca
atau justru diri narator yang lain, yang bisa jadi berbeda dimensi waktu atau
ruang? Tidak tahu. Narator di waktu lalu atau tempat lain. Pembaruan gaya narasi ini berkembang pada
masa aliran noveau roman di
Perancis. Iwan Simatupang jelas salah satu sastrawan Indonesia yang
terpengaruh dengan kebangkitan generasi ini. Dari situ lahirlah Tokoh kita
dalam novel-novel Iwan.
Salah seorang tokoh aliran noveau
roman, Michael Butor menulis novel dengan tokoh Kau. Gaya narasi sebagai
bagian dari teknik bercerita memang salah satu kemungkinan dalam pembaharuan
fiksi. Pembaruan ini dilakukan pasca bagian karakter dan plot dieksplorasi
habis-habisan seperti yang dilakuakan Flaubert dan Dostoevsky.
Cerpen pembuka ini dibuka dengan kepada
siapa cerpen ini ditujukan: Untuk Dewi Kharisma Michelia dan Mario F Lawi dan
Rio Johan. Barangkali orang-orang ini adalah rekan sesama penulis. Kemudian
Risda memulai dengan deklarasi semacam disclaimer bahwa kisahnya tidak
begitu penting. Bila ingin membacanya, maka duduklah dengan tengan dan bacalah.
Sekailas bagian ini mirip dengan pembukaan cerpen A.S. Laksana: Bagaimana
Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut dalam kumpulan cerpen
Murjangkung. Teknik membuka cerpen dengan berkomunikasi kepada pembaca
sekaligus memberi jarak dengan cerita. Akan tetapi tetiba saja cerita mendadak sudah
dimulai pada kalimat selanjutnya.
Tema cerita didominasi oleh perang
dan tragedi ’65. Membaca cerpen Risda tentang perang ibarat menyaksikan
langsung suasana perang yang mencekam. Risda amat kuat dalam deskripsi dan
pensuasanaan. Latar tempat dan suasana cerita begitu nyata dibenak penulis. Perang
yang dieksloprasi pun beragam. Dari Perang Dunia II di Stalingrad, sampai ke
Perang Timur Tengah, hingga dalam negeri Tragedi ’65. Sepertinya Risda memiliki
benang merah kemanusiaan untuk dituliskan. Tokoh-tokoh sejarah pun acap
diangkat seperti Hitler, Ki Hadjar, dll.
Ada juga cerpen bertema religius
seperti judul Lempeng Emas berlatar konflik Timur Tengah. Ada cerpen kritik
sosial seperti Bayi-bayi dari Langit. Cerpen beraroma enviromentalis Pohon
Langit dan tema-tema cinta dan keluarga.
Secara umum cerpen-cerpen Risda
adalah cerpen yang realis, akan tetapi pada beberapa kesempatan Risda menambahkan unsur-unsur magis seperti
dalam cerpen Jatilan, Pulung Gantung, Seribu Kupu-kupu di Langit, Wangi Daun
Semanggi, dan Kereta Pengantar Roh. Risda memasukkan aroma folklore dan unsur
mistik. Risda juga cukup lihai mengangkat lokalitas seperti dalam cerpen
Kutukan Lembah Baliem dan Darah Ini Merah, Gowok. Mengingat judul Darah Ini
Merah, Gowok adalah modifikasi dari dialog gerwani manakala menyiksa para
jenderal AD dalam film janur kuning besutan----. darah itu merah jenderal.
Cerpen ini bertema tragedi ’65 dari sudut pandang para penduduk yang menjadi
‘korban’ main tuduh.
Gaya bercerita Risda mampu membawa
pembaca larut ke dalam emosi para tokoh-tokohnya. Apalagi cerpen yang bertema
perang dan tragedi 65 tersebut. Risda membangkitkan simpati. Sementara untuk
cerpen yang bertema keluarga dan cinta, terasa Risda kurang lihai dalam hal
itu. Dalam cerpen Jatilan, tokoh Tarno karena alasan ekonomi memilih bekerja
menjadi jatilan. Risda kurang mengeksplorasi kondisi psikologis para tokoh misalnya
seperti Istri Tarno. Di “Jatilan” Risda memang kuat dalam penggambaran suasana
Jatilan, tetapi kurang terasa dalam saat menokohkan. Serupa dengan cerpen Wangi
Daun Semanggi, cerpen tentang pasangan suami-istri yang istrinya hamil dan
mengidam. Dialognya agak kaku dengan kata sayang yang diulang-ulang. Romantisme
suami istri belum disuguhkan Risda secara memukau. Namun demikian untuk
pemilihan ending, keterampilan Risda wajib diacung jempol. Ia patut
disandingkan dengan ending Gus tf Sakai dalam cerpen Kemilau Cahaya perempuan
buta. Ending yang gemilang dan mengagumkan.
Membaca cerpen kumpulan Risda ini
adalah langkah berkenalan dengan khazanah cerpen-cerpen Indonesia mutakhir.
Seorang penulis muda yang terus mencari gaya dan memburu tugas kepenulisannya
serta menemukan karakter khas dan citarasa cerpennya. Penulis yakin jika Risda
konsisten menulis, cerpen-cerpen beliau akan menjadi cerpen yang punya posisi
penting dalam sastra Indonesia mendatang.