Sabtu, 28 Maret 2015 : Berhari Sabtu dan Bermalam Minggu dengan Kawan-kawan yang Selalu Ceria
Sabtu,
28 Maret 2015
Sarapan
pagi di Dapur Minang
Hari ini aku dan kawan-kawan : Hamsan, Ongeh, Pajik dan Abdi sarapan pagi
di dapur minang, di belakang Rabbani, Dipati Ukur. Kalau
kau tahu, Rabbani itu adalah toko busana muslim yang menjual
jilbab, baju koko dan kopiah serta lain-lain. Setelah
sebelumnya, pada malam harinya aku yang menginisiasi.
Malam itu malam sabtu. Kami membahas
tentang banyak hal di
kamar Hamsan, dari mulai Islam syiah dan tentang ilmuwan Ibnu Sina (Avicenna), sampai ekonomi
makro, sejarah Indonesia, konsep negara, uang kertas, dinar, baitul mal, Tan Malaka, komunisme sampai kapitalisme. Ya,
aku sebagai manusia yang selalu ingin berbagi pengetahuan menjadi orang yang
paling sok tahu dalam diskusi itu.
Pagi-paginya, aku dibangunkan
oleh Pajik, kira-kira
pukul 8, katanya Abdi mengajak makan di dapmi, singaktan untuk dapur minang. Abdi
ternyata ingin membuat rencana tadi malam menjadi kenyataan.
Menyewa
sepeda
Hamsan yang awalnya malu-malu untuk
ikut kemudian punya ide untuk bersepeda ke sana. Maka berangkatlah kami dengan aku yang sudah
mempunyai sepeda sendiri, sementara mereka, Hamsan, Ongeh, Pajik dan Abdi ke tempat penyewaan sepeda bike sharing yang ada di samping
gedung rektorat ITB, di depan Balubur Town Square, sebelah jalan layang pasopati.
Setelah sampai disana, sepeda pun di pinjam oleh Hamsan, lalu kami
menyusuri jalan Tamansari, belok kiri ke Sulanjana, belok kiri lagi membelah Jalan Dago dan mengambil kanan ke
arah gasibu. Namun sebelum gasibu, ke kiri lagi menuju dapur minang Dipati Ukur.
Maukah kau tahu apa itu dapur
minang? Itulah dia semacam warung, atau lebih tepatnya gerobak dengan beberpa
kursi dan meja yang menyediakan masakan padang seperti lontong gulai, lontong sayur, lontong
pical, dan beberapa kue khas minangkabau,
Oh ya, disana juga disediakan teh telur bagi siapapun yang mau dan punya uang. Kami sempat menunggu lama, hampir setengah jam. Itu karena ramainya pembeli, kami menunggu tempat, alias kursi dan meja.
Kemudian kami haris menunggu lagi pesanan tiba.
Aku, Hamsan, Ongeh dan Abdi, memesan lontong gulai,
dan Pajik teh telur. Yang kemudian diikuti oleh Hamsan dan Ongeh, juga memesan teh
telur itu. Setelah beberapa saat, lontong gulai paku pun hadir di antara
kami. Kata ajo sebutan kepada penjual, telur ayamnya
habis, maka jadilah kami memakannya tanpa telur ayam. Setelah makanan itu
habis maka datanglah teh telur. Kemudian setelah teh telurnya juga habis, kami membayar dan pulang menuju penyewaan sepeda.
Mengapa kami tidak bersepeda
keliling bandung dahulu? Di
sabtu pagi yang cerah dan indah itu? Itu disebabkan
oleh Ongeh dan Hamsan akan menemui kawan mereka yang diwisuda di Buah Batu, Telkom University. Padahal Pajik sepertinya ingin
bersepeda-sepeda dulu.
Sesampainya di kosan. Aku langsung
mengecek internetku. Maksudnya Facebook, Twitter, tidak ada yang baru dan menarik selain
akun Bang Tarjo, senartogok yang selalu meluap-luap dengan karyanya.
Mulai dari resensi film, resensi buku, sampai kolase dan mixtape yang di-share-nya. Aku juga sempat mengecek
tentang diskusi semalam, masalah apakah Ibnu Sina atau yang sering disebut
barat sebagai Avicenna itu
seorang syiah atau tidak. Ternyata menurut wikipedia dan
beberapa sumber lainnya, dia adalah seorang syiah. Namun aku tidak memosisikan
diri sebagai hakim yang bisa mengadili perkara sesat atau tidaknya syiah. Yang jelas aku makin merasa
betapa anehnya sebagian manusia, disuatu saat aku menjelek-jelekkan syiah, sampai menyumpahinya sementara di waktu lain aku membanggakan prestasi ilmuwan muslim abad pertengahan dan salah satu
tokoh yang kubanggapuja itu adalah seorang Ibnu Sina. Ah mungkin memang
begitulah manusia, selalu absurd dan penuh paradoks. Bahkan kontradiksi
diri, self-contradiction. Aku disini hanya
melihat kebsurdan dan merasakan diriku mengalaminya juga.
Makan
siang
Pukul 13.20 WIB. Aku pergi
makan soto ayam. Mas Andre Paijo yang dari Madura itu. Dia berjualan berasama gerobaknya di depan kantor PDAM Badak Singa. Dia adalah langgananku
kalau suatu saat hendak makan soto madura. Harga sotonya ini lebih murah dibandingkan dengan yang pernah kubeli
di tempat lain di Bandung. Di jalan RE Martadinata dekat SMP Yahya, 13ribu, di depan kampus itb samping BNI 10ribu, di depan Indomaret dekat rektorat ITB 9ribu, di pecel lele rata-rata 10 ribu, soto padang surya bundo juga
10 ribu. Di Mas Andre Paijo 8ribu. Aku pernah bertanya, apakah dia masih mendapat untung menjual dengan harga segitu?
Katanya ada. Tapi mungkin
lebih sedikit daripada di tempat lainnya. Katanya, lagipula dia senang kepada para langganan.
Dan uniknya katanya lagi, harganya berbeda untuk mahaisiswa dan orang umum. Mahasiswa 8ribu, orang biasa alias para
pegawai kantor pdam yang biasa berbelanja disitu 10ribu. Katanya, biar merangkul
semua golongan. Mas Andre memang keren. Pas BBM naik, dia bahkan tidak
menaikkan harga soto ayamnya. Setelah kenyang, aku pulang, oh ya aku lupa,
itu aku dengan menaiki si belalang tempur alias ducati. Sepeda biruku sejak tingkat 2.
Aku membaca buku sesampai di
kos, menyelesaikan novel alkemis paulo coelho, kemudian sedikit menyicil anak
semua bangsa pram dan buku antropologi filsafat. Ditambah dengan cacatnya
harian pidi baiq drunken marmut yang akhirnya mengantarku tidur.
Dari buku alkemis yang
kubaca, ending cerita yang begitu keren menurutku. Sebuah novel
tentang pencarian harta karun, yang ternyata begitu dekat dengan si pencari,
dia hanya perlu mengejar takdir sebagai perwujudan perjalanannya. Dia hanya menjalani perjuangan agar
bisa menikmati harta karun itu.
Dari beberapa halaman anak semua
bangsa, kudapati perjuangan seorang Minke yang membela hak dan kehendaknya.
Dari antropologi kutemui kebingunganku yang makin mendalam tentang manusia yang
aku sendiri termasuk di dalamnya. Tentang paradoksal dan pendapat para
pendahulu tentang manusia. Kemudian drunken marmut sebagai catatan harian unik
dan keren dari salah seorang yang kukagumi sebagai manusia. Dia menuliskan
cerita tentang aksi kemanusiaan,kerendahan hati, keikhlasan berbagi yang
dibungkus dengan humor dan kelucuan jenius dan sekaligus hampir gila.
Bangun tidur, aku me-line kawan-kawanku :
Imam, Balim, Ongeh, Codon, Hamsan, Fadil untuk
mengajak karaoke malam ini. Ternyata ajakanku ini hanya di-
oke-kan oleh beberapa
kawan saja,
ditambah ada usulan nongkrong saja di kopi milo DU.
Makan
malam
Balim mengajak untuk makan malam dulu di surya bundo, sebuah lapak yang menjual nasi
goreng dan soto padang di daerah Dago dekat kantor Pusair. Nah, aku setuju dan Abdi waktu itu mengajakku makan juga.
Maka jadilah, kami akan makan disana. Karena Abdi setuju untuk ke surya
bundo. Kami pun bersiap dan menuju simpang plesiran
menunggu angkot biru,
jurusan Caringin- Sadangserang. Kami sampai
disana setelah melewati beberapa waktu diam didalam angkot.
Sesampainya di Dago. Kami menunggu Imam dan Balim, karena
sebelumnya sudah janji untuk
makan bareng. Setelah beberapa menit, dua
kawan itu hadir, dan kami semua langsung berjalan menuju surbun, suya bundo, dalam
keadaan perut kosong
dan lapar. Aku, Balim dan Abdi memesan nasi goreng, sementara Imam nasi soto. Setelah makanan hampir habis, Fadil menyusul datang dan memesan nasi goring. Fadil ditemani kami yang
saling bercanda dan imam yang masih belum
menghabiskan sotonya.
Bermalam
minggu di Pondok Maddina, Kosan Pria
Bakda semuanya selesai, kami
ke ATM
BNI untuk mengambil uang. Kemudian
membeli es krim dan pulang ke kosan Imam dan Balim. Mereka berdua sekosan. Nah
rencana untuk nongkrong di kopi milo sepertinya batal sudah, karena
nongkrongnya dipindahkan saja
menurut Fadil ke kosan 2 kawan tadi.
Aku, Imam, Balim, Fadil, Abdi,sampai di
kosan. Pintu di buka, dan mulailah kami asik lagi.mengobrol. Tak lama kemudian si hafiz muncul entah dari mana, maka
jadilah kami melanjutkan dengan bermain kartu remi.
Setelah puas bermain dengan
penuh canda tawa. Masing-masing sibuk lagi dengan urusannya. Melanjutkan kegiatan pribadi. Aku yang
bingung harus mengapa mulai mencari akal, namun aku tidak membawa tas,
sehingga, tidak bisa aku membaca buku. Rencananya aku akan membaca Krisis Kebebasan-nya Albert Camus, namun karena tas tidak
kubawa, maka tidak bisa, karena buku itu berada di dalamnya. Kemudian aku
melihat koran, ya !! Mengapa tidak mengisi TTS saja?
Kubolak-balik koran kompas
milik Balim ini di kamarnya yang agak panas bersama Fadil dan Balim juga di dalmnya.
Aku tidak menemukan TTS untuk diisi, tetapi ada yang menarik, yaitu mencari
kata acak. Diberikam sejumlah kata tentang Uni Eropa dan harus
ditemukan kata-kata
tersebut dalam matriks huruf-huruf. Semacam mencari kata acak. Begitu.
Aku, Fadil dan Balim mulai mencari kata-kata dalam kotak persegi penuh huruf itu. Awalnya susah, Namun lama kelamaan
menjadi lebih mudah karena 2 orang kawanku itu cerdas-cerdas. Mereka hebat. Tidak sampai
beberapa menit sudah menemukan kata-kata aneh yang sudah di list di daftar kata yang harus
ditemukan itu. Sementara aku, hanya melingkari saja penemuan
mereka dan mencoret kata yang sudah ditemukan. Aku hanya menyumbang sedikit
kata.
Kemudian, setelah tinggal satu
lagi, golden goal, kata Balim, maka kemudian mata
kami semakin liar memburu kata dalam matriks huruf itu. Akhirnya Fadil menemukan, dan
jadilah Fadil yang dianggap sebagai pemenang. Setelah itu, karena kurang puas dengan itu
yang hanya sebentar, aku menanyakan adakah lagi koran? Balim bilang itu
satu-satunya koran yamg ia miliki. Aku bertanya kepada Hafiz, dan syukurlah dia ada punya satu, bekas katanya. Justru itu kataku. Kebetulan, koran hafiz juga
kompas. Maka permainan acak kata dimulai lagi. Dengan senang dan gembira.
Pukul 23.45 WIB, sebagai keputusan sepihak dariku, kami berangkat ke warung gaul
kameumeut memakan indomie rebus. Ini dikarenakan kawan-kawanku juga setuju. Sambil
menyantap indomie rebus kami ngbrol
ngalor ngidul, membahas orang, orang-orangan sawah, keruntuhan
logika, ketidakpastian Heisenberg dan kucing Schrodinger, sampai kepada kegilaan dan orang gila. Yang diperoleh
kesimpulannya, bahwa jangan takut di bilang gila, selama yang mengatakanmu gila toh pencapaiannya masih
sama saja. Maksudnya prestasi dan akhlaknya masih belum menggambarkan kewarasannya sebagai
manusia. Apa bedanya kau dengan orang gila bila masih membuang sampah sembarangan,
acuh tak acuh dengan sekitar. Jangan takut dihina kata orang bijak dari Bandung, bukankah kita memang diciptakan
dari air yang hina? Orang yang hina adalah orang yang menghina, katanya.
Barangsiapa hidup ingin dipuji, maka akan mati karena caci. Kemudian di tengah
perjalanan pulang dari kameumeut, Fadil singgah di
kosannya, di depan Masjid Ar-Rahim
Begitulah hari Sabtuku dengan malam minggunya
yang kulalui bersama.
Oh betapa Indahnya bersama kawan-kawan yang ceria. Aku menulis
ini di kamar Imam.saat dia lagi asik main Dota2 di PC Kidikz di
kamar Kidikz,
kakak kelas kami. Bersama Abdi dan Balim yang sudah
tidur dan mungkin Fadil juga. Dengan Belanda yang ketinggalan satu gol dari Turki di kualifikasi euro 2016
menit tujuhlima. Pukul 04.20 WIB dengan suara mengaji dari mesjid yang kadang aku berpikir bisa mengganggu
orang istirahat atau yang sedang tahajjud. Itu adalah suara tape yang
di play dengan pengeras suara. Astagfirullah, bukannya apa-apa,ini hanya
pendapat pribadi. Mungkin
itu tidaklah menggannggu justru membangunkan orang-orang dan , mengingatkan
umat Islam untuk sholat subuh.
Bandung 29 Maret 2015