11 Tahun Terjadi
“Genap sebelas tahun sudah
kejadian itu terjadi. Kakak masih ingat hujan dan petir menyambar membanjir
desa semalam sebelumnya. Tangis penduduk yang mengaliri pipi, membasahi
lantai-lantai kayu rumah panggung semalam setelah peristiwa itu menyelesaikan ceritanya.”
Cerita ini selalu diwariskan dari mulut ke
telinga. Dari mulut-mulut orang-orang tua kepada anak-anaknya. Biasanya cerita
ini disampaikan kepada mereka yang nakal. Barangkali bisa membuat takut mereka
mendengarnya. Begitu menurutku.
Aku juga kebagian, maksudnya
peristiwa sebelas tahun lalu itu diceritakan Kakak padaku. Padahal Aku tidak
merasa nakal. Waktu itu aku kelas dua Madrasah Ibtidaiyah. Cerita menyeramkan
itu kata kakak benar-benar terjadi. Pada malam hari. Saat orang-orang baru saja
pulang dari surau. Suasana kampung kami begitu mencekam.
Aku sebenarnya lebih
menganggapnya sebagai cerita karangan saja. Selain karena kejadian tidak masuk
akal didalam cerita ini, ada beberapa versi juga pada bagian akhirnya. Misalnya
saja, versi yang didapatkan Andi, Budi yang diceritakan ibu mereka, sama sekali
beda dengan versi kakak. Meskipun konflik dan nama tokoh-tokohnya pun sama.
“Bud menurut kamu mungkinkah
cerita sebelas tahun lalu itu bisa terjadi lagi?”
“Menurut saya yang bodoh
ini, mungkin saja Ram.” Selama yang diatas berkehendak. Kata Budi merendah
sambil menunjuk ke atas : Dedaunan pohon mangga tempat kami berteduh. “Kalau
kamu Ram?” Andi melempar pertanyaan.
“Gak tau Ndi. May be yes may
be no.”
“Kamu ?” aku balik bertanya.”Yang
pertama aku sih nggak percaya kalau itu terjadi. Kedua kalaupun itu terjadi
suatu saat nanti, ya uma kebetulan aja gak ada hubungan yang logis. Lagipula
cerita itu lebih banyak bohongnya daripada benarnya. Cuma buat nakut-nakutin
aja ”
Tiba-tiba langit menjadi gelap.
Awan hitam bergulung menutup matahari. Padahal baru saja azan ashar
berkumandang. Hari masih sore. Tidak lama hujan lebat pun turun. Diiringi
dengan badai dan petir yang saling bergandengan. Aku, Andi dan Budi segera
berlari kencang menuju rumah.
Kakak berkata, “Beginilah
awalnya kejadian yang kakak ceritakan saat kamu kecil dulu Jar. Ini
tanda-tandanya. Cepat kalian persiapkan bahan makanan, selimut dan obat-obatan.
Sebentar lagi malam akan tiba dan peristiwa itu akan berulang.”
“Kita memang selalu jadi
korban atas kebohongan yang mereka lakukan.”
“Apa maksud kakak?”
“Siapa mereka? Berbohong
kepada siapa” Aku tidak henti-hentinya bertanya. Aku semakin tidak mengerti
hubungan kalimat-kalimat yang dilontarkan kakak. Aku berharap cerita mitos itu
hanya omong kosong.
“Aku mengerti Jar, Bud.
Mengapa cerita ini berkaitan.”
“Kita sudah memilih dia dan kampung
ini tetapi tiada mengawal dan membiarkannya sendiri dimakan setan.”