Analisis Struktur dan Semiotik Lirik Lagu ‘Puan Kelana’ karya Silampukau

Minggu, Agustus 21, 2016 1 Comments A+ a-


Tulisan di bawah ini merupakan sedikit percobaan penulis dalam menganalisis sebuah lirik lagu. Sebenarnya metode yang penulis gunakan lebih cocok diaplikasikan pada sebuah teks puisi. Namun begitu, terimasajalah apa adanya. Mohon maaf bila tulisan ini  kurang komprehensif dan terkesan berserak. Memang demikianlah yang sanggup dikerjakan penulis pada kesempatan ini. Mudah-mudahan ada manfaat. Wassalam. 

Puan Kelana


Aspek Bunyi

Kau putar sekali lagi Champs-Elysees (ze). -> asonansi u, i, e. aliterasi s dan e
1          2       3      2       1        3                      12        (Jumlah suku kata)
Lidah kita bertaut a la Francais (se). -> asonansi i,a. aliterasi t
2          2          3          2          2                      11
Langit sungguh jingga itu sore,-> aliterasi g berganda.
2            2           2       2       2                         10
dan kau masih milikku. -> aliterasi k dan m
1        1                2           3                                         7

Kita tak pernah suka air mata. -> asonansi a, aliterasi k dan p
2       1       2        2      2     2                           11
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
4                      3          1          3                      11
Tiap kali langit meremang jingga, -> asonansi i
2          2    2                3          2                      11
aku ‘kan merindukanmu. -> aliterasi k
2          1          5                                              7

Ah, kau Puan Kelana, -> asonansi a
1       1      2     3                                              7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi  m dan s
3                   2    1       2                                  8
Jauh-jauh Puan kembara,
2          2          2          3                                  9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
2             3       2          2       1       2                12

Mari, Puan Kelana, -> pengulangan bunyi ‘an’
2          2          3                                              7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2                      3          2                                  7
Toh, hujan sama menakjubkannya, -> asonansi a
1          2          2          4                                  9
di Paris atau di tiap sudut Surabaya. > aliterasi p dan s
1     2      2     1                 2     2          4                      14

Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant (ong).
2          2                      3      1              3          11
Kau penuhi kepalaku yang kosong; -> aliterasi k dan p
1          3          3          1          2                      10
dan Perancis membuat kita sombong, -> huruf k, t, s, p (kakofoni)
1          3          3               2        2                   11
saat kau masih milikku. -> aliterasi  s, k, dan m
2        1                  2        3                                          8

Kita tetap membenci air mata. -> aliterasi t dan huruf k ,t, p (kakofoni)
2          2          3          1       2                         10
Tiada kabar tiada berita. -> asonansi a
3          2          3        3                                                11
Meski senja tak selalu tampak jingga, -> aliterasi s dan k
2          2          1      3       2          2                 12
aku terus merindukanmu. -> asonansi u
2          2          5                                              9                     

Ah, kau Puan Kelana,
1       1      2     3                                              7
mengapa musti ke sana? -> aliterasi  m dan s
3                   2    1       2                                  8
Jauh-jauh Puan kembara,
2          2          2          3                                  9
sedang dunia punya luka yang sama. –> asonansi a dan u
2             3       2          2       1       2                12

Mari, Puan Kelana, -> bunyi ‘an’ yang diulang-ulang
2          2          3                                              7
jangan tinggalkan hamba. -> asonansi a
2                      3          3                                  8
Toh, anggur sama memabukkannya, -> asonansi a
1          2          2          5                                  10
entah Merlot entah Cap Orang Tua. -> asonansi a
2          2          2          1       2       2                11

Aih, Puan Kelana,
2          2          3                                                          7
mengapa musti ke sana?-> aliterasi  m dan s
3                      2 1      2                                               8
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa, -> aliterasi p, dan asonansi a
2          1          2    2          3        1      2          3          16
seperti Surabaya. -> dan aliterasi s dan r
3                      4                                                          7
Surabaya, 2014





Aspek Metrik

Dalam aspek metrik Lirik Lagu Puan Kelana, dianalisis tipe bait, jumlah suku kata, rima bait dan ritme. Puan Kelana memiliki 36 larik yang terbagi kedalam 9 kuatren (quatrain) yakni bait dengan 4 larik. Tipe larik bebas sebab tidak ditemukan jumlah silabel yang tetap di setiap larik. Selanjutnya rima Puan Kelana terbagi menurut kekayaan dan susunannya. Menurut kekayaannya, terdapat 8 rima cukupan dan 1 rima kaya. Menurut susunannya, keseluruhan bait memiliki rima patah dengan pola rima AAAB dan rima berkelanjutan dengan pola AAAA. Pada analisis ritme, terdapat jeda pendek dan jeda panjang pada lirik ini. Selain itu, terdapat pula sebanyak 14 enjambemen.
Pada pembahasan aspek metrik ini dibahas jumlah bait, suku kata, rima, ritme yang meliputi: jeda pendek, jeda panjang dan pemenggalan/perloncatan baris (rejet et enjambement). Analisis aspek metrik dilakukan untuk mengetahui struktur puisi yang utuh dan dapat membantu mempermudah analisis makna.

-Jumlah Bait

Lagu Puan Kelana mempunyai 9 Bait dengan masing-masing baitnya terdiri atas empat larik

-Suku Kata

Jumlah suku kata bervariasi dari 7-16 per larik. Untuk bait I, II, V, VI, jumlah suku kata larik terakhirnya turun dibandingkan dengan jumlah suku kata larik pertama sampai ketiga. Hal ini dapat memberikan tanda bahwa penurunan tersebut membuat kesan ekspresif dengan kemurungan. Dengan menurunnya jumlah suku kata tersebut, seperti menandakan bahwa sang aku sedang merasakan kehilangan yang benar.
Untuk bait III,IV,VII,VIII,IX, jumlah suku kata per lariknya naik dari larik pertama hingga ke-empat (terakhir). Perihal ini menimbulkan kesan bahwa memuncaknya perasaan tidak terima sang aku atas kekasih yang meninggalkannya.

-Rima

Bait I                : AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait II               : AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait III             : AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait IV                         : AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait V             : AAAB (rima patah), rima kaya
Bait VI             : AAAB (rima patah), rima cukupan
Bait VII            : AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait VIII           : AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan
Bait IX              : AAAA (rima berkelanjutan, monorime), rima cukupan

Ritme : jeda pendek ditandai dengan /, jeda panjang ditandai dengan //, pemenggalan (rejet et enjambemen ).

Bait I
Kau putar / sekali lagi / Champs-Elysees.//
Lidah kita / bertaut / a la Francais.//
Langit / sungguh jingga / itu sore, //            pemenggalan (enjambemen atau rejet)     
dan kau / masih milikku. //
Metrum Bait : I 2-4-4, 4-3-4,2-4-2,2-5. Dapat dilihat bahwa lirik ini tidak bermetrum tetap atau kaku tetapi bebas. Tidak ada jumlah suku kata yang dipatok dalam satu larik.

Bait II
Kita / tak pernah suka / air mata. //
Berangkatlah / sendiri / ke Juanda. //
Tiap kali  / langit meremang jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
aku ‘kan / merindukanmu. //
Metrum Bait II : 2/5/4 ; 4/3/4 ; 4/7 ; 3/5

Bait III
Ah, kau / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)          
mengapa / musti ke sana//?
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)   
sedang dunia / punya luka yang sama. //
Metrum Bait III : 2/5 ; 3/5 ; 4/5 ; 4/7

Bait IV
Mari, / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet) 
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, hujan / sama menakjubkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)
di Paris / atau di tiap sudut Surabaya. //
Metrum bait IV : 2/5 ; 2/5 ; 3/7 ; 3/11

Bait V
Rene Descartes /, Moliere /, dan Maupassant. //
Kau penuhi / kepalaku yang kosong; //
dan Perancis / membuat kita sombong, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)       
saat kau / masih milikku. //
Metrum Bait V : 4/2/4 ; 4/6 ; 4/7 ; 3/5

Bait VI
Kita tetap / membenci air mata. //
Tiada kabar /tiada berita. //
Meski senja / tak selalu tampak jingga, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)       
aku terus / merindukanmu. //
Metrum Bait VI : 4/7; 5/6 ; 4/7 ; 4/5

Bait VII
Ah, kau / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)          
mengapa / musti ke sana? //
Jauh-jauh / Puan kembara, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)   
sedang dunia / punya luka yang sama. //
Metrum VII : 2/5 ; 3/5 ; 4/5 ; 4/7

Bait VIII
Mari, / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau rejet) 
jangan / tinggalkan hamba. //
Toh, anggur sama / memabukkannya, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)         
entah Merlot / entah Cap Orang Tua . //
Metrum Bait VIII 2/5 ; 2/5 ; 5/5 ; 4/7

Bait IX
Aih, / Puan Kelana, // pemenggalan (enjambemen atau  rejet)   
mengapa musti / ke sana? //
Paris pun penuh / mara bahaya / dan duka nestapa, // pemenggalan (enjambemen atau rejet)           
seperti / Surabaya. //
Metrum Bait IX : 2/5 ; 5/3 ; 5/5/6 ; 2/4



 Aspek Sintaksis : Parafrase Lirik

Bait I
Kau putar sekali lagi Champs-Elysees.
Kau setel sekali lagi lagu yang berjudul Champs-Elysees.
Lidah kita bertaut a la Francais.
 Kemudian lidah kita mengucap seperti logat bahasa Perancis.
Langit sungguh jingga itu sore,
Langit sungguh berwarna jingga pada waktu sore itu,
dan kau masih milikku.
Dan saat itu kamu masih menjadi kekasihku.

Bait II
Kita tak pernah suka air mata.
 Kita tidak pernah menyukai kesedihan karena perpisahan.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
berangkatlah engkau sendirian ke bandara Juanda.
Tiap kali langit meremang jingga,
Setiap kali langit menjadi berwarna jingga,
aku ‘kan merindukanmu.
aku akan merindukanmu.

Bait III
Ah, kau Puan Kelana,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
mengapa musti ke sana?
Mengapa harus pergi ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
sedang dunia punya luka yang sama.
dunia tetap punya tantangan dan kesedihan yang sama saja.

Bait IV
Mari, Puan Kelana,
Tolong wahai puan kelana,
jangan tinggalkan hamba.
jangan tinggalkan aku sendirian.
Toh, hujan sama menakjubkannya,
Toh hujan juga sama menakjubkannya (tidak ada yang spesial),
di Paris atau di tiap sudut Surabaya.
di kota paris ataupun di kota Surabaya.

Bait V
Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Tema percakapan tentang Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
Kalian membuatku bingung;
dan Perancis membuat kita sombong,
dan Perancis membuat kita merasa sombong,
saat kau masih milikku.
Di saat kau masih menjadi kekasihku.

Bait VI
Kita tetap membenci air mata.
Kita tetap membenci kesedihan dan perpisahan.
Tiada kabar tiada berita.
kini engkau sudah tidak terdengar kabar darimu,
Meski senja tak selalu tampak jingga,
Walaupun senja tidak selalu berwarna jingga,
aku terus merindukanmu.
Tetapi aku tetap terus merindukanmu.

Bait VII
Ah, kau Puan Kelana,
Ah, kau perempuan yang mengembara,
mengapa musti ke sana?
Mengapa harus pergi ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
Meskipun jauh perempuan bepergian,
sedang dunia punya luka yang sama.
dunia tetap punya tantangan dan kesedihan yang sama saja.

Bait VIII
Mari, Puan Kelana,
wahai puan kelana,
jangan tinggalkan hamba.
tolong jangan tinggalkan aku sendirian.
Toh, anggur sama memabukkannya,
Toh, minuman anggur sama saja membuat mabuk,
entah Merlot entah Cap Orang Tua.
meskipun merk Merlot atau cap orang tua sekalipun.

Bait IX
Aih, Puan Kelana,
Aduh, puan kelana,
mengapa musti ke sana?
mengapa harus pergi ke Perancis?
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
padahal kota paris pun penuh dengan mara bahaya dan juga duka nestapa
seperti Surabaya.
sama halnya seperti di kota Surabaya.


  


Tabel Jenis Gaya Bahasa yang terdapat pada Lirik Lagu Silampukau Puan Kelana



Kalimat
Jenis Gaya Bahasa
Keterangan
Kau putar sekali lagi Champs-Elysees.
Metonomia
Menuliskan lagu yang berjudul Champs-Elysees
Lidah kita bertaut a la Francais.
Simile
Perbandingan lidah yang berucap seperti lidah orang yang berbahasa perancis
Langit sungguh jingga itu sore,
Inversi/Anastrof
Pengubahan sturuktur 'sore itu' menjadi 'itu sore' (dibalik)
Kita tak pernah suka air mata.
Asosiasi dan Simbolis
Mengasosiasikan air mata dengan kesedihan
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Metonomia
Bandar Udara/pelabuhan udara Juanda dituliskan menjadi Junda saja
aku ‘kan merindukanmu.
Aferesis
Penyingkatan 'akan'
Ah, kau Puan Kelana,
Esklamasio dan Arkhaisme
Kata seru 'Ah' dan penggunaan kata-kata yang arkais
Jauh-jauh Puan kembara,
Arkhaisme
Penggunaan kata-kata yang arkais
sedang dunia punya luka yang sama.
Personifikasi
Dunia diibaratkan manusia yang bisa terluka
Mari, Puan Kelana,
Esklamasio dan Arkhaisme
Kata seru 'Ah' dan penggunaan kata-kata yang arkais
jangan tinggalkan hamba.
Arkhaisme
Penggunaan kata-kata yang arkais
Toh, hujan sama menakjubkannya,
Eskalamasio
Penggunaan kata seru 'Toh'
di Paris atau di tiap sudut Surabaya.
Sinekdoke Pars Prototo Totem Pro Parte
Menyebutkan kota Paris sebagai bagian dari negara Perancis, sudut surabaya sebagai bagian dari Kota Surabaya
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
Antitesis
 Menghadirkan ‘penuh dan kosong’
dan Perancis membuat kita sombong,
Personifikasi
Perancis bersikap seperti manusia
Kita tetap membenci air mata.
Perbandingan
Mengasosiasikan air mata dengan kesedihan
Tiada kabar tiada berita.
Anafora dan Tautologi
Mengulang kata 'tiada' dan mengganti fungsi objeknya dengan sinonim kata
Mari, Puan Kelana,
Ekslamasio dan Arkhaisme
Kata seru 'Ah' dan penggunaan kata-kata yang arkais
jangan tinggalkan hamba.
Arkhaisme
Penggunaan kata-kata yang arkais
Toh, anggur sama memabukkannya,
Ekslamasio
Penggunaan kata seru 'Toh'
entah Merlot entah Cap Orang Tua .
Metonomia
Menuliskan merek
Aih, Puan Kelana,
Esklamasio dan Arkhaisme
Kata seru 'Ah' dan penggunaan kata-kata yang arkais
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
Sinekdoke
Menyebutkan kota Paris sebagai bagian dari negara Prancis, sudut surabaya sebagai bagian dari Kota Surabaya



Aspek Semiotik
Lirik lagu Puan Kelana Silampukau memuat tanda-tanda semiotik berupa ikon, indeks, dan simbol. Tanda-tanda semiotik ini menggambarkan ekspresi suasana penulis ketika ia harus berpisah dengan kekasihnya.

Lirik lagu Puan Kelana dibuat oleh Silampukau pada tahun 2014 sebagai lirik lagu dari album Dosa, Kota, dan Kenangan. Silampukau adalah grup musik yang beranggotakan : Eki Tresnowening dan Kharis Junandharu. Silampukau hadir meramaikan dunia musik di Indonesia sebagai musik indie yang bercorak ekspresi kritik sosial. Lagu-lagunya banyak menyuarakan isi hati mereka dalam interaksi kehidupan mereka dengan kota Surabaya. Seperti lagu Doa 1 tentang perjalanan kehidupan seorang mahasiswa yang menemu kehidupan dunia nyata. Lagu Bola Raya tentang bentrok antara pembangunan dan lahan bermain anak. dll. Secara umum album Dosa, Kota, dam Kenangan ini jelas mengambil kota Surabaya sebagai latar tempat dalam lagu-lagu mereka. Jelas Silampukau sedang tidak berandai-andai dengan kehidupan di bawah Langit Adelaide, Australia, wong mereka arek-arek Suroboyo. Mereka tidak bercerita tentang Sungai Seine, Jalan Orchard, tetapi Ahmad Yani dan Dolly. 

Penulisan lirik yang menggali kembali khazanah bahasa Indonesia menjadi signature Silampukau. Mereka mencoba menggunakan kata-kata arkais yang sudah lama terkubur dalam kamus, menambah kekayaan estetis lirik. Silampukau juga melakukan cacat gramatikal sebagai licence poétique.

Tema pokok dalam lirik lagu Puan Kelana ini adalah perpisahan antara sang penulis dengan kekasihnya. Tokoh ‘kami’ dalam lirik ini merupakan indeks yang diasosiakan sebagai penulis lirik dengan kekasihnya.

Analisis semiotik Puan Kelana dimulai dari judul yang menjadi indeks dari teks puisi karena judul membuka gambaran awal dalam mengungkap makna teks dalam puisi. Dalam judul tersebut terdapat frase Puan Kelana yang merupakan sebutan untuk kekasih wanita yang akan pergi ke Perancis meninggalkan sang ‘aku’. Tidak dijelaskan apa alasan wanita tersebut pergi ke Perancis.

Untuk lebih memahami makna lagu Puan kelana maka dibahas teks lirik dimulai dari bait pertama berikut:
Bait I
Kau putar sekali lagi Champs-Elysees.
Lidah kita bertaut a la Francais.
Langit sungguh jingga itu sore,
dan kau masih milikku
.

Bait pertama menggunakan subjek ‘kau dan aku’ sebagai tokoh utama sehingga memunculkan baik subjek kita maupun pronomina ‘kita’ dan ‘-ku’. Penyebutan kau dan aku tersebut menunjukkan tujuan penulis untuk meggambarkan ekspresi intim suasana kisah cintanya dengan sang kekasih. Penyebutan ‘kita’ juga menunjukan kesadaran penulis akan realitas yang melingkupi diri dan lingkungannya. Bait tersebut menggambarkan suasana Kata langit sungguh jingga yang berarti sore hari merupakan simbol yang melambangkan kehidupan cinta yang indah dan romantis.
Bait II
Kita tak pernah suka air mata.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Tiap kali langit meremang jingga,
aku ‘kan merindukanmu.

Bait II masih bercerita tentang ‘kita’ yang tidak pernah suka air mata. Air mata dalam larik ini dapat dianggap sebagai indeks tentang kesedihan. Dari bait ke-dua ini sang aku terlihat tidak mau mengantar kekasihnya ke bandara Juanda (yang akan berangkat ke Perancis). Kemudian sisi murung sang aku diungkap pada dua larik terakhir, tiap kali aku mengenang suasana langit aku akan terus merindukan kekasihnya tersebut. Kemudian bila dihubungkan dengan simbol bunyi, maka bait kedua ini terdapat bunyi konsonan k,t,p, dan s yang mendukung suasana murung sang aku (kakofoni).
Bait III
Ah, kau Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.

Kemudian pada bait ketiga, suara hati sang aku mulai menggema. Ia bertanya kepada kekasihnya, sebuah pertanyaan searah mengapa kekasihnya tersebut pergi begitu jauh meninggalkan dia, padahal menurut sang aku, dibelahan dunia manapun terdapat kesedihan atau kekurangan yang sama. Kata luka pada larik ke-4 bisa disebut sebagai indeks. Tentang dunia yang memiliki kesakitan atau kesedihan di tiap bagiannya.
Bait IV
Mari, Puan Kelana,
jangan tinggalkan hamba.
Toh, hujan sama menakjubkannya,
di Paris atau di tiap sudut Surabaya.

Lalu sang aku memohon kepada kekasihnya dengan sebutan khas : Puan Kelana, perempuan pengembara, untuk tidak meninggalkan dirinya. Pada bait IV ini, penulis menggunakan dua kata arkais : puan dan hamba. Ini semacam menekankan betapa merendah sang aku sudah. Sang aku ini seperti sudah memohon benar agar kekasihnya tiada pergi meninggalkannya, dengan dua larik terakhir sebagai penekanan bahwa hujan sama indah antara kota Paris maupun Surabaya. Bentuk lain ekspresi sang aku dalam meyakinkan kekasihya. Kemudian Hujan dihadirkan sebagai simbol yang menggambarkan suasana keindahan yang tenang dan natural.
Bait V
Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong;
dan Perancis membuat kita sombong,
saat kau masih milikku.

Pada bait IV, penulis memanggil beberapa tokoh Perancis : Rene Descartes filsuf Perancis yang dikenal dengan diktum Cogito ergo sum-nya (aku berpikir maka aku ada), lalu Moliere yang terkenal sebagai dramawan pencipta banyak drama dan teater, dan Maupassant, sastrawan Perancis. Sepertinya penulis ingin mengenang sebuah adegan ketika sang aku dan kekasihnya sedang membicarakan tentang negeri Perancis. Yang diwaktu itu mereka masih berdua berkasih-kasihan.
Bait VI
Kita tetap membenci air mata.
Tiada kabar tiada berita.
Meski senja tak selalu tampak jingga,
aku terus merindukanmu.

Bait V. ‘Kita’ masih sama-sama tidak menyukai perihal kesedihan. Kemudian kekasih yang tidak lagi berkabar dan hilang komunikasi dengan sang aku. Selanjutnya senja yang sudah berubah seiring waktu, akan tetapi sang aku tetap masih tahan. Ia masih merindukan kekasihnya yang dahulu. Air mata muncul lagi sebagai indeks dari suasana kesedihan.
Bait VII
Ah, kau Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.

Bait VIII
Mari, Puan Kelana,
jangan tinggalkan hamba.
Toh, anggur sama memabukkannya,
entah Merlot entah Cap Orang Tua .

Pada bait VII dan VIII ini suara tentang ketidakterimaan sang aku kembali menggelora. Ia mengajukan pertanyaan retoris dan sekaligus memohon agar sang kekasih tidak meninggalkannya. Hal tersebut juga disertai dengan pengulangan bahwa dibelahan dunia mana saja terdapat duka dan kesedihan. Lalu dengan sedikit ‘nakal’ sang aku membandingkan anggur terbaik perancis Merlot dengan anggur lokal Indonesia Cap Orang Tua.
Bait IX
Aih, Puan Kelana,
mengapa musti ke sana?
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa,
seperti Surabaya.


Bait IX. Pengulangan kembali ekspresi sang aku yang masih gundah tentang ada apa dengan kekasihnya. Kali ini ia menegaskan langsung Paris dan Surabaya, sama saja. Ada mara bahaya dan duka nestapa. Akan tetapi sang aku tetap tak ingin menunjukkan bahwa ada satu hal yang paling esensial : Di Paris Tak ada Aku. Melankolis lirih rendah diri.

1 comments:

Write comments
Bowo
AUTHOR
2 Februari 2017 pukul 15.18 delete

MANTAP!! Ditunggu "bedah-an" yang lainnya..

Reply
avatar