Komentar Singkat serta Curhat kepada Silampukau

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-


Pertama aku mendengar lagu tentang anak yang main bola dan lapangan mereka yang berubah jadi gedung. Waktu itu di sebuah sekretariat unit baca tulis di kampus ITB Ganesha. Aku penasaran, lagu-lagu yang tidak biasa itu muncul dari laptop Choirul ternyata. Entah kenapa, kembali rasanya aku ke masa kecil di kampung, di pedalaman Sumatera. Sekitar 320 km ke arah utara dari Kota Padang. Sebuah desa kecil anggap saja namanya Ujung Gading. Ya mendengar lagu itu, meskipun lapangan bola kami waktu SD sampai sekarang masih sama, belum berganti gedung. Tetapi tetap saja ada kenangan yang mencoba menyelip dalam bayangan. Bergawang sandal. Uh, indahnya masa kecil.

Kemudian yang belakangan aku mendengarkan beberapa lagu-lagunya dari situs youtube, menarik juga, apalagi Puan Kelana, lagu kedua yang kudengar. Ya sebelumnya tentu Silampukau, Mas Choi memberitahuku  nama band itu. Nama yang unik. Jujur saja aku tidak begitu tahu apalagi sampai paham tentang bagaimana musik. Apalagi apa menyoal musik yang bagus dan berkualitas. Ketika banyak orang bilang bahwa Efek Rumah Kaca bagus, yang kiranya aku belum mendengarnya, begitu ada yang bilang bahwa ada ini itu yang bagus, dan sedang tren aku tidak ikut sebab memang belum dengar barangkali.

Ya bagaimana pula membilang bagus yang belum didengar bukan? Yang sudah saja tidak. Jujur yang kedua, untuk selera musik aku begitu dipengaruhi oleh kawan dan juga suasana hatiku. Pada masa SD dulu, aku amat menyukai ‘sahabat’ peterpan, 2DSD, khayalan tingkat tinggi, kukatakan dengan indah, tak bisakah. Waktu SMP aku suka laskar cinta dan pangeran cinta dari grup Dewa 19. SMA aku suka wali, aishiterunya zhivilia, tomorrows ways yui. Bukan gegara apa tetapi itulah musik yang menyampai padaku. Jikalah musik dianggap subjek yang bergerak, itulah yang mendekat padaku.

Masuk ITB tahun 2011 aku mulai berkenalan dengan Queen. Meskipun SMP dulu aku pernah dengar juga akan tetapi lebih sukaku versi I Want To Break Freenya Dewa. Masa kuliah ini aku mencoba kembali mendengarkan lagu-lagu Queen. Karena sudah punya laptop dan internet, aku lebih mudah mendapatkan lagu-lagu Queen. Aku download Discography-nya. Aku kepincut dengan beberapa lagu seperti Killer Queen, Love of My Life, Play The Game, dan I Was Born to Love You tentu selain Bohemian Rhapsody. Aku mulai mencari Queen di internet. Dan kalau tidak salah Bohemian Rhapsody itu adalah lagu ke dua terbaik sepanjang masa versi sebuah majalah musik. Lalu aku penasaran, macam mana lagu nomor satu? Yang lebih dari Bohemian Rhapsody? Di list itu aku dapat lihat Stairway to Heaven dari Led Zeppelin. Zeppelin setahuku adalah sebuah nama balon udara.rasanya dalam mp3 bajakan kompilasi slowrock best itu ada nama Led Zeppelin (CD MP3 yang kubeli semasa SMP). Ya aku coa dengar biasa saja. Lebih ‘enak’ Bohemian Rhapsody.

Seiring bertambahnya waktu dan mulai sedikit berkenalan dengan pembacaan, apresiasi dan hal-hal sekitar itu. Membaca, mendengar dan menonton aku semacam punya nilai estetika sendiri. Terpengaruh oleh luar tentu, aku mulai memercayai bahwa segala proses itu adalah proses aktif yang melibatkan pengalamanku sendiri.Ya kalau tidak salah ini aku tambah yakin setelah menonton video Bambang Sugiharto tentang filsafat.

Aku mulai mendapati diriku menikmati lagu-lagu Led Zeppelin, mulai dari Stairway to Heaven, Since I’ve Been Loving You, Babe Im Gonna Leave You. Suara Robert Plant dipadu dengan Petikan Gitar Jimmy Page sangat memukauku. Bahkan setiap hari setidaknya aku memutar 10- 20 kali Stairway to Heaven.

Setelah sempat berkenalan dengan musik The Panas Dalam Pidi Baiq, aku mulai gandrung dia, lirik-lirik yang unik dan aneh tetap iasik. Gila sekaligus jenius. Hampir semua lagu pidi baiq ku dengar dan kukumpulkan. Bahkan tak pelak adik, ibu, serta keponakanku yang jauh di Sumatera pun terpengaruh dengan seleraku waktu itu. Bagaimana caranya? Waktu liburan semester. Aku pulang kampung dan menyetel lagu-lagu gila itu. Kemudian begitu Pidi Baiq bilang bahwa ia sangat menyukai Bob Dylan. Aku mulai mendengarkan Bob Dylan. aku coba mendengarkan hasil downloadan best platinum. Wow, memang Bob Dylan punya lirik-lirik yang dalam dengan  suara vokal yang teramat sederhana. Aku jadi curiga Dilan novel pidi baiq itu mengambil nama tokoh utamanya dari Bob Dylan yang belakangan kuketahui bernama Robert Zimmerman itu.

Kembali kepada Silampukau. Aku penasaran dengan lagu-lagu mereka. Awalnya aku memandang sebelah mata para penyuka indie, aku merasa mereka hanya sok keren dengan selera musik yang anti mainstream, yang membully d masiv, wali, kangen band, ST12 dan kawan-kawan. Aku berprasangka bahwa mereka cuma representasi dari golongan yang sok punya musikalitas tinggi dan kelas menengah yang mencoba jadi borjuis. Makanya muncullah selera-selera jazzpop a la a la tersebut.

Ternyata setelah kutinjau lebih lanjut tidak seburuk itu juga, ada yang salah dengan cara pandangku terhadap musik indie. Aku menemukan bahwa ternyata spirit indie itu patut diapresiasi. Indie dalam hal ini merekam sendiri musik mereka dan mendistribusikan secara mandiri. Mereka tidak mengorbit melalui label-label mayor. Ternyata bila ditelisik lebih jauh ada semangat ekonomi anti-kapitalisme juga di sana. Dan mengusung spirit berkarya murni. Sebab kabarnya menurut salah seorang kawan yang pernah ditawari rekaman di Sony, mereka disuruh mengubah musikalitas mereka menjadi selera pasar. Mengikuti kehendak pasar. Tentu seniman yang besar dan benar hanya mengikuti kehendaknya bukan?

Kemudian tentang musik indi yang hedon dan memihak kelas menengah atas. Lagi-lagi itu hanya semacam prasangka burukku saja dan tidak terbukti. Apalagi dalam konteks ini silampukau. Malahan aku menyimak semangat sesuai realitas melalui album Dosa,Kota dan Kenangan.

Meskipun aku bukan seorang yang terlahir di kota. Tetapi setidaknya aku pernah tinggal di dua kota. 3 tahun di Kota Padang Panjang di Sumatera Barat, dan lebih kurang 5 tahun di Bandung. Jadi sedikit banyak aku memiliki gambaran apa itu kota dan bagaimana dia. Selanjutnya mari kita bahas Silampukau.

Silampukau

Setelah kudengarkan lagu Puan Kelana yang memang waktu itu aku sedang belajar Francais, lalu apa hubungannya? Sabar ada. Aku waktu itu sedang gandrung dengan Para penyair Prancis dan ingin PDKT dengan seorang mahasiswi Sastra Perancis. Makanya kuambillah kursus singkat Perancis di ITB. Hasilnya entahlah. Upayaku menerjemahkan Puisi-puisi prancis macam Baudelaire, Rimbaud, Verlaine, dan Mallarme, sedikit banyak meskipun secara teknis tidak terlalu membantu, tetapi secara spirit dan semangat, suasana, cukuplah.

Puan Kelana

Kau putar sekali lagi Champs-Elysees (ze).
1          2       3      2       1        3                      12        (Jumlah suku kata)

Lidah kita bertaut a la Francais (se).
2          2          3          2          2                      11
Langit sungguh jingga itu sore,-> aliterasi g berganda. Keren !

2            2           2       2       2                         10
dan kau masih milikku. -> aliterasi k dan m

1        1                2           3                                         7

Kita tak pernah suka air mata. -> asonansi a, aliterasi k,p
2       1       2        2      2     2                           11
Berangkatlah sendiri ke Juanda.

4                      3          1          3                      11
Tiap kali langit meremang jingga,
2          2    2                3          2                      11

aku ‘kan merindukanmu.
2          1          5                                              7

Ah, kau Puan Kelana,
1       1      2     3                                              7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi  m dan s

3                   2    1       2                                  8
Jauh-jauh Puan kembara,

2          2          2          3                                  9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u

2             3       2          2       1       2                12

Mari, Puan Kelana, -> pengulangan ‘an’
2          2          3                                              7

jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2                      3          2                                  7

Toh, hujan sama menakjubkannya, -> asonansi a
1          2          2          4                                  9

di Paris atau di tiap sudut Surabaya. > aliterasi p,b,s
1     2      2     1                 2     2          4                      14

Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant (ong).
2          2                      3      1              3          11

Kau penuhi kepalaku yang kosong; -> aliterasi k,p
1          3          3          1          2                      10

dan Perancis membuat kita sombong, -> huruf k,t,s,p, kakafoni
1          3          3               2        2                   11

saat kau masih milikku. -> aliterasi  s,k, dan m
2        1                  2        3                                          8

Kita tetap membenci air mata. -> aliterasi t dan huruf k,t,p mendukung kakafoni
2          2          3          1       2                         10

Tiada kabar tiada berita. -> pengulangan tiada : anafora
3          2          3        3                                                11

Meski senja tak selalu tampak jingga, -> aliterasi s dan k, suasana sendu
2          2          1      3       2          2                 12

aku terus merindukanmu. -> asonansi u
2          2          5                                              9                     

Ah, kau Puan Kelana,
1       1      2     3                                              7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi  m dan s

3                   2    1       2                                  8
Jauh-jauh Puan kembara,

2          2          2          3                                  9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u

2             3       2          2       1       2                12

Mari, Puan Kelana, -> bunyi ‘an’ yang diulang-ulang
2          2          3                                              7

jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2                      3          3                                  8

Toh, anggur sama memabukkannya, -> asonansi a
1          2          2          5                                  10

entah Merlot entah Cap Orang Tua. -> asonansi a
2          2          2          1       2       2                11

Aih, Puan Kelana,
2          2          3                                                          7

mengapa musti ke sana?-> aliterasi  m dan s
3                      2 1      2                                               8

Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa, -> aliterasi p, dan asonansi a
2          1          2    2          3        1      2          3          16

seperti Surabaya. -> dan aliterasi s dan r
3                      4                                                          7
Surabaya, 2014

Puan Kelana ini menceritakan tentang dua manusia yang tengah berkasih-kasihan mesti berpisah gegara salah satu dari mereka harus berangkat ke Paris. Empat larik pertama sebutlah sebagai bait kesatu adalah penceritaan suasan ketika mereka masih bemesra berdua. Kau putar skali lagi Champs Elysse. Tak pelak silampukau langsung memanggil Champs-Elysse sebagai ikon dalam menghadirkan Perancis. Silampukau tak memilih Eiffel mungkin gegara Eiffel  sudah dipakai novel atau film Eiffel I’m in Love. l Secara susunan, kalimat ini mengandung aliterasi s dan l. Bunyi s dan bunyi likuida l ini serasi dengan Champs Elysse (baca : song syelize)-nya. Lalu aspek jeda antara ‘putar’ dan ‘sekali lagi’, bunyi r setelah kata ‘putar’ segera disambut dengan bunyi ‘s’ yang notabene adalah keduanya huruf mati. Pertemuan kedua huruf mati ini melahirkan suatu jeda fonetik yang estetis. Hal ini juga terdapat pada ‘lidah kita’, huruf h bertemu dengan huruf k.

Pada ‘langit sungguh’ juga dapat kita temui pertemuan dua huruf mati t dan s. Serta bunyi e. Pada sore. Pada dan kau masih milikku (larik ke 4) agak terasa cacat sebab merusak rima e. Serta jumlah suku kata yang turun jauh menjadi 7 suku kata. Barangkali inilah salah satu keindahan lirik bait pertama ini. Bila itu catat nanti ditemui lagi pada bait selanjutnya tentu akan sangat kecil kemungkinan bahwa itu adalah sebuah cacat ritme atau cacat metrum akan tetapi sebuah keindahan sendiri dan bolehlah disebut ars dan licentia poetica.

 Keterangan warna :
    1.      Kuning menunjukkan pertemuan dua huruf mati. huruf mati pada akhir kata pertama dan huruf mati pada awal kata kedua (setelahnya)
    
    2.      Hijau menunjukkan rima akhir
    
    3.      Merah Muda menunjukkan rima akhir yang ‘cacat’.
Tentu untuk menilai suatu lirik lagu dengan kaidah a la puisi barangkali penilaian yang tidak relevan, akan tetapi dalam hal ini penulis menganggap Puan Kelana silampukau sebuah komposisi puitik. Ada banyak hal yang luput dari penulis seperti bagaimana orkestrasi kata menjadi bunyi nada pada lagu, hal tersebut tentulah diluar kemampuan penulis. Untuk menuliskan ini saja sudah tergopoh.


Menurut saya tentu saja soal suka adalah soal selera. Orang bisa suka asal ia mampu mempertanggungjawabkan hal tersebut. Apalagi kalau sudah menilai bagus, tentu seyogyanya hal itu bisa dijelaskan setidaknya bentuk paling hemat dari pertanggungjawaban.