Analisis Struktur dan Semiotik Lirik Lagu ‘Puan Kelana’ karya Silampukau

Minggu, Agustus 21, 2016 1 Comments A+ a-


Tulisan di bawah ini merupakan sedikit percobaan penulis dalam menganalisis sebuah lirik lagu. Sebenarnya metode yang penulis gunakan lebih cocok diaplikasikan pada sebuah teks puisi. Namun begitu, terimasajalah apa adanya. Mohon maaf bila tulisan ini  kurang komprehensif dan terkesan berserak. Memang demikianlah yang sanggup dikerjakan penulis pada kesempatan ini. Mudah-mudahan ada manfaat. Wassalam. 

Komentar Singkat serta Curhat kepada Silampukau

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-


Pertama aku mendengar lagu tentang anak yang main bola dan lapangan mereka yang berubah jadi gedung. Waktu itu di sebuah sekretariat unit baca tulis di kampus ITB Ganesha. Aku penasaran, lagu-lagu yang tidak biasa itu muncul dari laptop Choirul ternyata. Entah kenapa, kembali rasanya aku ke masa kecil di kampung, di pedalaman Sumatera. Sekitar 320 km ke arah utara dari Kota Padang. Sebuah desa kecil anggap saja namanya Ujung Gading. Ya mendengar lagu itu, meskipun lapangan bola kami waktu SD sampai sekarang masih sama, belum berganti gedung. Tetapi tetap saja ada kenangan yang mencoba menyelip dalam bayangan. Bergawang sandal. Uh, indahnya masa kecil.

Surga Membara

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Duh Zarathustra
Runtuh istana Tuhan
Neraka padam

Bandung, 2016

Engkau Teramat Lain Wahai Gadis yang Kuntum Somniferum Tumbuh di Keningmu

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Harum tubuhmu
Tambah mungil senyuman
Aku lepaslah

Bandung, 2015

Vitacimin Sweetlet

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Ini bibir kering
Bak tanah sawah retak
Liur mengucur

Bandung, 2016

Gemuruh nurani

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Sini dong kamu
akan kupeluk-dekap
Sampai kau remuk

Bandung, 2016

Haiku Hening

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Gulita malam
Sahut-sahutan klakson
Berisik anjing !

Bandung, 2016

Haiku 17 Agus

Selasa, Agustus 16, 2016 0 Comments A+ a-

Jalan merdeka
Lelaki menyeberang
Tiiiiiiiiit ! Santai anjing !

Bandung, 2016

surga seperti candu : bebas, abadi, dan jemu

Rabu, Agustus 03, 2016 0 Comments A+ a-

bunga merekah
si gadis somniferum
hangus di janah

Bandung, 2016

sejak kau membuatku mencintaimu tanpa ampun

Rabu, Agustus 03, 2016 0 Comments A+ a-

jimi halaman
rintih tumbuhan
dipeluk Tuhan

Bandung, 2016

sabana jahanam

Rabu, Agustus 03, 2016 1 Comments A+ a-

aku sapi
suka rumput
jagat sepi

Bandung, 2016

Buat Kukuh

Senin, Agustus 01, 2016 0 Comments A+ a-

Buat Kukuh
(Semacam tanggapan mungil atas Untuk Asra)

Tahu bulat sedang terkenal. Di facebook, di seloroh antara percakapan mahasiswa di kampus diselang diskusi filsafat, hidup, mati, seks, dan cinta dan hal-hal esensial di dalam ketiganya : uang. Bahkan kudengar berita dari beberapa kawan, tahu bulat sudah ada juga di Jakarta, di Jogjakarta pun. Tahu bulat sudah menjamur (dengan asumsi tahu bulat berasal dari Bandung, dengan alasan langgam Sunda penyanyinya) mengalahkan jamur krispi di musim hujan.
Aku mengenal tahu bulat ini beberapa tahun yang lalu. Di saat masih euforia diterima di ITB. Kampus yang katanya terbaik. Jujur saja, waktu SMA itu, aku membayangkan, ketika nanti sudah lulus dari ITB, aku akan bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji 60 juta sebulan.

Untuk Asra

Senin, Agustus 01, 2016 0 Comments A+ a-

UNTUK ASRA
dari Kukuh

Apa gunanya pendidikan jika justru membuatmu semakin terasing dengan rakyat? Apa guna pendidikan jika justru menghasilkan sarjana-sarjana yang korup? Di sisi yang lain, yang memandang pendidikan dari segi positif, telah banyak kita dengar dan banyak kita setujui. Pertanyaan yang saya ajukan, meskipun tidak populer dan bertendens, mungkin tidak dapat dihiraukan begitu saja. Pertanyaan yang pertama mungkin orang banyak mendengar, karena diajukan oleh seorang legenda bangsa, yaitu Tan Malaka.

Tanggapan kepada Apa yang Terjadi dengan LS ?

Senin, Agustus 01, 2016 0 Comments A+ a-

“Tidak ada manajemen yang bisa memuaskan semua orang”-Kepsek SMA saya mengutip seseorang yang saya lupa namanya-

Ya mungkin semacam apologi atas apa yang LS kerjakan sekarang. Akan tetapi hal itu tentu bisa kita pahami dengan lebih mendalam. Memang tidak ada sistem yang sempurna, tetapi itu tidak boleh menjadi excuse atas kemalasan kita, atau sebutlah kelalaian kita dalam menempuh kehidupan berorganisasi ini.
Terima kasih sebelumnya kepada Kukuh yang sudah meluangkan waktunya untuk mengingatkan LS dan segenap anggota dan pengurusnya. Ada benarnya bahwa barangkali LS kini lalai dan semacamnya.

Menanggapi komentar Kukuh bahwasanya :

Apa yang terjadi dengan LS ?

Senin, Agustus 01, 2016 0 Comments A+ a-

Apa yang terjadi dengan LS ?
Oleh : Kukuh Samudra

Sejarah perkembangan sastra di ITB mungkin panjang. ITB bahkan memiliki unik sastra sejak tahun 70-an, lebih tua dibandingkan dengan UPI (yang dahulu masih berupa IKIP) yang menurut pengakuan salah seorang sumber terpercaya baru memiliki unit sastra beberapa tahun setelah ITB. Unit sastra yang dimiliki oleh ITB ini bernama GAS (Gabungan Anak Sastra) yang telah melahirkan nama-nama alumni seperti Nirwan Dewanto, Acep Zamzam Noor, dan Kurnia Effendi.