Catatan Masa Libur di Kampung # Ironi Kehidupan
Dua hari yang lalu, ada
seorang anak yang meninggal terlempar dari truk. Ia adalah salah satu dari
banyak orang yang menaiki truk bak terbuka. Truk itu mengangkut mereka ke
tempat wisata. Tradisi H+2 Lebaran Idul Fitri, orang-orang pergi jalan-jalan.
Mereka baru balik dari pantai. Dalam perjalanan pulang, dia terlempar dari bak
truk. Anak kelas 5 SD yang duduk di atas truk itu jatuh saat truk sedang
menikung tajam dengan kecepatan tinggi. Kepalanya terbentur batu, pecah lalu
meninggal di tempat kejadian. Ternyata malaikat sudah menunggunya di sana.
Adapula seorang bapak
yang sudah beristri dan beranak 10 orang. Menceraikan istrinya untuk menikah
lagi dengan gadis. Alasannya menceraikan karena istri tuanya itu tidak memberi
izin untuk menikah lagi. Istri mudanya itu cantik, berpendidikan tinggi : S2
dan masih muda. Bapak itu meninggalkan istri tuanya dengan 10 anak.
Adalagi suami yang
kerjanya cuma ke warung tiap hari. Tidak mau berusaha mencari nafkah buat
keluarganya. Sehari-hari dia nongkrong dan main judi. Ia membiarkan istrinya
mondar-mandir, jungkir balik menjejak dunia, mencari uang buat penghidupan
anak-anaknya. Buat makan dan sekolah.
Oh dunia, begitulah.
Mudah-mudahan bukan hanya fisiknya saja yang berputar akan tetapi
orang-orangnya juga. Nasib-nasib pun harus berubah.
Ada lagi rekan kerja
ibu (sama-sama mengajar di SD). Dia adalah wanita berusia 30 tahun. Dia pegawai
honor, digaji oleh pemda (bukan PNS). Sebut saja namanya Lani. Lani ini sudah
merasa tua. Dia ingin menikah. Oleh sebab itu ia memperkenalkan calon suaminya
kepada kedua orangtuanya. Namun orangtuanya tidak setuju dia menikah dengan
pria itu. Alasannya si pria itu belum punya pekerjaan. (Belum PNS). Ia pun menuruti
perintah orangtuanya. Si calon suami itu
pun menikah dan sekarang sudah punya anak berusia 3 tahun.
Lani tidak berhenti
berusaha. Ia membawa lagi calon suami yang dia inginkan ke hadapan kedua orang
tuanya (pria yang kedua). Pria ini, calon yang kedua ini adalah teman semasa
kuliah Lani, dan sudah bekerja sebagai PNS. Akan tetapi orang tua Lani juga
tidak setuju dengan Pria kedua ini. Alasannya berbeda suku. Dia itu orang dari
suku tertentu.
Lalu Lani berkata
kepada kedua orangtuanya : Pak, Buk, Umur
Lani sudah 33 lebih. Sudah sepantasnya Lani membangun keluarga, berumah tangga.
Sudah 2 pria yang Lani usulkan belum ada yang Bapak Ibu restui. Kalau begitu,
tolonglah kepada Bapak dan Ibu untuk mencarikan calon yang sesuai dengan
kehendak Bapak Ibuk. Yang kelak bapak ibu restui yang sesuai dengan kriteria
yang bapak ibu inginkan. Insyaallah Lani akan siap menikah dengannya.
Namun kedua orang tua
Lani tidak bisa memberikan jawaban atas permohonan itu. Bukan memperbaiki
situasi justru malah memperkeruh keadaan. Konflik batin terjadi di rumah itu.
Saat Lani di rumah ibunya ke luar dan sebaliknya. Sudah hampir 3 bulan mereka
tidak baikan antara si anak dengan ibunya.
Karena tidak tahan
dengan kondisi macam begitu, Lani memutuskan untuk angkat kaki dari rumah. Ia
pergi ke rumah kakaknya. Kakaknya itu sudah berkeluarga. Anaknya sudah kelas 5
SD. Lani meninggalkan pekerjaannya menghonor di SD. Padahal zaman sekarang
susah sekali mencari pekerjaan. Jangankan pegawai honorer, pegawai yang tidak
digajipun susah. Kalau kau ingin tahu maksudnya, kakakku pernah di PHK dari
pekerjaannya sebagai Guru Honor. Lalu kakaku memohon kepada kepala sekolah itu
supaya tetap bisa bekerja walaupun tidak dibayar. Tujuannya adalah untuk
pengalaman, dan semacam jam terbang, agar nanti siapa tahu ada pengangkatan
guru honor dia punya modal dan berpeluang. Atau bila ada tes PNS, dia bisa
punya nilai tambah. Aku tidak mengerti detail teknisnya. Akan tetapi Lani
meninggalkan itu.
Selidik punya selidik
ternyata kakaknya itu pun dulu menikah tidak direstui kedua orangtuanya. Namun
kakaknya itu nekat dia berani kawin lari. Sesudah belasan tahun baru dia
kembali lagi ke rumah orangtuanya itu. Entah angin apa yang berembus, mendadak
saja kedua orang tua itu menerima anaknya itu kembali. Memang sekarang ekonomi
kakaknya sudah membaik dimata orang-orang. Dia sudah punya mobil, tinggalnya di
kota, rumahnya sudah dibangun dan anaknya pun sudah sekolah. Barangkali waktu
juga yang mengubah perasaan tidak restu kedua orang tua itu.
Dulu dia tidak direstui
gara-gara si pria calon suami si kakak itu bukan orang kaya. Sebab mereka kedua
orangtua itu merasa mereka adalah orang yang cukup berada dan ingin calon
menantu yang setara.
Ah bukankah semua
manusia setara? Entahlah