Intro : Pengantar
INTRO
Dengan sigap ia membuka laman yang disebutkan Profesor Fridtjof
dua belas menit yang lalu. Jari-jarinya lihai menekan tuts laptop Acer. Seperti lidah seekor Rana pipens kelaparan menyambar nyamuk
betina yang sedang terbang rendah. Tekanan tuts keyboard-nya menimbulkan perubahan kapasitansi pada kapasitor,
menghasilkan sinyal-sinyal listrik. Dalam masa kurang dari satu mikrodetik, prosesor intel di motherboard segera menerjemahkan sang
sinyal dalam bentuk visual, yang kita sepakati sebagai deretan huruf. www.fridtjof-mahdi.com. Drama mengetik
super cepat itu di akhiri dengan satu ketukan. Enter.
Tidak perlu menunggu 3 detik, laman situs tersebut sudah
tampil sempurna, tidak seperti yang ia derita saat di warnet SMA-nya dahulu,
ketika baru berkenalan dengan internet. Barangkali pikirannya berkata, untung saja aku tidak sedang di Indonesia. Seketika satelit mengirimkan data, teks dan
gambar ke Mozilla Firefox, web browser
yang Minas install setahun lalu saat
kuliah S1 di Institut Teknologi ternama di Tanah Airnya.
“Velkommen
til min side, FRIDTJOF
MAHDI, hÃ¥per du finner noe nyttig der”
Teks itu tertata rapi di tengah bagian atas laman itu.
Minas bisa melihat kotak-kotak tab Home, Profile, Jurnal, Buku Tamu, dan
Download dibawah ucapan selamat datang tersebut.
Minas tahu apa yang harus ia klik. Tanpa menunggu detik
berikutnya ia langsung mengarahkan kursor ke link download sembari
mengetuk touchpad dengan
terburu-buru. Ia harus mengerjakan tugas itu sebaik dan secepat mungkin. Matanya yang hitam bulat dengan bulu sedikit
lentik seketika melirik Swiss Army
milenium di tangan kanannya. Jam 18.10.
Hal ini berarti kurang dari tiga jam lagi tugas itu harus sudah selesai dan tersaji
di meja Profesor Fridtjof.
Sekejap mata, file
tugas itu telah tersimpan otomatis di drive C laptopnya. Minas menutup tab laman
situs profesor Fridtjof seiring dengan menutup Mozilla. Tanpa sadar
kursornya telah melintasi quotes sang Profesor. Vennskap er ikke for meg deg eller oss, men Ham.
***
Prajurit kecil itu pun membunuh sang Ratu. Sekarang
kerajaan kehilangan panglima terbaiknya.
Tinggallah Raja sendiri di singgasana terkepung tak berdaya. Musuh sudah
menghadang di pelupuk mata. Penuh nafsu untuk menghabisi nyawanya. Tiba-tiba saja
kuda lawan terjatuh. ”No !!!”, Sutan
berteriak spontan. Sutan lantas menunduk sambil menggeser kursi dengan pantatnya.
Matanya liar mencari kuda yang tak sengaja ia senggol dari papan catur ukuran
sedang itu. Sedetik. Dua detik. Detik ketiga pandangannya sudah berhasil
menyapu kamar berukuran 4x4 meter itu. Detik ketujuh Sutan sudah meletakkan
kembali kuda putih itu di posisi a3 , persis sesaat sebelum kudanya jatuh.
Langkah berikutnya Sutan menggeser Raja Hitam menuju d4
dengan tangan kirinya. Belum selesai pendaratan sang Raja Hitam, tangan
kanannya secepat kilat melakukan manuver dengan ancaman skak oleh pion putih. Prajurit
yang sebelumnya telah sukses mengirim Ratu Hitam ke luar arena permainan.
Sontak tangan kiri Sutan mengakhiri permainan tanpa kekalahan maupun kemenangan,
dengan langkah brillian. e5. Remis. Itulah akhir dari dokumentasi transkrip
pertandingan catur antara Kasparov VS Deep Blue yang sempat mengejutkan dunia
beberapa tahun lalu. Sang Juara Dunia Gary Kasparov bertanding melawan
Superkomputer Deep Blue dari IBM dengan kemampuan berpuluh-puluh kali lipat
dari prosesor komputer biasa. Hardcopy
transkrip itu didapat dari situs chessdatabase.com
yang sering diaksesnya sejak berusia 7 tahun. Ia membaca dan menggerakkan buah
caturnya sesuai dengan notasi-notasi dalam transkrip. Tangan kirinya laksana
tangan Kasparov dengan pasukan hitam, dan begitu pula dengan tangan kanannya. The Deep Blue’s Invisible Hand. Pasukan
putih.
Sutan menyeruput secangkir kopi hitam buatan ibu. Kopi yang sudah dingin
itu membuat perasaan lega. Permainan catur pun usai. Ia ingin segera
beristirahat melepas ketegangan urat syarafnya. Ternyata kafein kopi tadi belum
cukup merilekskannya. Baru saja akan menghempaskan badannya ke kasur, Sutan
mendengar seseorang memanggil namanya dari luar kamar. Tanpa berpikir beberapa
kali, ia memutuskan untuk segera bangkit dan beringsut menuju pintu kamarnya.
Pintu dari kayu jati tanpa cat itu ia buka dengan tangan kiri.”Ngeek” gesekan
antara engsel pintu menimbulkan derit yang khas. Sunyi. Tak ada siapa-siapa.