Siapa Menang Siap kalah
dan Menerima Kekalahan
Dijual : Satu Tiket ke Surga II
Kebiasaanku tiap hari. Mengecek Timeline.
Entah itu facebook, twitter, atau LINE. Lini masa,
terjemahan bakunya. Garis waktu. Ya semacam itu. Intinya ini adalah suatu bagian
dalam situs online yang di sana aku menemukan orang-orang tengah memproyeksikan
dirinya. Mulai dari sekadar curhat, mengeshare berita, berdebat, mengupload
foto, berjualan, sampai bertengtar. Ada juga yang timeline-nya berisi game tes kepribadian online. Biasanya Facebook
adalah ladang subur bagi tumbuhnya berita hoax(bohong).
Foto-foto mengenaskan dan gosip artis. Kalau twitter itu biasanya apa? Saya
lupa, sebab tidak selalu ingat. Haha. Yang jelas, twitter adalah tempatnya
aktivis dan pelaku hashtag atau tanda
pagar berpesta. Sedang LINE adalah bagian kecil, yang mulai seperti facebook dan twitter. Mungkin ini tidak terjadi padamu. Tetapi jelas, terjadi
padaku. Kalau LINE mungkin gegara friend-nya
cuma seribu jadi tidak terlalu variatif macam facebook dan twitter.
Salat Boleh di Langgar
Salat boleh di langgar.
Yang pertama berarti tidak dilakukan, yang kedua berarti di surau kecil. Ya
surau kecil itu adalah langgar, langgar itu artinya tempat solat, musola dalam
KBBI. Pembacaan di langgar dan dilanggar bisa seberbahaya itu. Tidak juga.
Hehe. Jika kalimat itu diucapkan? Hati-hati saja jangan sampai mengucapkannya
di dekat orang-orang yang siap membunuh atas nama agama. Nyawamu taruhannya.
Dijual : Satu Tiket ke Surga I
Dijual : Satu Tiket ke Surga
Sebuah tiket warisan turun
temurun itu akhirnya dijual. Bukan di koran, bukan di pasar, bukan di toko,
bukan di jalan, bukan di jajakan dari rumah ke rumah. Tetapi lewat status LINE.
Apakah semudah itu tiket tersebut? Lepaskan dulu pertanyaan tentang apakah
tiket itu asli. Atau memang anda sudah yakin tidak ada tiket ke surga. Apalagi
dijual dan bisa ditukar dengan uang. Mari berprasangka, dan bertanya. Apakah
kehidupan si penjual tiket begitu sulit dan rumit dan miskin sehingga tiket itu
dijual? Atau jangan-jangan ia sudah tidak percaya surga sehingga berani
menukarnya dengan uang dunia. Ah. Siapa pula yang berpikiran bahwa dijual itu
selalu ditukar dengan uang? Dari kitabsuci mana anggapan macam begitu lahir?
Sudahlah tidak usah kita perdebatkan memang bila dijual itu akan dibeli dengan
uang.
Tiket ke Surga. Menarik memang
semacam izin dari Tuhan buat masuk surga. Seolah dengan adanya atau dipunyainya
sebuah tiket orang langsung bisa masuk ke surga. Cara pikir macam apa ini?
Surga oh indahnya engkau dengan segala isinya.
Jika surga itu melebihi indahnya
beribadah, ya begitulah. Jika paradigma beragama seperti dagang pulsa ya masalahkah?
Hilangkan Mauvaise Foi
Sebagai seseorang yang sudah
menyalami eksistensialisme, tidak sepantasnya lagi bicara tentang prasangka
buruk. Bukankah dalam terminologi mauvaise
foi, semua sudah jelas tentang bagaimana. Memang barangkali ujung-ujungnya,
diri adalah musuh yang sesungguhnya. Diri memang bukanlah projek eksistensi yang sudah final. Diri adalah yang bergerak
terhadap diri.
3 November 2015
3 November 2015
Kemarin siang aku bermimpi.
Ketika sedang bermimpi itu, aku berusaha untuk mengingat mimpi itu sebagai
pelajaran (nasihat) penting bagi hidupku saat bangun nanti. Ya beberapa bulan
terakhir aku sering mengalami mimpi yang aku sadar aku sedang bermimpi. Ya
carana tentu dengan cek realitas yang acap kulakukan. Dengan mencubit lengan, bila tidak sakit dan
tidak merasakan apa-apa berarti aku sedang bermimpi. Maka otomatis aku akan tahu. Meskipun
demikian, aku tetap mendapatkan kesan sedih dan cemas dalam mimpi itu. Aku
pernah mimpi becermin dan melihat wajah sendiri dalam mimpi itu. Mimpi
mengajarkan skak mat catur dengan buah tinggal raja benteng vs raja kepada
seoang kawan, mimpi main poker yang begitu detail dan mimpi yang paling ekstrem
adalah mimpi menciptakan sebuah permainan dari kartu bridge atau remi. Aku mencipta jenis permainan baru dan saat
bangun aku dapat mengulangi game itu dan mencoba bug-bug-nya dan menyempurnakan aturan-aturannya. Aneh dan sangat.
Refleksi 2015
Refleksi Kehidupan
Belakangan
Belakangan ini aku merasa ada
yang monoton dalam kehidupan ini. Apakah arti dari kemonotonan? Ya salah satu
bentuknya adalah kehidupan yang makin ramai dengan pertanyaan. Dan entah kenapa
pada suatu saat aku menganggap pertanyaan-pertanyaan tersebut tidaklah perlu.
Akan tetapi di suatu saat yang lain, aku juga menganggap hal itu adalah hal
yang esensial. Dan apa itu yang perlu? Mengapa harus ada yang perlu dan tidak
perlu? Samakah ia dengan kebutuhan? Yang bila tidak terpenuhi dapat menyebabkan
luka atau kehilangan eksistensial ? Tiga kata : aku tidak tahu.
dua monolog dan satu dialog
Dua monolog singkat1
Maaf tadi salah pencet, eh salah sentuh
Eh...tadi mau lihat home mu malah ke free call
2
Kalau memang kau tak bersedia
Tolong cari penggantimu
Paling tidak ia orang pilihanmu
Anggap saja tidak terjadi apa-apa
Dilarang mabuk, kecuali mabuk cinta
Sampai jumpa, lain kali mungkin
Satu dialog mini
Dia : Seperti Tuhan saja Kau, bermonolog ria
Aku : Bukan, aku ini hamba yang sedang menyembah rayu Kau agar mau bercinta
Dia : Maaf, lain kali mungkin.
Bandung, 2016
sin sod dod
1.
Mulut hidung bersin
Memuncratkan puisi
Dari dalam diri
Menyebar mengisi udara :
Menularkan bibit makna
2.
Salam !
Silakan buka mata, buka telinga
Lihat dengan saksama
Dengar keciap rasa
3.
Malam segera roboh
Di pangkuan tanah lembab
Silakan ucap kalimat perpisahan
Sebelum mulut dijahit dan suara
dibungkam
Bandung, 2016
Bandung, 2016
Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #10
8 Januari 2016
Akan
meninggalkan Jogjakarta
Kereta
Pasundan jurusan Jogja Bandung, Lempuyangan Kiara Condong, kelas ekonomi sudah dipesan Jul Senin
lalu. Harganya 100 ribu. Terhitung
murah bila dibandingkan dengan Okie dan Haris yang pulang naik bus 170 dan 185 ribu. Kereta
jam 2 siang. Dan di tiket dijelaskan
bahwa sampai di Kiara Condong jam 23.19. Jam sepuluh kami sudah selesai mandi.
Aku dan Jul mau beli oleh-oleh dulu, ke Bakpia di samping school of rock-nya
Ahmad Dhani itu. Pukul 11 aku dan Jul berangkat naik motor KLX
Sam. Sepulang dari sana kami sempatkan membeli sarapan siang. Sarapan yang
dirapel dengan makan siang. Aku, Jul, Robi, Mas Miqdad dan adiknya, dan Sam
segera menyantap makan siang yang sederhana itu. Nasi sayur dan tahu dan tempe.
Kami makan bersama. Nasi digelar keempat bungkusnya dan lauknya ditumpah dan
makan bersama, seperti yang pernah sebelumnya, pas hari pertama aku di jogja.
Waktu itu dengan daun pisang, sekarang sudah tidak sempat lagi, sebentar lagi
jumatan. Setelah habis. Kami berangkat Jumatan di SMK Muhammadiyah, tidak jauh
dari kosan.
Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #4
2 Januari 2016
Hari
kedua di tahun ini kunyalakan di Solo. Pagi-pagi Kukuh sudah membawa kami ke
pasar. Bukan untuk membeli sayur atau pakaian. Tapi ingin melihat-lihat
kejadian-kejadian, ah apalah namanya. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah
kompleks Pasar Klewer. Di seberangnya itu kami berhenti, memarkir honda jazz
kukuh yang matic itu. Lalu sedikit berjalan ke toko yang menjual blangkon,
keris, baju kejawen, patung dan macam-macam benda mati lain. Kata siapa benda
mati? Tentu saja menurut kategori dari ilmu biologi. Kukuh bertanya kepada ibu-ibu
yang sedang duduk di depan tokonya, seperti ingin menunggu pembeli. Bu dimana
ya toko buku (orang-orang yang jualan buku). Si ibu bilang di seberang sana.
Lalu kami berbalik arah, mengikuti telunjuk ibu itu dan mengikuti langkah kaki
kukuh.
Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #3
1 Januari 2016
Pagi yang
panas. Cuaca Karanganyar memang berbeda dengan Bandung. Sepagi itu Kukuh sudah
sempat browsing apa saja tempat yang
bakal dikunjungi hari ini. Lalu ingin memenuhi permintaan Okie juga mencicipi
makanan khas Solo. Jam 8 kami berangkat ke Candi Sukuh. Sebelum itu kami
pamitan dulu ke Bapak Kukuh yang sedang mengurus kebun dan ternak di rumah
almarhum kakeknya.
Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #2
31 Desember 2015
Pukul
setengah enam pagi. Aku turun di pasar gamping. Langsung aku ditawari jasa
ojek. Mau kemana Dek? Mau ke Kaliurang Pak. Ya mari naik ojek saja 50 Ribu.
Hmmm mahal juga ya ujarku dalam hati. Aku menawar 30 ribu. Belum bisa dek
katanya. Aku kebelet. Segera ke wc umum. Aku pipis. 2000. Lagi. Aku mencoba
menghubungi Okie dan Kukuh. Tidak ada yang mengangkat, aku chat di grup Line, tidak ada yang balas. Sepertinya mereka belum
bangun. Oh ya nama kawasannya Plemburan. Ada satu lagi tukang ojek yang agak
memaksaku, 40 ribu ke plemburan katanya. Namun aku belum tahu alamat pasti, itu
alasanku menolak beliau. Aku cuma berjalan beberapa meter dari pasar itu
mencoba menghindari tukang ojek yang memaksa.
Catatan Liburan Akhir Tahun 2015
30 Desember 2015
Hari itu hari penuh rindu. Kepada
apa aku tak tahu. Mungkin atas nama kesendirian yang mencapai selaput
kekekalan. Dua hari yang lalu aku membincangkan dengan Okie, saudara
seperguruan sepertrongkrongan tentang rencana berlibur ke kota Yogyakarta dan
bertahun baru di rumah saudara Kukuh Samudra. Kemarin Okie sudah berangkat,
menyusul Haris dan Jul yang sudah mendahului berangkat ke Jogja. Okie, menurut
penuturannya, ke Tasik dulu hadiri acara keluarga dan kemudian ke Jogja. Aku
pun mempersiapkan diri. Pokoknya besok ke Jogja. 30 Desember penghujung tahun
yang ngepas bila diputar lagu
Malam-malam di Beranda Franky Sahilatua.
Akan
Akan selalu begitu pabila tidak
bersiap
Tentang kejatuhan, pendaratan
yang mengintai
Naik ke tempat tinggi lagi bukan
cinta yang gampang, asiknya membayang menjadi
Bongkah batu sisifus yang selalu
jatuh dan memuncak berulang
Abadi dalam segala sensasi
Dan tidak peduli kondasa-kondisi
Jogja, 2016
Malam Jatuh
Malam jatuh yang kuinginkan
adalah cita rasa dinginnya pada tubuh sehabis gugur siang yang memeras badan
sampai mengucur keringat di segala kulit, kening, pipi, tangan, dan kaki.
Sensasi terbang dan melayang yang
kusuka seperti ketika membayangkanmu nyata-hadir dengan dinding fantasi anti
roboh, fondasi anti runtuh. Aku bisa menguasai dirimu terserah padaku dan bisa
menguasai dirimu terserah padaku dan bisa tak ingat diriku dan lupa malam cuma
sebentar sebab sedang diburu subuh.
Malam jatuh pada jiwaku adalah
kegelapan yang menimpa kandil di gelap hutan rindu nan amat lebat. Semacam aku
jadi matahari. Ah, bukankah matahari adalah pertanda sekaligus penanda siang
yang membosankan? Barangkali sebab malam jatuh adalah matahari yang sembunyi
dan tiba-tiba , secara mendadak jatuh mendarat dan terempas,
Pada lantai marmer, pada ubin
masjid, pada tanah keras, pada aspal
Dan cermin yang dibawanya pecah
berderai
Aku terkeping terburai
Berserak
Jogja, 2016
Paras
Paras-paras yang membuat keringat
mengucur
Memeras bongkah-bongkah peristiwa
masa lalu
Menjadi hantu
Yang menyisip diantara detik
Sebagai ketukan-ketukan waktu
Paras sebagai bayangan
wajah-wajah yang
Selalu berubah-ubah
Demi mempertahankan
Bentuk kehendak paling hasrat
Pasrah adalah cermin yang mesti
dipecah
Dan wajah luka, tangan luka masa
lalu
Disusun lagi
Meski dengan
Air mata
Jogja, 2016
mendengar since i've been loving you
Led Zeppelin membawa jiwa
melayang di atas frekuensi getar udara dan tenggelam dalam kehilangan dan
kerinduan akan suatu sublimasi. Ibarat menjadi asap rokok yang menguar di ruang
kamar dan masuk kehidung lain sambil mencari ventilasi.
Jogja, 2016tabung gas
Lima tabung gas hijau itu meledak
Dan semua orang di kantin ini
hancur mati
Kecuali aku dan gadis imut itu
Tak ada lecet, ia takut
Wajahnya mengajak untuk ditatap
Dengan penuh kekuatan dan rasa
aman
“tenang saja dek, aku ada”
Lalu kupeluk tubuhnya yang penuh
khawatir
Kepalanya terbenam dalam dekapku
Nafasnya menghembus jantungku
lalu melambat
Dan aku merasa kecewa
Mengapa tiada yang menyaksi
kebahagiaan ini?
Jogja, 2016
di museum affandi
Panas kehilangan kedinginan
Mengantar pejalan ke museum
affandi
Masuki galeri-galeri
Pandangi lukisan-lukisan
Affandi seorang narsis
Aku juga mesti
Sebab diri
Adalah titik awal
Dan tujuan kehidupan
Lukisan bukan hanya cat, kuas,
dan kanvas
Ia bukan meniru kehidupan
Bukan cuma ketelanjangan dan
kehidupan
Lukisan adalah wujud proyeksi
diri dalam diri yang memancar
Angin berembus pelan dingin dan
rahasia, menyapu permukaan tubuh
Galeri dingin bukan karena AC, tetapi
karena matahari di luar sana
Affandi hidup kembali setelah
sebelumnya kudapat kabar bahwa ia mati,dalam ekspresi dan impresi, afandi
mewujud, aku tak dapat konfirmasi apa yang sudah kasyaf dan tajalli hingga
macam begini hadirnya tubuhnya yang menguasi
Afandi kau masa lalu yang gembira
Sinar yang merambat dari jauh dan kini sampai padaku sebagai
manusia teladan
Afandi kau masa lalu : lukisanmu
sampai beribu dan aku masa kini yang takkan pernah tahu apa aku kan sampai
padamu, itu tak terlalu masalah, sampai aku tak ingin hanya sekadar sia-sia
Jogja, 2016
jalanku di jogja
Jiwaku mesti kabel listrik di
siang jogja
Dan malamnya juga
Panas listrik panas matahari tak
memutus dan tak mengendor
Ia menari saja bila kulihat dari
atas
Motor jul ataupun mobil kukuh
Walau Frau sudah ewean di luar
angkasa
Eh bukan ewean , tapi bercinta
Tubuhku mesti wanita pelacur
sarkem yang bertahan dan melawan bukan untuk menumpuk keakayaan. Seluruh
hidupku adalah perjalanan tanpa peduli tujuan yang ada hanya tidak tertekan
Menimbang hidup di atas bangku
sadar akan
Pergulatan hidup tiap waktu
adalah menyalakan api iman dalam diri sekaligus memadamkan api lain. Biar tak
hanya sibuk beragama lupa bertuhan.
Rasaku mesti peka dengan
gelandangan dan mafhum akan penindasan
Dan tertawa pada kehidupan
Setelah kemudian terlahir kembali
Sebagai birahi tak bertuan
Jogja, 2016
flu waktu malam
1.
Mulut hidung bersin
Memuncratkan puisi
Dari dalam diri
Menyebar mengisi udara :
Menularkan bibit makna
2.
Salam !
Silakan buka mata, buka telinga
Lihat dengan saksama
Dengar keciap rasa
3.
Malam segera roboh
Di pangkuan tanah lembab
Silakan ucap kalimat perpisahan
Sebelum mulut dijahit dan suara
dibungkam
Resensi Novel Alenia
Resensi Novel Alenia
Judul : Alenia
Penulis : Risalatul H
Penerbit : Penerbit Periuk
Cetakan : I, 2015
Tebal : vi+171 hlm; 19x12,5 cm
Harga : Gratis. Pemberian Ki Kaboet Yogyakarta
Sari Khotbah Nietzsche dalam Tubuh Novel
Usia memang tidak membatasi
manusia untuk berkarya. Penulis novel ini kelahiran 1995 di Pati. Artinya, beliau
menelurkan cerita ini di usianya yang ke-20. Novel tipis ini semacam khotbah.
Risalatul sebagai mahasiwa filsafat—(sepertinya seorang umat Nietzsche) ingin
mengumumkan kepada pembaca, begini loh
hidup itu. Ada nilai-nilai yang mesti kau lihat dari kacamata lain. Ada
penjungkir-balikan nilai a la Nietsche yang ditawarkan oleh penulis.
Resensi Novel Genesis
Resensi Novel Genesis
Judul : Genesis
Penulis : Ratih Kumala
Penerbit : INSISTPress
Cetakan : I, Juni 2005
Tebal : vii+203 hlm; 15x21 cm
Harga : Gratis. Pemberian Jaja Suharja Lampung
Bung Jaja Suharja adalah orang
yang memberikan novel Genesis ini kepada saya. Awalnya saya minta buku cerpen
Iwan Simatupang Tegak Lurus dengan Langit, akan tetapi kata beliau buku itu sudah
tidak ada di Perpustakaan Lampung. Jadilah ia mengirimkan buku ini. Karena
tabula rasa saya belum punya, buku Genesis yang merupakan novel kedua inilah
yang saya baca.
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
Labels
Popular Posts
-
Judul : Manusia Indonesia (sebuah pertanggungjawaban) Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : Yayasan Pu...
-
Resensi Buku Novel Merahnya Merah Judul : Merahnya Merah Penulis : Iwan Simatupang Penerbit ...
-
Resensi Buku Novel Kering Hidup Mesti Terus Meski Misterius Judul : Kering Penulis : Iwan Sima...
-
Puisi-puisi Kahlil Gibran Tentang Waktu, Cinta dan Persahabatan WAKTU Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?…. Kau ingin men...
-
Resensi Buku Novel Orang Asing (1942) Judul : Orang Asing (Judul Asli : L’Etranger) Penulis : Albert Cam...
Archive
-
►
2018
(3)
- ► April 2018 (1)
- ► Maret 2018 (2)
-
►
2017
(31)
- ► November 2017 (1)
- ► September 2017 (2)
- ► Agustus 2017 (1)
- ► April 2017 (1)
- ► Maret 2017 (8)
- ► Januari 2017 (5)
-
▼
2016
(132)
- ► Desember 2016 (8)
- ► November 2016 (3)
- ► Oktober 2016 (4)
- ► September 2016 (8)
- ► Agustus 2016 (15)
- ► April 2016 (16)
- ► Maret 2016 (5)
- ► Februari 2016 (15)
-
▼
Januari 2016
(34)
- Siapa Menang Siap Kalah
- Dijual : Satu Tiket ke Surga II
- Salat Boleh di Langgar
- Dijual : Satu Tiket ke Surga I
- Hilangkan Mauvaise Foi
- 3 November 2015
- Sepertinya ?
- Refleksi 2015
- dua monolog dan satu dialog
- sin sod dod
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #10
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #9
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #8
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #7
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #6
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #5
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #4
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #3
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #2
- Catatan Liburan Akhir Tahun 2015
- segera tiba
- Akan
- Malam Jatuh
- Sepasang
- Paras
- mendengar since i've been loving you
- Buat Candra Negista
- tubuh basah
- tabung gas
- di museum affandi
- jalanku di jogja
- flu waktu malam
- Resensi Novel Alenia
- Resensi Novel Genesis
-
►
2015
(206)
- ► Desember 2015 (11)
- ► November 2015 (20)
- ► Oktober 2015 (24)
- ► September 2015 (32)
- ► Agustus 2015 (26)
- ► April 2015 (29)
- ► Maret 2015 (8)
- ► Februari 2015 (10)
-
►
2014
(57)
- ► Desember 2014 (6)
- ► November 2014 (4)
- ► Oktober 2014 (2)
- ► September 2014 (11)
- ► Agustus 2014 (4)
-
►
2013
(83)
- ► Desember 2013 (1)
- ► November 2013 (6)
- ► Oktober 2013 (1)
- ► September 2013 (13)
- ► Agustus 2013 (3)
- ► April 2013 (6)
- ► Maret 2013 (10)
- ► Februari 2013 (11)
- ► Januari 2013 (2)
-
►
2012
(62)
- ► Desember 2012 (9)
- ► November 2012 (1)
- ► Oktober 2012 (4)
- ► September 2012 (5)
- ► Agustus 2012 (7)
- ► April 2012 (6)
- ► Maret 2012 (11)
- ► Februari 2012 (1)
-
►
2011
(27)
- ► Desember 2011 (5)
- ► November 2011 (1)
- ► Oktober 2011 (1)
- ► September 2011 (15)
- ► Agustus 2011 (3)
- ► Maret 2011 (1)
-
►
2010
(112)
- ► Desember 2010 (7)
- ► November 2010 (4)
- ► Oktober 2010 (10)
- ► Agustus 2010 (11)
- ► April 2010 (11)
- ► Maret 2010 (11)
- ► Februari 2010 (2)
- ► Januari 2010 (24)
-
►
2009
(37)
- ► Desember 2009 (5)
- ► November 2009 (19)
- ► Oktober 2009 (9)
- ► September 2009 (4)
About
Blog ini merangkak sejak 2009. Ditukangi secara santun oleh Asra Wijaya nama akun facebooknya. Di usia segini beliau sudah besar dan ingin jadi penulis. Amin. Mudah-mudahan bermanfaat, kalau tidak maka kreatiflah :-)