Berjalan Ke Haribaan Pertama Kedua dan Keawal
Berjalan Ke Haribaan Pertama Kedua dan Keawal
aku ingin berjalan-jalan
denganmu ke New York, Sidney, Hongkong, Tokyo, Barcelona sampai Venesia
menelusuri jejak surga, bersama pohon akasia, sakura dan burung gereja
lalu kita akan duduki malam di Berliner Orcherstra
kukecup lembut keningmu sebelum Rachmaninoff dan Chopin bercinta dengan pianonya
dan izinkanlah kemudian aku meneteskan cinta kepada pipimu, kepada
matamu kedua-duanya
tentang mimpi dan angan yang mengembang
membawamu memahami kuncup bunga yang mekar saat senja
memasukkanmu ke dalam biola kismis berdawai sembilan dari Austria
ya seharusnya kau sadar, aku semerta-merta membawamu
pada hadirat sang bahagia
aku ingin berjalan-jalan saja bersamamu
sebelum aku ke andromeda
dan telah kembali sebelum aku pergi
dari ritual berpuisi
Epilog
"Seruputlah jus lemon didepanmu dan senyumlah karena masamnya yang menggigitDan muncullah lesung pipi semesta mengembang disana. Aku kemudian menyusut diliputnyaKau boleh hina apapun darikuKecuali satu : perasaanku padamuKarena dia diciptakan darimu"
selamat malam bunga... Surat ini kutulis saat aku telah tiada
saat aku berjalan membelakangi panah waktu semesta: termodinamika
sudah sejak hari esok dan setelahnya aku katakan bahwa sejak dahulu aku menyayangimu
namun apa daya sekarang semesta sudah berhenti bernyanyi. Aku tiada mengingat apa-apa, kecuali masa datang
aku berjalan menjauhi tak hingga mendekati titik mula
karena semoga saja di bermula kau bermuara denganku. Aku satu denganmu dan kau satu denganku.
dan kubisikkan “aku cinta padamu sebagai seorang hamba melalui pelukannya”
kemudian Hubble membentangkan teleskopnya dan aku menjauh darimu
sambil mendekat padanya kemudian aku dan dia bersatu
aku akan terus berjalan kembali...
hanya padamu aku kembali
hanya padanya kita kembali
dan aku harus kembali berjalan meninggalkanmu padanya
saat Rumi menulis Masnawi
kulihat Iqbal naik keangkasa membawa kitab keabadian
saat Nizami menakdir Qais gila
kulihat dirimu menjadi Nur
yang menyelami ruh jiwa dan raga udara
begitulah akalku tiada dapat menangkapmu seperti tanganku hendak menggenggam suara di udara
hanya telinga saja bisa menjelaskan padaku kemudian hatiku menjadi tempat bermuara segalanya.
aku inginkan hari dan hatiku Kau peluk dengan cinta.
Bandung 2014