Sepertinya ?
Sepertinya kita butuh duduk
berdua, membicarakan. Kalau tidak, biarkan aku saja yang bicara, bermonolog
ria, bercerita segala yang terjadi padaku akhir akhir ini dan kaitannya
denganmu.
Bagaimana kecemasan diriku menjelma ke dalam
mimpi-mimpi berulang tentangmu. Bagaimana ketakutan-ketakutan merasuk ke dalam
renungan dalam relung puisiku. Perjalanan hidupku yang begitu-begitu saja
terasa nyaman dan tidak ada bahaya yang mengancam.
Ah pembacaanku terhadap masa
depan semakin kabur. Aku mulai tidak yakin kepada diriku sendiri. Bagaimana
mungkin aku bisa mengatasi sementara informasi tentang yang akan datang aku
tidak punya. Aku mulai melemparkan pertanyaan baru lagi, apakah ini sebuah
hasrat penundukan ataukah pasrah mencintai. Aku tidak tahu aku ragu. Makanya
aku tidak berani. Sejauh ini aku butuh kawan yang bisa kuajak bercerita jauh
dan dalam. Tanpa menilai apa dan membandingkan keadaan. Aku ingin dapat
mengerti dan memahami secara fondasional tentang apa yang ingin kuhadapi
sehingga tidak ada lagi keyakinan buruk dan kekecewaan.
Tentang komedi-komedi yang pernah
kulalui, ingin kutertawai saja sampai air mata mengucur deras. Ingin kuhapus
diriku yang malu-malu kepada diriku yang lalu. Ingin kulupakan
kekonyolan-ketololan yang pernah kubuat, ah bagaimana bisa aku melupakan diri
sendiri. Dialah yang harusnya kukenal lebih jauh dan dialah yang harusnya
menjadi kawan sejatiku. Diri sendiri mesti jadi diri yang bersatupadu. Berdamai
dengan diri-diri yang sebelumnya, saling mengingatkan dan mengambil hikmah dan
pelajaran.
Sejauh ini kau mungkin akan
merasa aneh dan gerah, sebab seolah aku sajalah yang bermasalah dengan dunia.
Ya seperti kubilang di awal. Kita mesti duduk berdua, saling menjelaskan. Siapa
tahu memang kita dapat saling membantu. Jika pun tidak. Tolong carikan aku
seseorang yang bisa.
Jikapun tidak tolong carikan aku
penggantimu.
Huh, kalau kau tetap tak mau.
Tidak apa-apa tidak menjadi masalah. Mungkin takdirku begitu.