Resensi Buku Novel Sampar (1947)
Judul : Sampar (judul asli : La Peste)
Penulis : Albert Camus
Penerjemah : NH. Dini
Penerbit : Yayasan Pusataka Obor Indonesia
Cetakan : III, November 2013
Tebal : x + 386 halaman
Harga : Rp51.000
Albert Camus menulis novel La Peste (Sampar) setelah L’Etranger (Orang Asing) novel pertamanya terbit tahun 1942. Sepuluh tahun setelah Sampar terbit, Camus diganjar nobel sastra tahun 1957. Novel Sampar bercerita tentang epidemi Sampar di kota Oran, Aljazair, Prancis. Sebuah kota yang pada awalnya tenang dan kalem-kalem saja kemudian ditimpa wabah Sampar. Diawali dengan kemunculan masif tikus-tikus yang linglung kemudian mati dan diikuti angin panas dan hadirlah Sampar. Wabah Sampar ini menyergap penduduk kota tanpa didasari oleh mereka. Dokter Rieux (tokoh utama) hampir putus asa melihat epidemi yang merajalela ini. Dokter Rieux tidak berambisi untuk menjadi juru selamat dari Sampar. Ia lalu melakukan kewajibannya sebagai manusia dengan keahlian yang dia miliki. Para dokter tidak fokus dalam menyembuhkan penyakit, tetapi hanya dapat mendiagnostik, memutuskan kemudian memerintakhkan untuk karantina.
[Review Film] The Green Mile (1999)
Judul : The Green Mile
Sutradara : Frank Darabont
Produksi : Castle Rock Entertainment, Warner Bros. Pictures
Durasi : 188 menit
Pemeran : Tom Hanks, David Morse, Bonnie Hunt, Michael Clarke Duncan
Sinopsis
The Green Mile dimulai dari Paul yang bercerita kepada Elaine tentang masa kerjanya di Green Mile (sebuah alur mundur sebab mereka berdua sudah masuk ke panti jompo sekitar tahun 90-an saat bercakap-cakap). Paul tua, teringat dengan adegan sedih film Top Hat, ia menangis dan memulai cerita.
Paul Edgecomb (Tom Hanks) menjadi seorang eksekutor di Green Mile. Green Mile merupakan sebuah blok di penjara yang isinya terpidana yang akan di hukum mati. Hukuman mati pada waktu itu (tahun 1935) di Amerika dengan menggunakan electric chair. Penjara itu disebut Green Mile karena lantainya berwarna kehijauan. Kursi listrik yang menjadi algojo eksekusi pencabut nyawa itu dijuluki Old Sparky. Paul terjangkit sakit infeksi saluran kemih (barangkali semacam batu ginjal) kerap menderita saat bertugas.Suatu hari ada terpidana baru yang masuk blok E : John Coffey (Michael Clarke Duncan). Ia didakwa atas pembunuhan dua orang anak kecil. Paul selalu mengusahakan agar para calon penduduk kursi listrik tidak tertekan jiwanya.
[Resensi Buku] Novel Siddharta (1922)
Judul : SIDDHARTHA
Penulis : Herman Hesse
Penerbit : Bentang
Cetakan : II, 2004
Tebal : ix + 226 halaman
Harga : Rp58.500
Sinopsis
Siddharta adalah sebuah novel karangan Herman Hesse, peraih nobel sastra tahun 1946. Novel ini menceritakan pergulatan batin dan perjalanan Siddharta, sang tokoh utama dalam memuaskan kehausan spiritualnya. Siddharta, nama seorang putra Brahmana yang hidup sezaman dengan Gotama, Sang Buddha. (Siddharta ini bukanlah Siddharta Gautama sang Buddha). Siddhartha mempunyai sahabat, Govinda namanya. Sejak kecil mereka berdua sudah akrab dengan ajaran Buddha. Mengikuti upacara penyucian diri, upacara korban suci, seni kontemplasi, dan semadi penuh khusyuk.
Suatu hari ketika mereka berdua sedang semadi di bawah pohon beringin, beberapa Shramana melewati Siddharta. Dan kemudian Siddharta berkata kepada Govinda ia akan menjadi Shramana. Govinda meragukan apakah ayah Siddhartha akan mengizinkan. Tetapi Siddhartha sudah begitu yakin.
Ke Kerudungmu nan Abadi
Ke Kerudungmu nan Abadi
Letih terasa otot kaki dan tulang-tulang badan
Mengayuh rantai kepada roda pada jalan mendaki
Nafas berlomba deras keringat menyatu mencapaimu
Adakah tubuhmu utuh disana?
Putri malu sunggingkan senyum, mengendus tekadku berbau batu
Pinus merkusi dan mahoni uganda maklumi raguku yang biasa
Jalan semen datar diikuti lubang, batu, dan kerikil, menanjak
Benarkah ini dirimu yang kutuju?
Ah, segala prasangka goda mesti kujagal
Kupatenkan pada rohku, ini jalan menujumu.
Aku lelah, tiga kali kuulangi, aku lelah, tetapi menyerah adalah dosa bukan?
sederhana saja, janjimu pasti.
Dan disinilah aku, lihatlah ! mendayung ke puncak kerudung merahmu nan abadi.
Mabuk 15
Mabuk 15
pandang bola mataku, alu
Yang menumbuk berhala pada lesung pipimu
Lima huruf kudus di segala puisi, hantu
Apakah Tuhan, apakah cinta, apakah merdu ?
Detak jantung dadaku, apa
Selalu rindu mendekap jiwamu
Denyut nadi darahku, apa
Tak berarti bagimu, ada
Bandung, 12 April 2015
Mabuk 16
Mabuk 16
Mungkin kau telah menjelma
menjadi butir-butir gula
dalam dua cangkir kopi
yang kuseduh pagi ini
dengan tujuh puluh derajat
radiasi matahari.
jingga memancar asapnya
menuju langit tenang dan biru
maka tiada lagi nikmat yang ingin kudusta
sebab puas kuhirup nafasmu, dalam kuseruput liurmu, dan lepas kuhembus kasihmu sepenuh-penuhnya nyawa
Bandung, 12 April 2015
Sajak Ladang Umur
Sajak Ladang Umur (buat Kiki Intan Mayangsari)
nyatalah rambut dipotong masa nafas yang kau songsong,
jalan laut mesti ombak menggulung biar lenyap aneka kabung
Ibarat menggali sumur, mencari mata air, sampai jiwa hingga maut, begitulah hidup
Senja indah pantai, matahari pamit jemput magrib, seribu lapis brownies, dan sekeliling batang lilin yang hendak disulap sajakku ini,
Tetapi hanya mantra kedaluwarsa yang terisa dariku
Kau tetaplah ada bersama seluruh tanpa segala
Tentang tulip, Picasso tak kuasa melukiskannya dalam pot
Kau tahu, dialah masa lalu, kau bukan dirinya
Hidup barangkali menanam dan mati soal memanen
Di ladang umur, semailah benih bunga, rawatlah tulip muda, dan petik keanggunan cinta
Kenanglah, dua belas kuncup bertambah, tumbuh menantang bumi
Bandung, 9 April 2015
[Resensi Buku] Novel Orang Asing (1942)
Judul : Orang Asing (Judul Asli : L’Etranger)
Penulis : Albert Camus
Penerjemah : Apsanti Djokosujatno
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan : ed.1 2013
Tebal : x + 124 halaman
Harga : Rp35.000
Sinopsis
Tokoh Utama Orang Asing adalah Meursault. Ia seorang keturunan Prancis yang tinggal di Aljazair. Dalam latar cerita ini, Aljazair masih merupakan daerah jajahan Prancis. Meursault mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia. Meursault berencana pulang untuk melihat ibunya dan meminta izin kepada majikannya untuk libur selama dua hari. Namun majikannya terlihat tidak menunjukkan rasa senang dan berbela sungkawa. Hal ini diketahui kemudian oleh Mersault bahwa majikannya tidak senang ia libur hari Kamis dan Jumat, karena dengan demikian Mersault libur empat hari.
Meursault tidak menunjukkan kesedihan hingga saat pemakaman ibunya. Hal ini dinilai oleh orang lain sebagai suatu tindakan yang aneh. Meursault kemudian berkencan dengan seorang perempuan bernama Marie. Kencan tersebut hanya berselang sehari setelah pemakaman ibunya. Pada saat kencan, Mersault mengenakan dasi hitam yang dipertanyakan Marie apakah Mersault dalam keadaan berduka. Namun Mersault mengatakan bahwa ibunya baru meninggal kemarin dengan ekspresi datar. Mersault menganggap bahwa ibunya meninggal di hari Jumat atau hari apapun itu, itu bukanlah "salah "-nya, atau keinginannya, tetapi orang-orang sepertinya menganggap dia aneh.
[Resensi Buku] Novel Kooong (1975)
Judul Buku : KOOONG Kisah tentang Seekor Perkutut
Pengarang : Iwan Simatupang
Penerbit : Pustaka Jaya
Tebal : 99 Halaman
Terbitan : Cetakan kedua, 2013
Harga : Rp17.600
Sinopsis
Pak Sastro mendapat serangkai ujian dalam hidupnya. Usai satu muncul satu lagi. Pasca ditinggal mati istrinya(karena bencana banjir), beliau wajib ikhlas anak semata wayangnya, Amat, tewas ditabrak kereta api langsir. Kemudian dalam keadaan dirundung duka, Pak Sastro membeli seekor perkutut di Pasar Senen, Jakarta, saat hari penguburan Amat. Anehnya, dia membeli perkutut yang tak bisa berbunyi kooong. Hanya perkutut gule. Meskipun begitu Pak Sastro telanjur cinta.
[Resensi Buku] Novel Animal Farm
Resensi Buku Novel Animal Farm
Judul Buku : Animal Farm
Pengarang : George Orwell
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun : Cetakan Pertama, Januari 2015
Tebal : iv + 144 hlm ; 20,5 cm
Harga : Rp27.200
Sinopsis
Novel ini bercerita tentang Peternakan Manor milik Pak Jones yang ternaknya ingin merdeka dari penindasan oleh Pak Jones dan karyawannya. Alur cerita diawali dengan mimpi aneh si Babi Tua alias Major alias Willingdon si Cantik. Ia merasa akan pergi sehingga tidak akan berjumpa dalam beberapa bulan ke depan. Sebelum kematiannya si Major Tua menyampaikan hasil perenungannya selama hidup di kandang. Dimulai dengan pertanyaan apa sih sifat kehidupan kita? Hidup yang sengsara, penuh kerja keras, dan singkat. Intinya adalah hidup seekor binatang yang supersengsara dan penuh perbudakan dan begitulah kenyataannya. Padahal tanah air Inggris subur, iklimnya bagus dan mampu menghasilkan makanan jauh lebih banyak daripada jumlah binatang yang ada.
Tetapi mengapa binatang tidak bahagia? Mengapa mereka hidup dengan sengsara? Sebab semua hasil kerja para binatang dirampok oleh bangsa manusia. Major berkata bahwa manusia adalah musuh binatang yang sesungguhnya.
[Review Film] The Shawshank Redemption (1994)
Durasi : 142 menit
Produksi : Warner Bros, Castle Rock Entertainment
Sutradara : Frank Darabont
Aktor : Tim Robbins, Morgan Freeman, Wiliam Sadler, Bob Gunton, Clancy Brown
Sinopsis
Sebagai review, tulisan ini mengandung pendapat pribadi dan pandangan sendiri. Film ini bercerita tentang Andy Dufrense (diperankan oleh Tim Robbins) yang di hukum penjara di Shawshank. Pengadilan memutuskan bahwa dalam perkara kematian istrinya Andy bersalah. Kasus ini adalah tentang kematian seorang wanita (istri Andy) dan seorang lelaki selingkuhannya. Mereka berdua (korban) meninggal setelah ditembaki pistol dengan banyak peluru. Bukti pengadilan sangat kuat bahwa Andy –lah pelakunya.
rumah kita, aku sendiri
Yang ada dari rumah itu kini, hanya serambiSebab dindingnya yang kokoh telah roboh oleh tiang sendiri
Memang masih ada puing-puing, tetapi sekadar menyajikan pusing, akan dibawa kemana
Ingin kubangun lagi, akan tetapi tubuh ini telah lama mati, tersisa hanya sepasang mata : kanan dan kiri
Semenjak kau pergi, aku berbaring di serambi, mengisyaratkan doa, berharap turun hujan kopi
Sebab mencari penyeduh lebih mustahil lagi
Ya Tuhan, aku sesalkan lupa merapal mantra simsalabim abrakadabra : jadilah rumah, yang indah
Ya Tuhan, adakah rumah buatku di sana?
Sebab tidurku tak dengkur di serambi ini
di satu waktu, di satu tempat
di samping dua gelas kopi mokakucoba memungut makna perkawanan yang tersisa
ditemani tiga pasang kekasih yang khusyuk bercakap-cakap
kusapu segala rindu pertemuan tahun lalu
di hadapan tigabelas lampu taman yang perkasa, aku merenung
tidak mengapa berpisah : asal tak sampai kehilangan jiwa
di anak tangga, aku mangu, dipandangi pokok kayu, pohon beringin, pinang, kurma dan lima bersaudara air mancur
tiang listrik dan lampu merah di persimpangan, seolah ingin berkata sesuatu apa
larik cahaya halogen yang menyilaukan, membuat daun jadi oranye, kuning dan terang, seperti hendak sampaikan pesan dari kau yang jauh
di sudut sana, kaukah yang mengirim ceria dalam wajah-wajah itu?
di ujung sana, kaukah yang menghembus angin malam syahdu ini?
rumput hijau dibalik pagar itu, kaukah? mengajak tubuhku berguling?
Dua belas bulan lalu, kita mulai menghitung jumlah tusuk sate metafora dipuncak sana
Dan akan selalu membekas.
Mudah-mudahan kau senang dimana saja
Di suatu tempat, di suatu waktu
di atas kursi putih berpori iniaku duduk sendiri
di pojok halaman itu motor-motor diparkir rapi
di awang-awang, cahaya led panjang jatuh
menghantam beton di tanah
di antara kita, kenangan lalu lalang
datang melintasi batas waktu buka toko buku itu
di antara dua pohon warna hijau kuning biru, seorang manusia terperangkap lahir dan mati
kemudian diputuskannya menulis dan berangkat pergi :
malam, kau adalah kawan yang sejati, lebih dari cermin
sebab sama dari kiri dan dari kanan. bisiknya dalam hati
Mabuk 17
Berapa lama lagi hujan turun
Aku menunggu dengan payung
Berapa lama lagi angin harum
Aku menunggu penuh bosan
Akankah ada hidup yang berarti?
Aku tidak tahu pasti
Bagaimana mau hujan sedangkan percakapan kita adalah tentang
musim panas yang panjang
Tidak akan harum bila di pangkal hidung tumbuh subur nafsu
yang buru-memburu
Barangkali, didihkan samudra biar uapnya mengangkasa
Pecahkan semua tempurung yang mengurung
Lalu buang payung dan nikmati hujan turun bersama angin yang
harum
Di jalan
Di jalan ada kuda, mobil, dan sepeda
Kuda berlari, mobil melaju, sepeda juga
Di jalan hanya orang yang berjalan
dengan baju,celana dan beban-beban
di jalan yang penuh sesak dan berantakan, aku bertanya :
Tidakkah kalian lihat dan dengar?
Tadi Tuhan lewat, beri teguran : Patuhi rambu-rambu, kembalilah
ke Aku
Wajar
Wajah,
ialah mulut yang menganga
Menelan mentah pandang mata
Wajah,
adalah muka menghadap semesta
Berada dengan segala cara
Wajah bulan, wajah bintang, wajah matahari selalu saling dengan manusia
Wajah luka, wajah gembira, wajah dewa,
Wajah, wajar ia biasa, bisa lari, bisa sembunyi, bisa berhias, bisa menyamar, bisa berdansa sambil berdusta
Wajah, wajar ia, maka ada
Anjing, Babi, Aku
Anjing berlari, mengejar, hari ini
Babi berlari, menghindar, hari ini
Aku berpuisi, hidup, kini
Kuingin seperti anjing yang mati dalam kesetiaan
Kuingin seperti babi yang mati melawan penindasan
Akan tetapi tiada seperti yang menyamai aku
Aku adalah keseimbanganku : mengejar, menghindar, melawan,
bertahan
Aku adalah kesinambungan dirikuBila ?
Bila kita semua diam
Adakah malam berganti jadi siang?
Bila manusia semua mati
Akankah tersisa cinta di bumi?
Bila tidak bertanya, mungkinkah?
Akankah damai di bumi bila pesing benci menguar di udara?
Akankah terpuji langit bila sebutir sombong tumbuh subur di
hati?
Akan adakah lidah bila kebenaran bisa mengecap dirinya
sendiri?
Adakah jawaban tanpa suatu pertanyaan?
Mabuk 18
Malam bergerak lagi ke tengahMenyajikan purnama dan gerombolan awan
yang selalu menggodaku untuk terbang
dan aku, bolak-balik melulu
Udara berhembus bergilir, musik merasuk masuk memaksa aku menyimak
Di bumi, kudapat memeluk sunyi yang bergetar bersama degup jantung
Di atas sana, barangkali aku bebas melukis
Namun takkan kutemukan aroma tapakmu
Di atas sana, aku dapat bercengkerama dengan elang, nuri dan perkutut
Sementara aku memilih disini mengulang-ulang malam sampai khatam
Bersama kipas angin, pengeras suara dan alangkah indahnya khayalan tentang penasaran bersama penderitaan wajar yang sia-sia
Sajak penolakan
Apa ada doa khusyuk yang ditolak Tuhan ?Apa ada niat baik yang ditolak orang ?
Ada apa dengan segala macam kebaikan?
Bisakah ia berias menjadi apapun ?
Bingung adalah ujung semua pertanyaan bila diangkut ke dalam pikiran
yang jelas, hidup bagiku penolakan dari semua ancaman : segala macam neraka
Hidup adalah penolakan atas semua, kecuali kau, Mira
dan penerimaan terhadap takdir, termasuk kau, Mira
Tikus,perkutut, dan aku
Gelap malam menyelimuti kabut di angkasa jiwakuMengurung segalanya : tikus, perkutut, dan aku
Gelap malam menyanyikan lagu di getar gitarku
Menyapa perasaan selokan, sangkar, dan dirimu
Seperti sumbu kompor aku ini, seperti tikus juga perkutut
sesekali panas, selalu basah, selalu kotor
Bercumbu dengan api, bau got dan ketan hitam
tubuhku tikus, jiwaku perkutut, dan ruhku entah
Tidak mau peduli aku dengan orang
Biarkan aku menulis sajak penolakan di antara comberan,
Aku ingin ingkar kepada semua sangkar
Mabuk 19
Tengah malam. Awal pagi. Dinihari.
Kunaiki lantai dua, kuinjak anak tangga. Aku berjalan-jalan
berputar linglung sunyi.
Mondar-mandir menimbang-nimbang berat badan yang tak kunjung terhitung.
Tak mau kutidur sebab akan kehilangan
Kuulangi langkah-langkah kaki. Mendekati jendela. Menjangkau
aku, menggapai kusen atasnya.
A.....
Kudapati kertas kuning tentang kisah tinta merah
Inikah berita tentang surga yang istimewa itu?
Rakaat-rakaat yang sudah entah berapa kali ini, aku ingin
menemui di sebalik kayu. Nanti
Ingin berenang aku di udara tanpa sayap dan hanyut
Hendak berlari aku kelaut tanpa ombak dan larut
Bersama embun malam, air garam dan mabuk
Oooooo.........mengapa harus tanpa ruhmu yang abadi
Kemana lagi jiwaku merindu tanpa sajadamu nan teduh
Belum? Belumkah jam tujuh?
Mabuk 20
Mungkin suatu saat aku akan menjadi anjing
Atau babi, tetapi ketahuilah perasaan ini akan tetap sama
kepadamu
Sama seperti yang tiada ibaratnya
Mungkin suatu ketika aku akan hilang
Atau mati, tetapi ketahuilah apa yang mau kau ketahui
tentang aku
Sama dengan kau
Tuhan akan menjawab hambanya tentu kalau mau
Tuhan ada dalam senyummu
Bukan, bukan sebagai diri-Nya, tetapi mahakarya-Nya
Aku mau dengan apapun yang aku mau
Dan selalu kau
Ah ini apa? Bukan
Pertanyaannya : mana yang lebih dulu, kau atau cintaku?
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
Labels
Popular Posts
-
Judul : Manusia Indonesia (sebuah pertanggungjawaban) Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : Yayasan Pu...
-
Resensi Buku Novel Merahnya Merah Judul : Merahnya Merah Penulis : Iwan Simatupang Penerbit ...
-
Resensi Buku Novel Kering Hidup Mesti Terus Meski Misterius Judul : Kering Penulis : Iwan Sima...
-
Puisi-puisi Kahlil Gibran Tentang Waktu, Cinta dan Persahabatan WAKTU Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?…. Kau ingin men...
-
Resensi Buku Novel Orang Asing (1942) Judul : Orang Asing (Judul Asli : L’Etranger) Penulis : Albert Cam...
Archive
-
►
2018
(3)
- ► April 2018 (1)
- ► Maret 2018 (2)
-
►
2017
(31)
- ► November 2017 (1)
- ► September 2017 (2)
- ► Agustus 2017 (1)
- ► April 2017 (1)
- ► Maret 2017 (8)
- ► Januari 2017 (5)
-
►
2016
(132)
- ► Desember 2016 (8)
- ► November 2016 (3)
- ► Oktober 2016 (4)
- ► September 2016 (8)
- ► Agustus 2016 (15)
- ► April 2016 (16)
- ► Maret 2016 (5)
- ► Februari 2016 (15)
- ► Januari 2016 (34)
-
▼
2015
(206)
- ► Desember 2015 (11)
- ► November 2015 (20)
- ► Oktober 2015 (24)
- ► September 2015 (32)
- ► Agustus 2015 (26)
-
▼
April 2015
(29)
- [Resensi Buku] Novel Sampar (1947)
- [Review Film] The Green Mile (1999)
- [Resensi Buku] Novel Siddharta (1922)
- Mabuk 14
- Ke Kerudungmu nan Abadi
- Mabuk 15
- Mabuk 16
- Sajak Ladang Umur
- [Resensi Buku] Novel Orang Asing (1942)
- [Resensi Buku] Novel Kooong (1975)
- [Resensi Buku] Novel Animal Farm
- [Review Film] The Shawshank Redemption (1994)
- Sajak jam sepuluh
- rumah kita, aku sendiri
- di satu waktu, di satu tempat
- Di suatu tempat, di suatu waktu
- Mabuk 17
- Di jalan
- Wajar
- Anjing, Babi, Aku
- Bila ?
- Kehidupan
- Mabuk 18
- Jimmy
- Sadar
- Sajak penolakan
- Tikus,perkutut, dan aku
- Mabuk 19
- Mabuk 20
- ► Maret 2015 (8)
- ► Februari 2015 (10)
-
►
2014
(57)
- ► Desember 2014 (6)
- ► November 2014 (4)
- ► Oktober 2014 (2)
- ► September 2014 (11)
- ► Agustus 2014 (4)
-
►
2013
(83)
- ► Desember 2013 (1)
- ► November 2013 (6)
- ► Oktober 2013 (1)
- ► September 2013 (13)
- ► Agustus 2013 (3)
- ► April 2013 (6)
- ► Maret 2013 (10)
- ► Februari 2013 (11)
- ► Januari 2013 (2)
-
►
2012
(62)
- ► Desember 2012 (9)
- ► November 2012 (1)
- ► Oktober 2012 (4)
- ► September 2012 (5)
- ► Agustus 2012 (7)
- ► April 2012 (6)
- ► Maret 2012 (11)
- ► Februari 2012 (1)
-
►
2011
(27)
- ► Desember 2011 (5)
- ► November 2011 (1)
- ► Oktober 2011 (1)
- ► September 2011 (15)
- ► Agustus 2011 (3)
- ► Maret 2011 (1)
-
►
2010
(112)
- ► Desember 2010 (7)
- ► November 2010 (4)
- ► Oktober 2010 (10)
- ► Agustus 2010 (11)
- ► April 2010 (11)
- ► Maret 2010 (11)
- ► Februari 2010 (2)
- ► Januari 2010 (24)
-
►
2009
(37)
- ► Desember 2009 (5)
- ► November 2009 (19)
- ► Oktober 2009 (9)
- ► September 2009 (4)
About
Blog ini merangkak sejak 2009. Ditukangi secara santun oleh Asra Wijaya nama akun facebooknya. Di usia segini beliau sudah besar dan ingin jadi penulis. Amin. Mudah-mudahan bermanfaat, kalau tidak maka kreatiflah :-)