[Resensi Buku Novel] Merahnya Merah (1968)

Rabu, September 09, 2015 5 Comments A+ a-


Resensi Buku Novel Merahnya Merah

Judul                  : Merahnya Merah

Penulis               : Iwan Simatupang

Penerbit             : PT TOKO GUNUNG AGUNG

Cetakan              : XIII, 1996

Tebal                  : 124hlm

Harga                 : Rp150.000

Tokoh Kita ini mempunyai sejarah yang cukup panjang. Sebelum meletusnya revolusi fisik, Tokoh Kita ini adalah seorang calon rahib. Selama revolusi, beliau merupakan seorang komandan kompi. Di akhir revolusi, beliau menjadi algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat. Akhirnya sesudah revolusi, tokoh kita masuk rumah sakit jiwa.

Kedatangan Tokoh Kita dalam komunitas kaum gelandangan itu cukup mendapat perhatian para anggota gelandangan. Dia cukup dianggap dan dihormati serta dicintai oleh beberapa diantara penghuni komunitas itu. Maria adalah salah seseorang yang mempunyai perhatian lebih terhadapnya. Maria, yang dalam komunitas kaum gelandangan ini dianggap sebagai sebagai ibu dari sekian para wanita setengah baya yang punya sejarah hidup yang kelam.

Sebelumnya, Maria ini bercita-cita menjadi perawat. Namun karena takut dengan darah, cita-citanya dia tanam dalam hati. Batal menjadi perawat, Maria menjadi pelayan sebuah restoran Katolik. Akan tetapi, di restoran ini dia mengalami nasib sial, dia diperkosa oleh seseorang yang tak dikenal. Akhirnya, seminggu setelah kejadian itu, dia keluar dari restoran itu setelah menyaksikan seorang pastor bunuh diri.

Setelah kehadiran Fifi, hubungan Maria dengan Tokoh Kita menjadi sering tidak mesra padahal sebelumnya mereka sangat mesra. Maria mulai uring-uringan terhadap Tokoh Kita karena cemburu. Tokoh Kita terlihat begitu akrab hubungannya dengan Fifi, yang membawa Fifi masuk ke dalam komunitas kaum gelandangan mereka itu adalah si Tokoh Kita itu. Fifi diketemukannya di suatu tempat. Fifi ini adalah seorang gadis berusia 14 tahun, yang karena keganasan suatu gerombolan yang membuatnya menjadi seorang gadis yatim piatu dan tidak punya tempat tinggal, akhirnya membuat dirinya terpaksa seorang pelacur kelas teri dalam usahanya agar tetap hidup diatas dunia yang ganas.

Dari awal Maria memang sudah tak bersedia menerima Fifi masuk ke dalam kelompok mereka namun, karena dia terus didesak oleh Tokoh Kita dan dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. kalau Tokoh Kita yang berbicara, selain mengirakan apa yang dikehendaki si Tokoh Kita karena cintanya yang demikian dalam pada si Tokoh Kita.

Suatu hari Fifi raib dari lingkungan mereka. Para anggota gelandangan dikerahkan mencari Fifi ke segenap penjuru kota, tapi mereka selalu pulang dengan keadaan nihil dan putus asa. Yang paling merasa kecewa tiap kali pulang, yaitu Pak Centeng. Pak Centeng merasa terhina karena gagal mencari dan menemukan Fifi. Dia malu sebab selama ini belum pernah Pak Centeng gagal menjalankan misi. Dia malu berat karena predikatnya sebagai Centeng yang paling jagoan diantara para Centeng se kota itu. Ia pun yakin akan dapat menemukan Fifi.

Beberapa hari berikutnya giliran Tokoh Kita yang raib dari kelompok gelandangan itu. Lagi-lagi kelompok gelandangan itu ribut dan kalang kabut mencari ke segenap pelosok kota. Lagi-lagi Pak Centeng merasa malu dan terhina tak terhingga karena gagal lagi menemukan Tokoh Kita. Yang paling mengejutkan adalah ketika Maria juga tiba-tiba menghilang. Dia raib seperti Fifi dan Tokoh Kita.

Seluruh armada telah dikerahkan dalam mencari ketika gelandangan yang raib, tapi nihil lagi. Lagi-lagi yang paling merasa terhina adalah Pak Centeng, sebab bagaimanapun dia merasa martabatnya sebagai Centeng yang jagoan telah rendah di mata para Centeng yang lain maupun diantara para temannya sesama gelandangan. Para polisi juga dikerahkan sama, mereka tak berhasil menemukan ketika manusia yang raib bagaikan tertelan bumi.

Lama-kelamaan, tiba-tiba Tokoh Kita muncul ke permukaan gelandangan itu. Tapi dia sendiri, Fifi dan Maria tidak bersamanya. Serta merta berpuluh pertanyaan menyerbu di Tokoh Kita. Semua mempertanyakan dimana Fifi dan Maria. Tokoh Kita menceritakan apa sebenarnya telah terjadi. (http://kedairomanindonesia.blogspot.com/2011/06/merahnya-merah.html) dengan sedikit perubahan.
Poin penting dari novel Merahnya Merah adalah perjalanan manusia yang bergumul dengan absurditas kehidupan. Manusia bebas namun dengan adanya kesadaran lain dan banyak faktor lain, mengurangi nilai kebebasan manusia. Misalnya kematian. Kematian menjadi semacam pengurang kebebasan manusia. Manusia bisa memilih untuk bunuh diri atau tetap menjalani hidup. Manusia bisa mencari makna namun barangkali ia sendiri tidak mampu untuk menampung makna hidup yang begitu limpah. Atau memang hidup tidak bermakna sama sekali. Jadi jalani saja hidup, maknai dia, kita yang memberinya makna, memberi warna. Hidup meski terus meski misterius. Itulah hakikat pemberontakan.

Kegelandangan, sulitnya hidup, kehidupan pelacur kelas teri, cinta bersegi banyak, menjadi realitas utama yang diikat Iwan pada novel ini. Kebersamaan diantara para gelandangan, pencarian hakikat hidup dan dinamika hidup kegelandangan itu sendiri.

Fifi dan Maria suka kepada Tokoh Kita. Pak Centeng dan Kawannya Bekas Bang Becak suka kepada Maria. Tokoh Kita suka kepada Fifi. Di dalam novel Merahnya Merah, Iwan juga melukiskan bagaimana Cinta dapat membuat manusia bisa lupa esensinya. Bisa lupa diri.

Novel yang sedikit berbeda dengan dua novel iwan. Ziarah dan Kering. Novel ini adalah novel pertama Iwan. Bedanya adalah ada nama tokoh disini yaitu Maria dan Fifi. Sama seperti novel Koong 1975 yang terbit setelah Iwan meninggal 1970. (Sama-sama punya nama tokoh, Koong : Pak Sastro dan Bu Sastro).

Masalah kehilangan dalam novel Merahnya Merah mirip dengan Koong. Kehilangan sesuat
u yang membuat kehiduan dilanda kemurungan. Kalau di Merahnya Merah yang hilang adalah Fifi, di Koong yang hilang perkutut Pak Sastro. Namun pusat cerita tidak bertumpu pada apa yang hilang akan tetapi kisah-kisah yang menyertai pada kehilangan tersebut.

Novel Merahnya Merah ini menggunakan twist-ending. Akhir cerita yang dipelintir. Aspek-aspek lain seperti alur, penokohan, setting tetap sama dengan novel Iwan yang lain. Tokoh utama tetaplah tokoh kita(tokoh tanpa ketunggalan identitas). Tokoh yang dimiliiki secara kolektif oleh pembaca. Dengan sifat kegelandangannya. Kemudian alur flashback sorot-balik. Menyusun novel ini hingga penyelesaian konfliknya yang asik.


Tidak bisa dipungkiri lagi Iwan Simatupang selalu menyisipkan filsafat kehidupan ke dalam karya novelnya. Eksistensialisme jelas menjadi aliran yang ia anut. Tema kesepian kebebasan pilihan hidupnya dan kesadaran sosial selalu jadi tema utama novelnya.

5 comments

Write comments
eko cahyono
AUTHOR
9 November 2015 pukul 11.14 delete

ini dijual mas? saya berminat. ada contact/email?
email saya: jangankaukalah@gmail.com
terima kasih

Reply
avatar
asra10
AUTHOR
17 November 2015 pukul 02.10 delete

terima kasih sudah berkunjung mas @eko, sila cek email ya

Reply
avatar
Rya
AUTHOR
28 Desember 2015 pukul 16.31 delete

MAsih ada stok Novel Merahnya merah kah mas?
Kalo ada, saya beli..
Kalo kehabisan, saya minta dicopykan..
Alamat email saya riamali86@yahoo.co.id

Reply
avatar
Rya
AUTHOR
28 Desember 2015 pukul 16.32 delete

Terima kasih sebelumnya...

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
25 Mei 2019 pukul 03.19 delete Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
avatar