Analisis Struktur dan Semiotik Lirik Lagu ‘Puan Kelana’ karya Silampukau
Tulisan di bawah ini merupakan sedikit percobaan penulis
dalam menganalisis sebuah lirik lagu. Sebenarnya metode yang penulis gunakan
lebih cocok diaplikasikan pada sebuah teks puisi. Namun begitu, terimasajalah
apa adanya. Mohon maaf bila tulisan ini
kurang komprehensif dan terkesan berserak. Memang demikianlah yang
sanggup dikerjakan penulis pada kesempatan ini. Mudah-mudahan ada manfaat.
Wassalam.
Puan Kelana
Aspek Bunyi
Kau
putar sekali lagi
Champs-Elysees (ze). ->
asonansi u, i, e. aliterasi s dan e
1 2 3 2 1 3 12 (Jumlah suku kata)
1 2 3 2 1 3 12 (Jumlah suku kata)
Lidah kita bertaut a la Francais
(se). -> asonansi
i,a. aliterasi t
2 2 3 2 2 11
Langit sungguh jingga itu sore,-> aliterasi g berganda.
Langit sungguh jingga itu sore,-> aliterasi g berganda.
2
2 2 2 2 10
dan kau masih milikku. -> aliterasi k dan m
dan kau masih milikku. -> aliterasi k dan m
1 1 2 3 7
Kita
tak pernah suka air mata. -> asonansi a,
aliterasi k dan p
2 1 2 2 2 2 11
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
4 3 1 3 11
Tiap kali langit meremang jingga, -> asonansi i
2 2 2 3 2 11
Tiap kali langit meremang jingga, -> asonansi i
2 2 2 3 2 11
aku
‘kan merindukanmu. -> aliterasi
k
2 1 5 7
Ah,
kau Puan Kelana, -> asonansi a
1 1 2 3 7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi m dan s
mengapa musti ke sana? -> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
Jauh-jauh Puan kembara,
Jauh-jauh Puan kembara,
2 2 2 3 9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
2
3 2 2 1 2 12
Mari,
Puan Kelana, -> pengulangan bunyi
‘an’
2 2 3 7
2 2 3 7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2 3 2 7
2 3 2 7
Toh,
hujan sama
menakjubkannya, -> asonansi
a
1 2 2 4 9
1 2 2 4 9
di
Paris atau di tiap sudut
Surabaya. > aliterasi
p dan s
1 2 2
1 2 2 4 14
Rene
Descartes, Moliere, dan Maupassant (ong).
2 2 3 1 3 11
2 2 3 1 3 11
Kau
penuhi kepalaku yang kosong; -> aliterasi k dan
p
1 3 3 1 2 10
1 3 3 1 2 10
dan Perancis membuat kita sombong, -> huruf k, t, s, p
(kakofoni)
1 3 3 2 2 11
1 3 3 2 2 11
saat kau masih milikku. -> aliterasi s, k, dan m
2 1 2 3 8
Kita
tetap membenci air
mata. -> aliterasi
t dan huruf k ,t, p (kakofoni)
2 2 3 1 2 10
2 2 3 1 2 10
Tiada
kabar tiada berita. -> asonansi a
3 2 3 3 11
3 2 3 3 11
Meski
senja tak selalu
tampak jingga, -> aliterasi s dan
k
2 2 1 3 2 2 12
2 2 1 3 2 2 12
aku
terus merindukanmu. -> asonansi u
2 2 5 9
Ah,
kau Puan Kelana,
1 1 2 3 7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi m dan s
mengapa musti ke sana? -> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
Jauh-jauh Puan kembara,
Jauh-jauh Puan kembara,
2 2 2 3 9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
2
3 2 2 1 2 12
Mari,
Puan Kelana, -> bunyi ‘an’ yang
diulang-ulang
2 2 3 7
2 2 3 7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2 3 3 8
2 3 3 8
Toh,
anggur sama memabukkannya, -> asonansi a
1 2 2 5 10
1 2 2 5 10
entah Merlot entah Cap Orang Tua. -> asonansi a
2 2 2 1
2 2 11
Aih, Puan Kelana,
2 2 3 7
2 2 3 7
mengapa
musti ke sana?-> aliterasi m dan s
3 2 1 2 8
3 2 1 2 8
Paris pun penuh mara bahaya
dan duka nestapa, -> aliterasi p, dan
asonansi a
2 1 2 2 3 1 2 3 16
2 1 2 2 3 1 2 3 16
seperti
Surabaya. -> dan aliterasi
s dan r
3 4 7
Surabaya, 2014
Aspek Metrik
Dalam aspek metrik Lirik Lagu Puan Kelana, dianalisis tipe
bait, jumlah suku kata, rima bait dan ritme. Puan Kelana memiliki 36 larik yang
terbagi kedalam 9 kuatren (quatrain) yakni bait dengan 4 larik. Tipe larik bebas
sebab tidak ditemukan jumlah silabel yang tetap di setiap larik. Selanjutnya
rima Puan Kelana terbagi menurut kekayaan dan susunannya. Menurut kekayaannya, terdapat
8 rima cukupan dan 1 rima kaya. Menurut susunannya, keseluruhan bait memiliki
rima patah dengan pola rima AAAB dan rima berkelanjutan dengan pola AAAA. Pada
analisis ritme, terdapat jeda pendek dan jeda panjang pada lirik ini. Selain
itu, terdapat pula sebanyak 14 enjambemen.
Pada pembahasan aspek metrik ini dibahas jumlah bait, suku
kata, rima, ritme yang meliputi: jeda pendek, jeda panjang dan
pemenggalan/perloncatan baris (rejet et enjambement). Analisis aspek metrik
dilakukan untuk mengetahui struktur puisi yang utuh dan dapat membantu
mempermudah analisis makna.
-Jumlah Bait
Lagu Puan Kelana mempunyai 9 Bait dengan masing-masing
baitnya terdiri atas empat larik
-Suku Kata
Jumlah suku kata bervariasi dari 7-16 per larik. Untuk bait
I, II, V, VI, jumlah suku kata larik terakhirnya turun dibandingkan dengan
jumlah suku kata larik pertama sampai ketiga. Hal ini dapat memberikan tanda
bahwa penurunan tersebut membuat kesan ekspresif dengan kemurungan. Dengan menurunnya
jumlah suku kata tersebut, seperti menandakan bahwa sang aku sedang merasakan kehilangan
yang benar.
Untuk bait III,IV,VII,VIII,IX, jumlah suku kata per lariknya
naik dari larik pertama hingga ke-empat (terakhir). Perihal ini menimbulkan
kesan bahwa memuncaknya perasaan tidak terima sang aku atas kekasih yang
meninggalkannya.
-Rima
Bait I : AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait II :
AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait III :
AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait IV :
AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait V :
AAAB (rima patah), rima kaya
Bait VI :
AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait VII : AAAA (rima berkelanjutan,
monorime), rima cukupan
Bait VIII : AAAA (rima berkelanjutan,
monorime), rima cukupan
Bait IX :
AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Ritme : jeda pendek ditandai dengan /, jeda panjang ditandai
dengan //, pemenggalan (rejet et enjambemen ).
Bait I
Kau
putar / sekali lagi / Champs-Elysees.//
Lidah kita / bertaut / a la Francais.//
Langit / sungguh jingga / itu sore, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
dan kau / masih milikku. //
Lidah kita / bertaut / a la Francais.//
Langit / sungguh jingga / itu sore, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
dan kau / masih milikku. //
Metrum
Bait : I 2-4-4, 4-3-4,2-4-2,2-5. Dapat dilihat bahwa lirik ini tidak bermetrum
tetap atau kaku tetapi bebas. Tidak ada jumlah suku kata yang dipatok dalam
satu larik.
Bait II
Kita /
tak pernah suka / air mata. //
Berangkatlah / sendiri / ke Juanda. //
Tiap kali / langit meremang jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
aku ‘kan / merindukanmu. //
Berangkatlah / sendiri / ke Juanda. //
Tiap kali / langit meremang jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
aku ‘kan / merindukanmu. //
Metrum
Bait II : 2/5/4 ; 4/3/4 ; 4/7 ; 3/5
Bait III
Ah,
kau / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
mengapa / musti ke sana//?
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
sedang dunia / punya luka yang sama. //
mengapa / musti ke sana//?
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
sedang dunia / punya luka yang sama. //
Metrum
Bait III : 2/5 ; 3/5 ; 4/5 ; 4/7
Bait IV
Mari, /
Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, hujan / sama menakjubkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
di Paris / atau di tiap sudut Surabaya. //
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, hujan / sama menakjubkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
di Paris / atau di tiap sudut Surabaya. //
Metrum
bait IV : 2/5 ; 2/5 ; 3/7 ; 3/11
Bait V
Rene
Descartes /, Moliere /, dan Maupassant. //
Kau penuhi / kepalaku yang kosong; //
dan Perancis / membuat kita sombong, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
saat kau / masih milikku. //
Kau penuhi / kepalaku yang kosong; //
dan Perancis / membuat kita sombong, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
saat kau / masih milikku. //
Metrum
Bait V : 4/2/4 ; 4/6 ; 4/7 ; 3/5
Bait VI
Kita
tetap / membenci air mata. //
Tiada kabar /tiada berita. //
Meski senja / tak selalu tampak jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
aku terus / merindukanmu. //
Tiada kabar /tiada berita. //
Meski senja / tak selalu tampak jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
aku terus / merindukanmu. //
Metrum
Bait VI : 4/7; 5/6 ; 4/7 ; 4/5
Bait VII
Ah,
kau / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
mengapa / musti ke sana? //
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
sedang dunia / punya luka yang sama. //
mengapa / musti ke sana? //
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
sedang dunia / punya luka yang sama. //
Metrum
VII : 2/5 ; 3/5 ; 4/5 ; 4/7
Bait VIII
Mari, /
Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, anggur sama / memabukkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
entah Merlot / entah Cap Orang Tua . //
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, anggur sama / memabukkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
entah Merlot / entah Cap Orang Tua . //
Metrum
Bait VIII 2/5 ; 2/5 ; 5/5 ; 4/7
Bait IX
Aih, /
Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
mengapa musti / ke sana? //
Paris pun penuh / mara bahaya / dan duka nestapa, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
seperti / Surabaya. //
mengapa musti / ke sana? //
Paris pun penuh / mara bahaya / dan duka nestapa, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
seperti / Surabaya. //
Metrum Bait IX : 2/5 ; 5/3 ; 5/5/6 ; 2/4
Aspek Sintaksis : Parafrase Lirik
Bait I
Kau
putar sekali lagi Champs-Elysees.
Kau setel sekali lagi lagu yang berjudul Champs-Elysees.
Kau setel sekali lagi lagu yang berjudul Champs-Elysees.
Lidah
kita bertaut a la Francais.
Kemudian lidah kita
mengucap seperti logat bahasa Perancis.
Langit
sungguh jingga itu sore,
Langit sungguh berwarna jingga pada waktu sore itu,
Langit sungguh berwarna jingga pada waktu sore itu,
dan
kau masih milikku.
Dan saat itu kamu masih menjadi kekasihku.
Bait
II
Kita
tak pernah suka air mata.
Kita tidak pernah menyukai
kesedihan karena perpisahan.
Berangkatlah
sendiri ke Juanda.
berangkatlah engkau sendirian ke bandara Juanda.
berangkatlah engkau sendirian ke bandara Juanda.
Tiap
kali langit meremang jingga,
Setiap kali langit menjadi berwarna jingga,
Setiap kali langit menjadi berwarna jingga,
aku
‘kan merindukanmu.
aku akan merindukanmu.
Bait
III
Ah,
kau Puan Kelana,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
mengapa
musti ke sana?
Mengapa harus pergi ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
sedang
dunia punya luka yang sama.
dunia tetap punya tantangan dan kesedihan yang sama saja.
Bait
IV
Mari,
Puan Kelana,
Tolong wahai puan kelana,
Tolong wahai puan kelana,
jangan
tinggalkan hamba.
jangan tinggalkan aku sendirian.
jangan tinggalkan aku sendirian.
Toh,
hujan sama menakjubkannya,
Toh hujan juga sama menakjubkannya (tidak ada yang spesial),
Toh hujan juga sama menakjubkannya (tidak ada yang spesial),
di
Paris atau di tiap sudut Surabaya.
di kota paris ataupun di kota Surabaya.
Bait V
Rene
Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Tema percakapan tentang Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
Kalian membuatku bingung;
Tema percakapan tentang Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
Kalian membuatku bingung;
dan
Perancis membuat kita sombong,
dan Perancis membuat kita merasa sombong,
dan Perancis membuat kita merasa sombong,
saat
kau masih milikku.
Di saat kau masih menjadi kekasihku.
Bait
VI
Kita
tetap membenci air mata.
Kita tetap membenci kesedihan dan perpisahan.
Kita tetap membenci kesedihan dan perpisahan.
Tiada
kabar tiada berita.
kini engkau sudah tidak terdengar kabar darimu,
kini engkau sudah tidak terdengar kabar darimu,
Meski
senja tak selalu tampak jingga,
Walaupun senja tidak selalu berwarna jingga,
aku terus merindukanmu.
aku terus merindukanmu.
Tetapi
aku tetap terus merindukanmu.
Bait
VII
Ah, kau Puan Kelana,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
mengapa
musti ke sana?
Mengapa harus pergi ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
sedang
dunia punya luka yang sama.
dunia tetap punya tantangan dan kesedihan yang sama saja.
Bait
VIII
Mari,
Puan Kelana,
wahai puan kelana,
wahai puan kelana,
jangan
tinggalkan hamba.
tolong jangan tinggalkan aku sendirian.
tolong jangan tinggalkan aku sendirian.
Toh,
anggur sama memabukkannya,
Toh, minuman anggur sama saja membuat mabuk,
Toh, minuman anggur sama saja membuat mabuk,
entah
Merlot entah Cap Orang Tua.
meskipun merk Merlot atau cap orang tua sekalipun.
Bait
IX
Aih,
Puan Kelana,
Aduh, puan kelana,
Aduh, puan kelana,
mengapa
musti ke sana?
mengapa harus pergi ke Perancis?
mengapa harus pergi ke Perancis?
Paris
pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
padahal kota paris pun penuh dengan mara bahaya dan juga duka nestapa
padahal kota paris pun penuh dengan mara bahaya dan juga duka nestapa
seperti
Surabaya.
sama halnya seperti di kota Surabaya.
Tabel Jenis Gaya Bahasa yang terdapat pada Lirik Lagu
Silampukau Puan Kelana
Kalimat
|
Jenis Gaya Bahasa
|
Keterangan
|
Kau putar sekali lagi
Champs-Elysees.
|
Metonomia
|
Menuliskan lagu yang
berjudul Champs-Elysees
|
Lidah kita bertaut a
la Francais.
|
Simile
|
Perbandingan lidah yang
berucap seperti lidah orang yang berbahasa perancis
|
Langit sungguh jingga
itu sore,
|
Inversi/Anastrof
|
Pengubahan sturuktur
'sore itu' menjadi 'itu sore' (dibalik)
|
Kita tak pernah suka air
mata.
|
Asosiasi dan Simbolis
|
Mengasosiasikan air mata
dengan kesedihan
|
Berangkatlah sendiri ke
Juanda.
|
Metonomia
|
Bandar Udara/pelabuhan
udara Juanda dituliskan menjadi Junda saja
|
aku ‘kan merindukanmu.
|
Aferesis
|
Penyingkatan 'akan'
|
Ah, kau Puan Kelana,
|
Esklamasio dan Arkhaisme
|
Kata seru 'Ah' dan
penggunaan kata-kata yang arkais
|
Jauh-jauh Puan kembara,
|
Arkhaisme
|
Penggunaan kata-kata
yang arkais
|
sedang dunia punya luka
yang sama.
|
Personifikasi
|
Dunia diibaratkan
manusia yang bisa terluka
|
Mari, Puan Kelana,
|
Esklamasio dan Arkhaisme
|
Kata seru 'Ah' dan
penggunaan kata-kata yang arkais
|
jangan tinggalkan hamba.
|
Arkhaisme
|
Penggunaan kata-kata
yang arkais
|
Toh, hujan sama
menakjubkannya,
|
Eskalamasio
|
Penggunaan kata seru
'Toh'
|
di Paris atau di tiap
sudut Surabaya.
|
Sinekdoke Pars Prototo
Totem Pro Parte
|
Menyebutkan kota Paris
sebagai bagian dari negara Perancis, sudut surabaya sebagai bagian dari Kota
Surabaya
|
Kau penuhi kepalaku yang
kosong;
|
Antitesis
|
Menghadirkan
‘penuh dan kosong’
|
dan Perancis membuat
kita sombong,
|
Personifikasi
|
Perancis bersikap
seperti manusia
|
Kita tetap membenci air
mata.
|
Perbandingan
|
Mengasosiasikan air mata
dengan kesedihan
|
Tiada kabar tiada
berita.
|
Anafora dan Tautologi
|
Mengulang kata 'tiada'
dan mengganti fungsi objeknya dengan sinonim kata
|
Mari, Puan Kelana,
|
Ekslamasio dan Arkhaisme
|
Kata seru 'Ah' dan
penggunaan kata-kata yang arkais
|
jangan tinggalkan hamba.
|
Arkhaisme
|
Penggunaan kata-kata
yang arkais
|
Toh, anggur sama
memabukkannya,
|
Ekslamasio
|
Penggunaan kata seru
'Toh'
|
entah Merlot entah Cap
Orang Tua .
|
Metonomia
|
Menuliskan merek
|
Aih, Puan Kelana,
|
Esklamasio dan Arkhaisme
|
Kata seru 'Ah' dan
penggunaan kata-kata yang arkais
|
Paris pun penuh mara
bahaya dan duka nestapa,
|
Sinekdoke
|
Menyebutkan kota Paris
sebagai bagian dari negara Prancis, sudut surabaya sebagai bagian dari Kota
Surabaya
|
Aspek Semiotik
Lirik lagu Puan Kelana Silampukau
memuat tanda-tanda semiotik berupa ikon, indeks, dan simbol. Tanda-tanda
semiotik ini menggambarkan ekspresi suasana penulis ketika ia harus berpisah
dengan kekasihnya.
Lirik lagu Puan Kelana dibuat oleh
Silampukau pada tahun 2014 sebagai lirik lagu dari album Dosa, Kota, dan
Kenangan. Silampukau adalah grup musik yang beranggotakan : Eki Tresnowening dan Kharis Junandharu.
Silampukau hadir meramaikan dunia musik di Indonesia sebagai musik indie yang
bercorak ekspresi kritik sosial. Lagu-lagunya banyak menyuarakan isi hati mereka
dalam interaksi kehidupan mereka dengan kota Surabaya. Seperti lagu Doa 1
tentang perjalanan kehidupan seorang mahasiswa yang menemu kehidupan dunia
nyata. Lagu Bola Raya tentang bentrok antara pembangunan dan lahan bermain
anak. dll. Secara umum album Dosa, Kota, dam Kenangan ini jelas mengambil kota
Surabaya sebagai latar tempat dalam lagu-lagu mereka. Jelas Silampukau sedang
tidak berandai-andai dengan kehidupan di bawah Langit Adelaide, Australia, wong
mereka arek-arek Suroboyo. Mereka tidak bercerita tentang Sungai Seine, Jalan Orchard,
tetapi Ahmad Yani dan Dolly.
Penulisan lirik yang menggali kembali khazanah bahasa Indonesia menjadi signature Silampukau. Mereka mencoba menggunakan kata-kata arkais yang sudah lama terkubur dalam kamus, menambah kekayaan estetis lirik. Silampukau juga melakukan cacat gramatikal sebagai licence poétique.
Penulisan lirik yang menggali kembali khazanah bahasa Indonesia menjadi signature Silampukau. Mereka mencoba menggunakan kata-kata arkais yang sudah lama terkubur dalam kamus, menambah kekayaan estetis lirik. Silampukau juga melakukan cacat gramatikal sebagai licence poétique.
Tema pokok dalam lirik lagu Puan Kelana ini adalah perpisahan antara sang penulis dengan kekasihnya. Tokoh ‘kami’ dalam lirik ini merupakan indeks yang diasosiakan sebagai penulis lirik dengan kekasihnya.
Analisis semiotik Puan Kelana dimulai dari judul yang menjadi indeks dari teks puisi karena judul membuka gambaran awal dalam mengungkap makna teks dalam puisi. Dalam judul tersebut terdapat frase Puan Kelana yang merupakan sebutan untuk kekasih wanita yang akan pergi ke Perancis meninggalkan sang ‘aku’. Tidak dijelaskan apa alasan wanita tersebut pergi ke Perancis.
Untuk lebih memahami makna lagu Puan kelana maka dibahas teks lirik dimulai dari bait pertama berikut:
Bait I
Kau putar sekali lagi
Champs-Elysees.
Lidah kita bertaut a la Francais.
Lidah kita bertaut a la Francais.
Langit sungguh jingga itu sore,
dan kau masih milikku.
dan kau masih milikku.
Bait pertama menggunakan subjek
‘kau dan aku’ sebagai tokoh utama sehingga memunculkan baik subjek kita maupun
pronomina ‘kita’ dan ‘-ku’. Penyebutan kau dan aku tersebut menunjukkan tujuan
penulis untuk meggambarkan ekspresi intim suasana kisah cintanya dengan sang
kekasih. Penyebutan ‘kita’ juga menunjukan kesadaran penulis akan realitas yang
melingkupi diri dan lingkungannya. Bait tersebut menggambarkan suasana Kata
langit sungguh jingga yang berarti sore hari merupakan simbol yang melambangkan
kehidupan cinta yang indah dan romantis.
Bait II
Kita tak pernah suka air mata.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Tiap kali langit meremang jingga,
aku ‘kan merindukanmu.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Tiap kali langit meremang jingga,
aku ‘kan merindukanmu.
Bait II masih bercerita tentang
‘kita’ yang tidak pernah suka air mata. Air mata dalam larik ini dapat dianggap
sebagai indeks tentang kesedihan. Dari bait ke-dua ini sang aku terlihat tidak
mau mengantar kekasihnya ke bandara Juanda (yang akan berangkat ke Perancis).
Kemudian sisi murung sang aku diungkap pada dua larik terakhir, tiap kali aku
mengenang suasana langit aku akan terus merindukan kekasihnya tersebut.
Kemudian bila dihubungkan dengan simbol bunyi, maka bait kedua ini terdapat
bunyi konsonan k,t,p, dan s yang mendukung suasana murung sang aku (kakofoni).
Bait III
Ah, kau Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.
Kemudian pada bait ketiga, suara
hati sang aku mulai menggema. Ia bertanya kepada kekasihnya, sebuah pertanyaan
searah mengapa kekasihnya tersebut pergi begitu jauh meninggalkan dia, padahal
menurut sang aku, dibelahan dunia manapun terdapat kesedihan atau kekurangan
yang sama. Kata luka pada larik ke-4 bisa disebut sebagai indeks. Tentang dunia
yang memiliki kesakitan atau kesedihan di tiap bagiannya.
Bait IV
Mari, Puan Kelana,
jangan tinggalkan hamba.
Toh, hujan sama menakjubkannya,
di Paris atau di tiap sudut Surabaya.
jangan tinggalkan hamba.
Toh, hujan sama menakjubkannya,
di Paris atau di tiap sudut Surabaya.
Lalu sang aku memohon kepada
kekasihnya dengan sebutan khas : Puan Kelana, perempuan pengembara, untuk tidak
meninggalkan dirinya. Pada bait IV ini, penulis menggunakan dua kata arkais : puan
dan hamba. Ini semacam menekankan betapa merendah sang aku sudah. Sang aku ini
seperti sudah memohon benar agar kekasihnya tiada pergi meninggalkannya, dengan
dua larik terakhir sebagai penekanan bahwa hujan sama indah antara kota Paris
maupun Surabaya. Bentuk lain ekspresi sang aku dalam meyakinkan kekasihya.
Kemudian Hujan dihadirkan sebagai simbol yang menggambarkan suasana keindahan
yang tenang dan natural.
Bait V
Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
dan Perancis membuat kita sombong,
saat kau masih milikku.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
dan Perancis membuat kita sombong,
saat kau masih milikku.
Pada bait IV, penulis memanggil
beberapa tokoh Perancis : Rene Descartes filsuf Perancis yang dikenal dengan
diktum Cogito ergo sum-nya (aku berpikir maka aku ada),
lalu Moliere yang terkenal sebagai dramawan pencipta banyak drama dan teater,
dan Maupassant, sastrawan Perancis. Sepertinya penulis ingin mengenang sebuah
adegan ketika sang aku dan kekasihnya sedang membicarakan tentang negeri Perancis.
Yang diwaktu itu mereka masih berdua berkasih-kasihan.
Bait VI
Kita tetap membenci air mata.
Tiada kabar tiada berita.
Meski senja tak selalu tampak jingga,
aku terus merindukanmu.
Tiada kabar tiada berita.
Meski senja tak selalu tampak jingga,
aku terus merindukanmu.
Bait V. ‘Kita’ masih sama-sama
tidak menyukai perihal kesedihan. Kemudian kekasih yang tidak lagi berkabar dan
hilang komunikasi dengan sang aku. Selanjutnya senja yang sudah berubah seiring
waktu, akan tetapi sang aku tetap masih tahan. Ia masih merindukan kekasihnya yang
dahulu. Air mata muncul lagi sebagai indeks dari suasana kesedihan.
Bait VII
Ah, kau Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.
Bait VIII
Mari, Puan Kelana,
jangan tinggalkan hamba.
Toh, anggur sama memabukkannya,
entah Merlot entah Cap Orang Tua .
jangan tinggalkan hamba.
Toh, anggur sama memabukkannya,
entah Merlot entah Cap Orang Tua .
Pada bait VII dan VIII ini suara tentang
ketidakterimaan sang aku kembali menggelora. Ia mengajukan pertanyaan retoris
dan sekaligus memohon agar sang kekasih tidak meninggalkannya. Hal tersebut
juga disertai dengan pengulangan bahwa dibelahan dunia mana saja terdapat duka
dan kesedihan. Lalu dengan sedikit ‘nakal’ sang aku membandingkan anggur
terbaik perancis Merlot dengan anggur lokal Indonesia Cap Orang Tua.
Bait IX
Aih, Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
seperti Surabaya.
mengapa musti ke sana?
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
seperti Surabaya.
Bait IX. Pengulangan kembali
ekspresi sang aku yang masih gundah tentang ada apa dengan kekasihnya. Kali ini
ia menegaskan langsung Paris dan Surabaya, sama saja. Ada mara bahaya dan duka
nestapa. Akan tetapi sang aku tetap tak ingin menunjukkan bahwa ada satu hal
yang paling esensial : Di Paris Tak ada Aku. Melankolis lirih rendah diri.
1 comments:
Write commentsMANTAP!! Ditunggu "bedah-an" yang lainnya..
Reply