3 November 2015
3 November 2015
Kemarin siang aku bermimpi.
Ketika sedang bermimpi itu, aku berusaha untuk mengingat mimpi itu sebagai
pelajaran (nasihat) penting bagi hidupku saat bangun nanti. Ya beberapa bulan
terakhir aku sering mengalami mimpi yang aku sadar aku sedang bermimpi. Ya
carana tentu dengan cek realitas yang acap kulakukan. Dengan mencubit lengan, bila tidak sakit dan
tidak merasakan apa-apa berarti aku sedang bermimpi. Maka otomatis aku akan tahu. Meskipun
demikian, aku tetap mendapatkan kesan sedih dan cemas dalam mimpi itu. Aku
pernah mimpi becermin dan melihat wajah sendiri dalam mimpi itu. Mimpi
mengajarkan skak mat catur dengan buah tinggal raja benteng vs raja kepada
seoang kawan, mimpi main poker yang begitu detail dan mimpi yang paling ekstrem
adalah mimpi menciptakan sebuah permainan dari kartu bridge atau remi. Aku mencipta jenis permainan baru dan saat
bangun aku dapat mengulangi game itu dan mencoba bug-bug-nya dan menyempurnakan aturan-aturannya. Aneh dan sangat.
Memang akhir-akhir ini aku acap concern ke mimpi sebab barangkali mimpi juga merupakan bentuk
ekspresi kesadaran. Dalam keluargaku, ibu dan kakak juga sering menceritakan
mimpi-mimpi mereka padaku. Hahaha. Memang manusia suka berbagi. Bahkan pernah
kakak menelponku hanya untuk menceritakan mimpinya. Rata-rata mimpi buruklah
yang mereka ceritakan. Kali ini aku bermimpi tentang Hadne. Kuhitung sudah 6
kali beliau masuk mimpi ku.(5 kali saat diary ini ditulis dan 6 kali saat
diketik). Dan akan terus bertambah
mungkin.
Kalau yang ini sedikit agak
spesial sebab aku menganggapnya demikian. Aku sempat gagal mengingat mimpi ini
sampai akhirnya setelah sekitar 6 jam aku ingat lagi kerangkanya. Ya aku sadar
aku sedang bermimpi namun kubiarkan ia mengalir dan aku larut dalam hanyut.
Kunikmati dan ingin kuambil hikmahnya
nanti saat bangun. Sempat buntu.
Intisari mimpi ini adalah tentang diriku yang ingin beri kado (entah dalam
rangka apa aku lupa) mungkin ulang tahun atau mungkin juga tidak.
Hadne kutemui di suatu tempat
yang baru (kurasa aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya) sebab se..., saat
aku menulis ini deskripsi tempat ini aku tidak ingat. Okelah, yang kuingat hanya 4 lukisan monalisa,
pesan penjaga warung, aku yang merekam pesan penjaga warung dan Hadne yang
sibuk dan hanya sekilas bertemu aku.
Waktu itu aku ingin beri hadiah lalu lukisan monalisa yang kubawa entah
bagaimana ceritanya bertambah menjadi 4.
Aku nongkrong di warung kopi sebab menunggu Hadne yang sedang punya
kesibukan. Dan pepatah pak tua itu (penjaga warung) ini yang dapat kureka
ulang. “Nak jika kau merasa cocok dan pantas buatmu. Dia akan meluangkan
waktunya buatmu. Jika tidak, maka
sebaiknya kau berpaling saja, mundur paling tidak. Jalani hidupmu yang lain.”
Entah kenapa dalam mimpi itu daya kritisku menghilang. Aku mengaminkan saja
petuah-petuah Bapak ini. Padahan bisa saja terdapat logical fallacy, Ya mungkin gegara dalam mimpi. Seharusnya aku bertanya darimana aku tahu
bagaimana dia meluangkan waktunya buatku? Apa itu waktu? Apakah dengan melintas
saja dalam bayanganku dalam pikirannya itu sudah merupakan bentuk peluangan waktunya? Huhu, ayolah, apa itu
cocok dan pantas? Mesti terus dijalani bukan? Darimana manusia tahu itu adalah
sebuah kebenaran objektif (ilahi) bukan kebenaran subjektif? Apa artinya berpaling
dan menjalani hidup yang lain?
Yang jelas aku dapat merasakan
waktuku sudah banyak terenggut oleh Hadne. Mungkin dia tidak berpikir begitu,
aku saja. Tetapi menurutku di sanalah. Kenyataan adalah lintasan-lintasan ingatan,
pikiran dan khayalan kerap dilesati Hadne dan sekalam imajinya.
Konflik Kepentingan
Ya sedikit banyak mungkin konflik
kepentinganlah yang terjadi dalam diriku. Pergolakan beragam. Apakah kebutuhan
keinginan, nafsu atau apa. Sering kuceritakan kepada kawan-kawan, apa sih sebenarnya tujuan berpacaran? Pertanyaan
ini muncul gegara suasana yang barangkali tercipta. Musim ini adalah musim
dimana single alias jomblo itu
seperti sebuah dosa besar dan aib. Dan
tidak keren sama sekali. Pasar ide berkata untuk menjadi pemuda bahagia harus
punya pasangan. Tentu saja tesis ini punya banyak celah untuk dikritik. Dari
kaum idealis, agamis, pacaran relasi yang ditentukan melalui prosesi tembak
terima ini oleh seseorang dan seseorang lain, jika ditolak tidak berpacaran.
Inilah semacam akad yang anarki. Tidak penting pengakuan negara, agama ataupun
masayarakat setempat. Yang jelas berdua sudah jalani upacara tembak terima.
Lalu sisanya serahkan kepada kemesraan. Ya berpacaran. Ada tiga opini yang
semacam pandangan terhadap diriku :
1. Aku
ingin pacaran gegara cemburu melihat kemesraan pasangan lain. Belaian, pegangan
tangan, menyeka mulut, mengelus rambut, dll.
2. Aku
gengsi, ingin diakui dan berhasil menundukkan perempuan, sehingga memperoleh
strata sosial yang lebih.
3. Aku
tidak mampu meraih tahap pacaran sehingga muncullah opini dua di atas.
Oke, kalau kita pakai penafsiran
2 tokoh moralis yaitu Felix Siauw dan Tere Liye. Dalilnya yaitu pacaran itu
mendekati zina. Jadi jelaslah haram
hukumnya. Hubungan 2 pemuda-pemudi tanpa legalitas agama. Kemesraan,
belai-belaian, ciuman itu kesemuannya
mendekati zina.
Lalu, atas 3 asas opini tersebutlah aku ragu. Apakah pacaran atau
tidak. Tetapi yang jelas, realitas sekarang masih membuktikan bahwa aku tetap saja single dan masih bercokol hasrat untuk memiliki pasangan. Barangkali
hasrat asali memang tertanam dalam diri manusia untuk hidup berpasangan dan
menjalan relasi afeksi kemesraan. Namun bukankah Tuhan sangat maha paham akan
hal-hal. Justru itulah Dia membuat regulasi tentang relasi tersebut. Pernikahan.
Bab Munakahat dalam cabang ilmu fiqh.
Konflik kepentingan maksudku
adalah apakah pacaran tersebut merupakan kepentingan individual yang hendak ini
itu. Satu arah atau merupakan proses dialektis antara dua orang. Ya sedikit
rumit memang, bila dipikir dengan logika formal, namun mesti diurai. Apa niat
dan tujuan sebenarnya. Dari menjalin
relasi khusus dengan lawan jenis.
Ataukah diari-diari ini adalah
bentuk pelarianku terhadap kesepisunyian ? Pelampiasan ego pribadi dalam relasi
dengan lawan jenis, yang jangankan kandas, bergesek pun tidak. Huh kemurungan.