Halaman Satu
Aku
sebenarnya tidak tahu darimana harus memulai. Tetapi bukankah dengan menulis
kata “aku” di awal tadi aku sudah memulai? Barangkali semua ini memang diawali
dari absurditas Albert Camus. Dari diskusi Absurditas Camus di unit tiben ITB.
Dari aku masuk unit lingkar sastra, dari aku masuk ITB, dari aku SMA, SMP, SD,
dari aku yang lahir dari rahim ibu karena ayah. Dari kakek dan nenek, dan dari
yang Maha Awal.
Tentang
diskusi absurditas, yang dibawakan oleh saudara Choirul Muttaqin, mahasiswa ITB
angkatan 2012 SITH. Pemuda dari Rembang, Jawa Tengah ini membahas komentar
Camus terhadap dunia yang absurd, tidak bermakna.
Sebuah
fenomena memang harus terjadi tanpa harus kita ketahui maknanya. Camus berkata
begini(dalam bahasa Indonesia)
"Jika kita terus mendari apa unsur yang menyusun kebahagiaan, kita tidak akan pernah bahagia. Jika kita terus mencari makna kehidupan, kita tidak pernah bisa hidup"
Kemudian
camus mengajukan 2 cara untuk mengetahui hidup
1. Suicide
(bunuh diri)
2. Rebellion
(pemberontakan)
Camus
tidak memilih bunuh diri tetapi pemberontakan.
Pemberontakan
menurut Camus adalah masalah untuk tidak mengikuti absurd-nya dunia.
Pemberontakan harus mempunyai 3 nyawa yaitu bebas, mengutamakan kuantitas
daripada kualitas, dan konsistensi.
Nah
untuk sedikit menjelaskan mengapa Albert Camus mengatakan bahwa dunia ini
absurd kira-kira begini dalam esainya The Myth of Sisifus
Sisifus
adalah seorang raja yang berkuasa. Namun karena mempunyai dosa yang besar ia
harus di hukum. Hukumannya diberikan oleh dewa yaitu mengangkat batu besar ke
atas bukit. Kemudian setelah sampai di atas bukit, batu itu akan berguling lagi
ke bawah, dan tugas Sisifus-lah untuk mengangkatnya lagi. Sisifus mengulangi
proses mengangkat batunya. Begitulah penderitaan yang dialami oleh sisifus.
Wajar
“Mau
apa dengan penderitaan jika itu sangat wajar?” Camus
Sebenarnya
aku belum begitu paham apa makna “pemberontakan” camus. Namun dengan contoh
yang diberikan oleh Bang Andrew, Bang Tarjo, dan Choirul selaku pemangku
diskusi, begini :
Bila
ada anak kecil meninggal dunia ditabrak lari oleh mobil. Apa yang harus
dilakukan? Menolong ataukah membiarkannya?.
Kalau
aku ingin memberontak, apa yang harus aku lakukan?
Yang
jelas, anak itu sudah meninggal, bila kutolongpun akan tetap tidak akan hidup
lagi. Tetapi apa diriku sebagai manusia tidak mau menolong orang lain?
Kemudian
contoh kedua adalah tentang seorang gadis cantik. Apa yang aku akan lakukan
bila melihat gadis cantik sedang duduk hanya beberapa meter dariku? Minta
berkenalan atau tidak?
Bila
aku meminta untuk berkenalan, itu bisa dikatakan memberontak, memangnya siapa aku
yang sebagai orang lain bisa dianggap asing dengan seenaknya minta berkenalan
dengan gadis cantik. Ibarat tidak tahu diri. Bila aku tidak berkenalan, adalah
meberontak juga, sebab mengapa aku begitu asing dengan menyia-nyiakan
kesempatan yang telah ada.