Malam Minggu di Jatinangor Lagi-lagi (5-6 September 2015)
Ini suasana nonton Jerman VS Polandia, tetapi bukan penyebab Perang Dunia II |
Malam Minggu di Jatinangor Lagi-lagi (5-6 September 2015)
Ini saat aku duduk di bawah pohon di atas semen, di bawah langit, di hamparan kesunyian |
Realisasi Mimpi,
Transformasi Diri dan Apalagi? Hidup Memang Begini
Siang itu hari Jumat, 4 September
2015. Dalam tidur siang aku bermimpi. Mimpi yang sederhana : Aku dalam mobil
menuju Jatinangor. Aku tidak ingat dimana awal mimpi itu dimulai. Juga tidak
tahu darimana aku tahu bahwa mobil itu menuju Jatinangor. Semua berkat
kebangunanku dan persepsi itu. Esse est
percipi, kata orang bijak dari luar negeri (Sepertinya diperlukan semacam
Epistemologi Mimpi/ Filsafat bawah Sadar dan jangan-jangan Pak Sigmund Freud
sudah bikin dan aku tak tahu).
Entah via koneksi apa, mungkin melalui
neuron. Aku jadi ingat kawan Haris yang dulu pernah bercerita tentang mimpi.
Begini ceritanya. Sila membaca.
Malam itu dia ketemu buaya dalam
mimpinya. Paginya, saat dia bangun, dia ingat dan sadar akan hal itu. Siangnya
Haris langsung menuju kebon binatang samping ITB, buat melihat buaya. Karena
karcis masuk harganya dirasa mahal, Rp25.000,00, ia curhat kepada Pak Satpam
begini-begitu. Ia hanya ingin melihat buaya, sebab tadi malam bermimpi itu. Pak
Satpam tertawa terkekeh. Didiskonlah jadi 10ribu. Haris masuk. Dan duduklah ia
disamping kandang buaya. Ia keluarkan buku dan pena. Ia coret-coret. Apakah
itu? Mungkin sketsa.
Akan aku tiru Haris. Tapi besok
pagi. Tanggal 5 September 2015, hari sabtu. Sebab aku harus Kerja Praktek dulu
di suatu tempat di muka bumi ini. Aku bermalam di kantor tempat KP itu.
Begadang. Tengah malam, aku mengecek jadwaltv.net, ini jadi membuatku ingin
menonton bola. Ada jadwal pertandingan kualifikasi Piala Eropa pukul 01.45 WIB.
Jerman VS Polandia. Huh bukankah dulu Jerman menyerbu Polandia-lah penyebab perang
dunia II? Untung saja ini cuma main bola. Tidak perlu takut. Cuma perlu gembira.
Sedikit tentang Jerman, Jerman
adalah tim bola yang kusukai, salah satu dari banyak kesebelasan bola. Selain
itu Jerman juga maju dalam bidang teknologi dan engineering. Jerman juga punya nama sederet tokoh-tokoh terkenal
sebut saja Wolfgang Amadeus Mozart, Johan Sebastian Bach, Ludwig van Beethoven,
Johan Pachelbel, Franz Schubert, Richard Strauss, Richard Wagner di bidang
musik. Hegel, Feuerbach, Habermas, Jaspers,
Leibniz, Marcuse, Schopenhauer, Nietzsche, Marx, Kant, Heidegger, Hannah Arend
di bidang filsafat. Gerd Mueller, Oliver Kahn, Philip Lahm di sepakbola dan
Boltzman, Cantor, Diesel, Bessel, Einstein, Gauss, Fritz Haber, Helmholtz,
Kepler, Max Planck, Rontgen, Schrodinger, Heisenberg, Niels Bohr, Wolfgang
Pauli, Rutherford di bidang sains (lengkapnya lihat di Daftar Tokoh Jerman).
Habibie, presiden yang satu-satunya presiden di dunia yang bisa buat pesawat
itu pun sekolah di Jerman. Aku menonton via livestreaming.
Sebelumnya sudah ku-chat Si Cepat Akal, Dyno Andika Andika
Andika Putra Putra rencanaku ke Jatinangor nanti. Mengapa nanti ? Sebab hari
sudah berganti waktu itu. Sudah hari Sabtu 5 September pukul 12 malam lewat.
Nama Dyno sebeneranya bisa disingkat menjadi Dyno Tri-Andika Di-Putra saja.
Atau gelar Si Cepat Akal, Panggilan karib Conoik dan panggilan chat Noik. Jam setengah empat aku
tertidur.
***
Pukul 10.00 WIB. Lebih lima atau
sepuluh menit atau seperempat jam, aku sudah berkaos hitam Led Zeppelin
kesayangan, celana gunung motif loreng kesayangan dan tas berisi diary, pena,
charger, tablet, topi dan jaket kusandang di pundak kesayangan. Kuhampiri Arnes
Shuttle yang di Balubur (dekat dengan kosanku) itu. Kata kawan yang sekarang berada
di Jakarta, Balubur ini sebentar lagi akan jadi terminal. Terminal Balubur.
Mesti diganti namanya menjadi Balubur
Terminal Square bukan Balubur Town
Square lagi. Sebab banyak sekali minibus Arnes yang parkir (baca: mangkal)
di situ. Padahal pool-nya, kantornya
itu cuma berukuran 3x4 meter. Seukuran pas photo ijazah SMP (hanya dalam satuan
berbeda meter dan centimeter).
Sebenarnya dari lubuk hati yang
paling dalam, aku ingin diskon. Tiket 20ribu harganya. Siapa tahu cara Haris
bisa berhasil dan dengan curhat bahwa aku mimpi, ongkosnya bisa jadi Rp7.500,
atau kurang. Namun tidak kulakukan. Aku malu. Selain itu aku masih merasa punya
uang. Kulunasi tiket/ karcis warna pink itu. (ukurannya hanya setengah dari
uang 20ribuan yang kuberikan).
Tidak lama aku sudah sampai di pool Arnes Jatinangor (setelah
sebelumnya naik bus itu dan tertidur pulas di dalamnya) Kau tahu kan? Aku tadi
tidur jam setengah empat pagi. Sebenarnya aku sudah bangun saat bus melintas
IPDN, namun, ya sudah tidak pakai namun.
***
Begitu di sana aku langsung turun
setelah mobil bus berhenti. Aku duduk di samping pintu samping sebelah kiri.
Makanya bisa cepat tanpa menunggu antrian yang lain turun lebih dulu. Aku
menyeberangi jalan dan melawan arus. Segera kukabari Dyno dan Ilham perihal
kedatangan ini. Aku sudah sampai. Namun, kali ini baru pakai namun, belum satupun
dari mereka membalas LINE-ku. Maklum baru jam 11 di hari Sabtu, mereka mungkin
belum bangun. (Benar saja pranggapku ini setelah kukonfirmasi demikian).
Aku bertemu toko buku. Main ke
sana. Lihat-lihat. Setelah kira-kira hampir sejam disana dan aku tidak beli
(sebab tidak ada buku yang pas dan sesuai). Aku berpindah, kali ini ke gerobak
gorengan di depan alfamart di pertigaan itu. Aku beli 3, satunya 1ribu (baca
seribu rupiah) dan rasanya tidak enak. Tidak kuhabiskan dan tidak kubuang juga.
Kumasukkan ke dalam plastik lalu kumasukkan ke dalam plastik, eh salah, ke
dalam tas maksudku.
***
Yang Selamanya Hanyalah Kita. Kita Abadi.
Kulangkahkan kaki dan kuayunkan
tangan (seperti mau berangkat solat jumat, padahal hari sudah Sabtu). Aku
berjalan menuju Unpad.
Duduk saja aku di depan halaman Mesjid Kampus itu.
Ilham baru saja membalas chat-ku. Baru bangun katanya. Benar saja. Sudah jam 12-an. Katanya dia
semalam mandi air panas di Ciater. Makanya tidur pulas dan juga baru berangkat
pulang dari Ciater jam 2-an. Alasan saja menurutku bukankah memang biasanya
bangun siang? Tetapi tidak kusampaikan.
Ini Foto Ilham Sedang Sholat, kupotret dalam kondisi rahasia, supaya dia tidak riya, eh nyatanya buny..jebret |
Sendiri. Aku belum juga menemukan
tujuan apa sebenarnya yang menjadi tujuanku ke Jatinangor? Sudahlah jalani
saja, jangan banyak cerewet. Bukankah tujuanku mengamalkan mimpi sudah
terlaksana? Sudah di sini dan siapa tahu nanti ada petunjuk lain. Hehehe.
Kampus Unpad ramai juga. Meskipun
hari libur kuliah. Atau jangan-jangan mereka ini yang rajin sekali sehingga hari sabtu pun
kuliah? Atau aku salah hari? Ini bukan Sabtu mungkin, tetapi Minggu, Eits,
Senin maksudnya, atau Jumat? Atau ada perbedaan waktu 12 jam antara Unpad
dengan ITB? Ah Jangan-jangan ini bukan Unpad. Masa’? Itu di gerbang tadi ada
tulisannya. Ah aku tidak peduli. Tidak usah dibahas juga.
Di bawah pohon rindang, angin
berembus dingin, dan aku duduk termenung. Bulu tanganku berdiri. Sesekali
menjatuhkan buah hijau dan coklat pohon itu. Aku memandangi sekitar. Di depan sana
ada motor-motor diparkir rapi. Di bawah anak tangga ada sendal jepit, sepatu
dan alas kaki berbagai model berantakan. Di seberang jalan ada ATM Center. Dimana-mana ada orang. Di
sebelah kiri ada sekumpulan pemuda yang asik mengisap tuhan sembilan senti. Aku
ingin mengeluarkan rokokku, tetapi tidak punya, tidak pula merokok. Tapi,
kalaupun punya rokok, aku tidak punya korek. Tetapi lagi, bisa kumintai api
dari para pemuda itu. Dari para perokok lain sebagai solidaritas perokok. Atau kupinjam korek mereka. Tetapi tetaplah
aku bukan seorang perokok.
Di seberang sana ada mahasiswa
dan mahasiswi. Begitu penebakanku terhadap mereka. Dengan baju-baju kaos
sewarna tapi tak seragam. Ada warna
hijau, ada biru, ungu , hitam dll. Ada juga yang pakai semacam ban di lengan
atasnya. Seperti kapten tim sepakbola saja. Mungkin petugas kebersihan? Bukan.
Mereka tidak bawa alat dan perkakas macam sapu dkk. Apakah petugas kebersihan
selalu bawa sapu? Tidak juga. Tidak
selamanya. Yang selamanya hanyalah kita. Kita abadi. Begitu tulis Pak Sapardi
dari UI. Ini Unpad dan Aku ITB. Kita bersaudara, satu keluarga, kata band
Netral. Ah Sudah.
Ilham datang, bincang-bincang
sedikit, lalu dilanjutkan dengan makan siang. Ilham yang lucu itu bercakap
dengan anak-anak di depan warung nasi padang itu. Dia menceritakan cerita
fiktifnya. Kepada anak SD gendut itu ia bilang bahwa di kosannya dia punya 6
ekor cupang. Hal itu karena si anak sedang memegang sebuah botol kaca berisi
seekor cupang. Kata Ilham dia punya 2 ekor merah, 2 kuning dan 2 hitam. Selain
itu dia punya cupang yang bertaring dan ada juga yang bertanduk. Anak itu pun
penasaran dan sempat ingin membeli cupang Ilham tetapi dia tidak akan menjual
katanya. Pernah ada kawannya yang ingin membeli dan menawar 100ribu tetapi
tidak ia jual. (Sempat terdengar gelo...gelo...gelo
dari mulut kawan sigendut itu...tiga kata itu ditujukan buat kawanku ini, aku
cuma bisa senyum-senyum sendiri).
Ke Unpad lagi. Menunggu Mamek
yang tak juga kunjung datang. Kami duduk di semacam pondok-pondok itu. Dari
sana aku bisa melihat tulisan : Bale
Aweuhan. Kutanya pada Ilham, “Il, jadi itu bukan mesjid ya? Tempatku solat
zuhur tadi. Bid’ah ini. Masak solat di
Bale Aweuhan?”. Cepat dia menyahut, “ Kan di bawahnya ada tulisan Jay : Mesjid
Raya Kampus Unpad Jatinangor” “Oh..begitu...maaf...maaf, gak kelihatan” begitu
ucapku. “Ah Sijay aya-aya wae, gede kitu tulisanna” ucapnya dengan bahasa sunda
dengan logat Minang yang disunda-sundakan. Kita memang sering dikurung oleh
persepsi dan praanggap yang kita miliki. Dan kita sering menjadi salah karena
itu.
Setelah kawan Mamek dipastikan
tidak datang, kami menuju kosan Ilham di Pondok Bungsu.
Lalu Ke GOR, menonton orang-orang jogging. LARI. Bersama
Mitra, Ulil, Yudhis, Ilham, Aan, KJ.
Ke pondok bungsu lagi.
Malam. Main gitar dan bernyanyi sampai teler. Aku menjadi
gitaris dadakan yang asal-asalan.
Menonton permain futsal. Ada Ilham dkk
Main Kartu, mengajari mereka main Truf.
Karena dirasa kurang, jadilah main Capsa saja.
Makan donat traktiran Ilham
Tidur
Pulang ke Bandung. Tidak sempat bertemu Conoik
Beberapa kawan di sana, terutama
Ilham menganggap aku ke Jatinangor karena ingin melihat mahasiswi. Cari cewek,
skating-lah. Mencari jodoh. Aku segera membantah. Aku tidak suka mahasiswi,
aku nyari dosen. (di ITB banyak mahasiswi hehehe). Tidak sepenuhnya benar dan
tidak sepenuhnya betul. Entahlah. Yang jelas : realisasi mimpi, aktualisasi dan
pemberontakan tanpa henti. Cialah, macam revolusier saja awak ini.
Hehehe..No Problem. Biar keren saja.
Kehidupan yang absurd mesti
dijalani. Itulah makna dan hakikat dari pemberontakan. Itulah pesan
eksistensialisme yang sejati.
Aku ingat meninggalkan PR-PR
pribadi tentang resensi-resensi buku sebagai konsekuensi. Tetapi ini juga
adalah misi pribadi bukan?
Rencananya balik siang. Tapi tidak jadi, nginap dulu dan
balik pagi.
Jam 11 lagi hari Minggu, 6 September 2015. Aku sudah di
Bandung lagi. Terima kasih. Kawan-kawan Jatinangor wa bil khusus Pondok Bungsu.
2 comments
Write commentsSedia kosant putra dan putri area ciseke jatinangor, 1km dari kampus ipdn, 300 dari unpad, hub alamsyah 085311756557. Ok!
ReplySedia kosant putra dan putri area ciseke jatinangor, 1km dari kampus ipdn, 300 dari unpad, hub alamsyah 085311756557. Ok!
Reply