Komentar Singkat serta Curhat kepada Silampukau
Pertama aku mendengar lagu tentang anak yang main bola dan
lapangan mereka yang berubah jadi gedung. Waktu itu di sebuah sekretariat unit
baca tulis di kampus ITB Ganesha. Aku penasaran, lagu-lagu yang tidak biasa itu
muncul dari laptop Choirul ternyata. Entah kenapa, kembali rasanya aku ke masa kecil
di kampung, di pedalaman Sumatera. Sekitar 320 km ke arah utara dari Kota Padang.
Sebuah desa kecil anggap saja namanya Ujung Gading. Ya mendengar lagu itu,
meskipun lapangan bola kami waktu SD sampai sekarang masih sama, belum berganti
gedung. Tetapi tetap saja ada kenangan yang mencoba menyelip dalam bayangan.
Bergawang sandal. Uh, indahnya masa kecil.
Kemudian yang belakangan aku
mendengarkan beberapa lagu-lagunya dari situs youtube, menarik juga, apalagi
Puan Kelana, lagu kedua yang kudengar. Ya sebelumnya tentu Silampukau, Mas Choi
memberitahuku nama band itu. Nama yang
unik. Jujur saja aku tidak begitu tahu apalagi sampai paham tentang bagaimana
musik. Apalagi apa menyoal musik yang bagus dan berkualitas. Ketika banyak
orang bilang bahwa Efek Rumah Kaca bagus, yang kiranya aku belum mendengarnya,
begitu ada yang bilang bahwa ada ini itu yang bagus, dan sedang tren aku tidak
ikut sebab memang belum dengar barangkali.
Ya bagaimana pula membilang bagus
yang belum didengar bukan? Yang sudah saja tidak. Jujur yang kedua, untuk
selera musik aku begitu dipengaruhi oleh kawan dan juga suasana hatiku. Pada
masa SD dulu, aku amat menyukai ‘sahabat’ peterpan, 2DSD, khayalan tingkat
tinggi, kukatakan dengan indah, tak bisakah. Waktu SMP aku suka laskar cinta
dan pangeran cinta dari grup Dewa 19. SMA aku suka wali, aishiterunya zhivilia,
tomorrows ways yui. Bukan gegara apa tetapi itulah musik yang menyampai padaku.
Jikalah musik dianggap subjek yang bergerak, itulah yang mendekat padaku.
Masuk ITB tahun 2011 aku mulai berkenalan dengan Queen.
Meskipun SMP dulu aku pernah dengar juga akan tetapi lebih sukaku versi I Want
To Break Freenya Dewa. Masa kuliah ini aku mencoba kembali mendengarkan
lagu-lagu Queen. Karena sudah punya laptop dan internet, aku lebih mudah
mendapatkan lagu-lagu Queen. Aku download Discography-nya. Aku kepincut dengan
beberapa lagu seperti Killer Queen, Love of My Life, Play The Game, dan I Was
Born to Love You tentu selain Bohemian Rhapsody. Aku mulai mencari Queen di
internet. Dan kalau tidak salah Bohemian Rhapsody itu adalah lagu ke dua
terbaik sepanjang masa versi sebuah majalah musik. Lalu aku penasaran, macam
mana lagu nomor satu? Yang lebih dari Bohemian Rhapsody? Di list itu aku
dapat lihat Stairway to Heaven dari Led Zeppelin. Zeppelin setahuku adalah
sebuah nama balon udara.rasanya dalam mp3 bajakan kompilasi slowrock best itu
ada nama Led Zeppelin (CD MP3 yang kubeli semasa SMP). Ya aku coa dengar biasa
saja. Lebih ‘enak’ Bohemian Rhapsody.
Seiring bertambahnya waktu dan mulai sedikit berkenalan
dengan pembacaan, apresiasi dan hal-hal sekitar itu. Membaca, mendengar dan
menonton aku semacam punya nilai estetika sendiri. Terpengaruh oleh luar tentu,
aku mulai memercayai bahwa segala proses itu adalah proses aktif yang
melibatkan pengalamanku sendiri.Ya kalau tidak salah ini aku tambah yakin
setelah menonton video Bambang Sugiharto tentang filsafat.
Aku mulai mendapati diriku menikmati lagu-lagu Led Zeppelin,
mulai dari Stairway to Heaven, Since I’ve Been Loving You, Babe Im Gonna Leave
You. Suara Robert Plant dipadu dengan Petikan Gitar Jimmy Page sangat
memukauku. Bahkan setiap hari setidaknya aku memutar 10- 20 kali Stairway to
Heaven.
Setelah sempat berkenalan dengan musik The Panas Dalam Pidi
Baiq, aku mulai gandrung dia, lirik-lirik yang unik dan aneh tetap iasik. Gila
sekaligus jenius. Hampir semua lagu pidi baiq ku dengar dan kukumpulkan. Bahkan
tak pelak adik, ibu, serta keponakanku yang jauh di Sumatera pun terpengaruh
dengan seleraku waktu itu. Bagaimana caranya? Waktu liburan semester. Aku pulang
kampung dan menyetel lagu-lagu gila itu. Kemudian begitu Pidi Baiq bilang bahwa
ia sangat menyukai Bob Dylan. Aku mulai mendengarkan Bob Dylan. aku coba mendengarkan
hasil downloadan best platinum. Wow, memang Bob Dylan punya lirik-lirik yang
dalam dengan suara vokal yang teramat
sederhana. Aku jadi curiga Dilan novel pidi baiq itu mengambil nama tokoh
utamanya dari Bob Dylan yang belakangan kuketahui bernama Robert Zimmerman itu.
Kembali kepada Silampukau. Aku penasaran dengan lagu-lagu
mereka. Awalnya aku memandang sebelah mata para penyuka indie, aku merasa
mereka hanya sok keren dengan selera musik yang anti mainstream, yang
membully d masiv, wali, kangen band, ST12 dan kawan-kawan. Aku berprasangka
bahwa mereka cuma representasi dari golongan yang sok punya musikalitas tinggi
dan kelas menengah yang mencoba jadi borjuis. Makanya muncullah selera-selera
jazzpop a la a la tersebut.
Ternyata setelah kutinjau lebih lanjut tidak seburuk itu
juga, ada yang salah dengan cara pandangku terhadap musik indie. Aku menemukan
bahwa ternyata spirit indie itu patut diapresiasi. Indie dalam hal ini merekam
sendiri musik mereka dan mendistribusikan secara mandiri. Mereka tidak
mengorbit melalui label-label mayor. Ternyata bila ditelisik lebih jauh ada
semangat ekonomi anti-kapitalisme juga di sana. Dan mengusung spirit berkarya
murni. Sebab kabarnya menurut salah seorang kawan yang pernah ditawari rekaman
di Sony, mereka disuruh mengubah musikalitas mereka menjadi selera pasar.
Mengikuti kehendak pasar. Tentu seniman yang besar dan benar hanya mengikuti
kehendaknya bukan?
Kemudian tentang musik indi yang hedon dan memihak kelas
menengah atas. Lagi-lagi itu hanya semacam prasangka burukku saja dan tidak
terbukti. Apalagi dalam konteks ini silampukau. Malahan aku menyimak semangat
sesuai realitas melalui album Dosa,Kota dan Kenangan.
Meskipun aku bukan seorang yang terlahir di kota. Tetapi
setidaknya aku pernah tinggal di dua kota. 3 tahun di Kota Padang Panjang di
Sumatera Barat, dan lebih kurang 5 tahun di Bandung. Jadi sedikit banyak aku
memiliki gambaran apa itu kota dan bagaimana dia. Selanjutnya mari kita bahas
Silampukau.
Silampukau
Setelah kudengarkan lagu Puan Kelana yang memang waktu itu
aku sedang belajar Francais, lalu apa hubungannya? Sabar ada. Aku waktu itu
sedang gandrung dengan Para penyair Prancis dan ingin PDKT dengan seorang
mahasiswi Sastra Perancis. Makanya kuambillah kursus singkat Perancis di ITB.
Hasilnya entahlah. Upayaku menerjemahkan Puisi-puisi prancis macam Baudelaire,
Rimbaud, Verlaine, dan Mallarme, sedikit banyak meskipun secara teknis tidak
terlalu membantu, tetapi secara spirit dan semangat, suasana, cukuplah.
Puan Kelana
Kau
putar sekali lagi
Champs-Elysees (ze).
1 2 3 2 1 3 12 (Jumlah suku kata)
Lidah kita bertaut a la Francais
(se).
2 2 3 2 2 11
Langit sungguh jingga itu sore,-> aliterasi g berganda. Keren !
2
2 2 2 2 10
dan kau masih milikku. -> aliterasi
k dan m
1 1 2 3 7
Kita
tak pernah suka air mata. -> asonansi a,
aliterasi k,p
2 1 2 2 2 2 11
Berangkatlah sendiri
ke Juanda.
4 3 1 3 11
Tiap kali langit meremang jingga,
2 2 2 3 2 11
aku
‘kan merindukanmu.
2 1 5 7
Ah,
kau Puan Kelana,
1 1 2 3 7
mengapa musti ke sana?
-> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
Jauh-jauh Puan kembara,
2 2 2 3 9
sedang dunia punya
luka yang sama. –> asonansi a dan u
2
3 2 2 1 2 12
Mari,
Puan Kelana, -> pengulangan ‘an’
2 2 3 7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2 3 2 7
Toh,
hujan sama
menakjubkannya, -> asonansi
a
1 2 2 4 9
di
Paris atau di tiap sudut
Surabaya. > aliterasi
p,b,s
1 2 2
1 2 2 4 14
Rene
Descartes, Moliere, dan Maupassant (ong).
2 2 3 1 3 11
Kau
penuhi kepalaku yang kosong; -> aliterasi k,p
1 3 3 1 2 10
dan Perancis membuat kita sombong, -> huruf k,t,s,p, kakafoni
1 3 3 2 2 11
saat kau masih milikku. -> aliterasi s,k, dan m
2 1 2 3 8
Kita
tetap membenci air
mata. -> aliterasi
t dan huruf k,t,p mendukung kakafoni
2 2 3 1 2 10
Tiada
kabar tiada berita. -> pengulangan tiada
: anafora
3 2 3 3 11
Meski
senja tak selalu
tampak jingga, -> aliterasi s dan
k, suasana sendu
2 2 1 3 2
2 12
aku
terus merindukanmu. -> asonansi u
2 2 5 9
Ah,
kau Puan Kelana,
1 1 2 3 7
mengapa musti ke sana?
-> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
Jauh-jauh Puan kembara,
2 2 2 3 9
sedang dunia punya
luka yang sama. –> asonansi a dan u
2
3 2 2 1 2 12
Mari,
Puan Kelana, -> bunyi ‘an’ yang
diulang-ulang
2 2 3 7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2 3 3 8
Toh,
anggur sama
memabukkannya, -> asonansi
a
1 2 2 5 10
entah Merlot entah Cap Orang Tua. -> asonansi a
2 2 2 1
2 2 11
Aih, Puan Kelana,
2 2 3 7
mengapa
musti ke sana?-> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
Paris pun penuh mara bahaya
dan duka nestapa, -> aliterasi p, dan
asonansi a
2 1 2 2
3 1 2 3 16
seperti
Surabaya. -> dan aliterasi
s dan r
3 4 7
Surabaya, 2014
Puan Kelana ini menceritakan tentang dua manusia yang tengah berkasih-kasihan
mesti berpisah gegara salah satu dari mereka harus berangkat ke Paris. Empat
larik pertama sebutlah sebagai bait kesatu adalah penceritaan suasan ketika
mereka masih bemesra berdua. Kau putar skali lagi Champs Elysse. Tak pelak
silampukau langsung memanggil Champs-Elysse sebagai ikon dalam menghadirkan
Perancis. Silampukau tak memilih Eiffel mungkin gegara Eiffel sudah dipakai novel atau film Eiffel I’m in Love.
l Secara susunan, kalimat ini mengandung aliterasi s dan l. Bunyi s dan bunyi likuida
l ini serasi dengan Champs Elysse (baca : song syelize)-nya. Lalu aspek
jeda antara ‘putar’ dan ‘sekali lagi’, bunyi r setelah kata ‘putar’ segera
disambut dengan bunyi ‘s’ yang notabene adalah keduanya huruf mati. Pertemuan
kedua huruf mati ini melahirkan suatu jeda fonetik yang estetis. Hal ini juga
terdapat pada ‘lidah kita’, huruf h bertemu dengan huruf k.
Pada ‘langit sungguh’ juga dapat kita temui pertemuan dua
huruf mati t dan s. Serta bunyi e. Pada sore. Pada dan kau masih milikku (larik
ke 4) agak terasa cacat sebab merusak rima e. Serta jumlah suku kata yang turun
jauh menjadi 7 suku kata. Barangkali inilah salah satu keindahan lirik bait
pertama ini. Bila itu catat nanti ditemui lagi pada bait selanjutnya tentu akan
sangat kecil kemungkinan bahwa itu adalah sebuah cacat ritme atau cacat metrum
akan tetapi sebuah keindahan sendiri dan bolehlah disebut ars dan licentia
poetica.
Keterangan warna :
1.
Kuning menunjukkan pertemuan dua huruf
mati. huruf mati pada akhir kata pertama dan huruf mati pada awal kata kedua
(setelahnya)
2.
Hijau menunjukkan rima akhir
3.
Merah Muda menunjukkan rima akhir yang ‘cacat’.
Tentu untuk menilai suatu lirik lagu dengan kaidah a la puisi
barangkali penilaian yang tidak relevan, akan tetapi dalam hal ini penulis
menganggap Puan Kelana silampukau sebuah komposisi puitik. Ada banyak hal yang
luput dari penulis seperti bagaimana orkestrasi kata menjadi bunyi nada pada
lagu, hal tersebut tentulah diluar kemampuan penulis. Untuk menuliskan ini saja
sudah tergopoh.
Menurut saya tentu saja soal suka adalah soal selera. Orang
bisa suka asal ia mampu mempertanggungjawabkan hal tersebut. Apalagi kalau
sudah menilai bagus, tentu seyogyanya hal itu bisa dijelaskan setidaknya bentuk
paling hemat dari pertanggungjawaban.