Selamat Mencintai

Jumat, November 16, 2012 0 Comments A+ a-

Saya akan mencoba menceritakan tentang teman saya. Arsa namanya. Dia adalah seorang yang tengah menghabiskan waktu dengan penyesalan unik.

Begini.

Arsa setiap pagi selalu berfantasi kalau Desi selalu membuatkan secangkir teh untuknya. Arsa mulai bercakap-cakap sendiri, tertawa dan senyum sambil menyantap sebungkus roti ‘sariroti’.
Kalau malam, ia selalu mematikan lampu dan menghidupkan lilin. Mungkin ini imajinasinya tentang candle light dinner yang tidak pernah terlaksana, walau barang sekalipun dengan Desi, Sang Ratu hatinya.

Dengan mp3 ‘romantic saxophone instrumental’ Ia menikmati nasi putih dan telur dadar yang nyaris gosong. Di depannya ada laptop. Bisa kutebak ia sedang membayangkan makan malam bersama Sang Ratu Hati. Dengan memasang  foto Desi setengah badan. Terlihat gadis itu memonyongkan bibir dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah terbuka menunjuk angka dua. Apakah angka 2 itu pertanda mereka akan berdua selamanya? Tidak tahu apakan itu ‘peace’. Kedamaian? Yang jelas biar saja Desi dan Arsa yang selalu tahu apa makna itu. “Kemana Desi” tanyaku kepada Arsa. “Ia sudah menikah. Aku terlambat. Aku terlambat.” Itu saja kalimat yang keluar dari mulut Arsa sambil mengunyah cepat nasi dan telur dadarnya. Airmatanya menetes menjadi kuah asam didalam hati sakitnya.

Aku tak sengaja melihat piring yang satu lagi kosong. Entah mengapa dibiarkan kosong.

Piring kosong itu memantulkan gurat kesedihan yang sama dengan Arsa. Aku serasa senasib dengan Arsa. Aku Asra nasibku hampir mirip dengannya. Aku sedang mencintai seseorang yang sejelas uang seribu diantara tumpukan seratus ribu, menolakku. Sayang seratus ribu sayang dia mencintai manusia lain. Untung saja aku masih sehat dan belum gila. Tentu dalam ukuranku.

Barangkali ada yang men-‘judge’ aku gila karena aku tetap mencintainya. Meski, meski aku sudah kehabisan alasan untuk menjelaskan kepada siapapun yang bertanya. Meski aku sudah ditolak sebelum aku bertolak. Sebelum sempat aku mendeklarasikan.

Pernah aku berpikir saat acara perpisahan sekolah di SMA di panggung aku akan merebut microphone, memotong sambutan kepala sekolah. Aku akan nyatakan cintaku padanya. Tetapi memang dalam kerangka dunia nyata, imajinasi tidak ada kecepatannya. Diam. Sediamnya Aku.

Setidaknya aku masih bisa bersyukur tidak seperti Arsa yang aku anggap sudah gila.
Cinta akan aku coba mengeluarkan satu pemahaman diantara beribu milyar definisi yang telah manusia bahkan mesin ciptakan. Cinta adalah kasih sayang yang tidak berbatas dimensi. Dunia nyata, dunia imajinasi, engkau menyayanginya. Tanpa pamrih karena cinta selalu bergerak maju menembus batas-batas akal, menembus benteng penyekat bahkan menembus pemahaman orang lain akan cinta. Ia akan timbulkan cemburu, pengkhianatan, kegilaan. Kerinduan yang mendalam. Kegilaan yang menyehatkan sampai kedaan yang tak tergambarkan. Cinta bukanlah sekadar kekaguman, kesamaan hobi kecocokan sifat, rasi bintang, kalkulator tanggal lahir dan nama. Tapi cinta adalah pekerjaan hati, pekerjaan hati, dari pemahaman hati.
Selamat mencintai.
Tulisan ini dibuat atas request sahabat saya Syamsuri Brian Hasbi.