Catatan Masa Libur di Kampung # Ironi Kehidupan

Selasa, September 01, 2015 0 Comments A+ a-

Dua hari yang lalu, ada seorang anak yang meninggal terlempar dari truk. Ia adalah salah satu dari banyak orang yang menaiki truk bak terbuka. Truk itu mengangkut mereka ke tempat wisata. Tradisi H+2 Lebaran Idul Fitri, orang-orang pergi jalan-jalan. Mereka baru balik dari pantai. Dalam perjalanan pulang, dia terlempar dari bak truk. Anak kelas 5 SD yang duduk di atas truk itu jatuh saat truk sedang menikung tajam dengan kecepatan tinggi. Kepalanya terbentur batu, pecah lalu meninggal di tempat kejadian. Ternyata malaikat sudah menunggunya di sana.


Adapula seorang bapak yang sudah beristri dan beranak 10 orang. Menceraikan istrinya untuk menikah lagi dengan gadis. Alasannya menceraikan karena istri tuanya itu tidak memberi izin untuk menikah lagi. Istri mudanya itu cantik, berpendidikan tinggi : S2 dan masih muda. Bapak itu meninggalkan istri tuanya dengan 10 anak.

Adalagi suami yang kerjanya cuma ke warung tiap hari. Tidak mau berusaha mencari nafkah buat keluarganya. Sehari-hari dia nongkrong dan main judi. Ia membiarkan istrinya mondar-mandir, jungkir balik menjejak dunia, mencari uang buat penghidupan anak-anaknya. Buat makan dan sekolah.

Oh dunia, begitulah. Mudah-mudahan bukan hanya fisiknya saja yang berputar akan tetapi orang-orangnya juga. Nasib-nasib pun harus berubah.

Ada lagi rekan kerja ibu (sama-sama mengajar di SD). Dia adalah wanita berusia 30 tahun. Dia pegawai honor, digaji oleh pemda (bukan PNS). Sebut saja namanya Lani. Lani ini sudah merasa tua. Dia ingin menikah. Oleh sebab itu ia memperkenalkan calon suaminya kepada kedua orangtuanya. Namun orangtuanya tidak setuju dia menikah dengan pria itu. Alasannya si pria itu belum punya pekerjaan. (Belum PNS). Ia pun menuruti perintah orangtuanya.  Si calon suami itu pun menikah dan sekarang sudah punya anak berusia 3 tahun.

Lani tidak berhenti berusaha. Ia membawa lagi calon suami yang dia inginkan ke hadapan kedua orang tuanya (pria yang kedua). Pria ini, calon yang kedua ini adalah teman semasa kuliah Lani, dan sudah bekerja sebagai PNS. Akan tetapi orang tua Lani juga tidak setuju dengan Pria kedua ini. Alasannya berbeda suku. Dia itu orang dari suku tertentu.

Lalu Lani berkata kepada kedua orangtuanya : Pak, Buk, Umur Lani sudah 33 lebih. Sudah sepantasnya Lani membangun keluarga, berumah tangga. Sudah 2 pria yang Lani usulkan belum ada yang Bapak Ibu restui. Kalau begitu, tolonglah kepada Bapak dan Ibu untuk mencarikan calon yang sesuai dengan kehendak Bapak Ibuk. Yang kelak bapak ibu restui yang sesuai dengan kriteria yang bapak ibu inginkan. Insyaallah Lani akan siap menikah dengannya.

Namun kedua orang tua Lani tidak bisa memberikan jawaban atas permohonan itu. Bukan memperbaiki situasi justru malah memperkeruh keadaan. Konflik batin terjadi di rumah itu. Saat Lani di rumah ibunya ke luar dan sebaliknya. Sudah hampir 3 bulan mereka tidak baikan antara si anak dengan ibunya.

Karena tidak tahan dengan kondisi macam begitu, Lani memutuskan untuk angkat kaki dari rumah. Ia pergi ke rumah kakaknya. Kakaknya itu sudah berkeluarga. Anaknya sudah kelas 5 SD. Lani meninggalkan pekerjaannya menghonor di SD. Padahal zaman sekarang susah sekali mencari pekerjaan. Jangankan pegawai honorer, pegawai yang tidak digajipun susah. Kalau kau ingin tahu maksudnya, kakakku pernah di PHK dari pekerjaannya sebagai Guru Honor. Lalu kakaku memohon kepada kepala sekolah itu supaya tetap bisa bekerja walaupun tidak dibayar. Tujuannya adalah untuk pengalaman, dan semacam jam terbang, agar nanti siapa tahu ada pengangkatan guru honor dia punya modal dan berpeluang. Atau bila ada tes PNS, dia bisa punya nilai tambah. Aku tidak mengerti detail teknisnya. Akan tetapi Lani meninggalkan itu.
Selidik punya selidik ternyata kakaknya itu pun dulu menikah tidak direstui kedua orangtuanya. Namun kakaknya itu nekat dia berani kawin lari. Sesudah belasan tahun baru dia kembali lagi ke rumah orangtuanya itu. Entah angin apa yang berembus, mendadak saja kedua orang tua itu menerima anaknya itu kembali. Memang sekarang ekonomi kakaknya sudah membaik dimata orang-orang. Dia sudah punya mobil, tinggalnya di kota, rumahnya sudah dibangun dan anaknya pun sudah sekolah. Barangkali waktu juga yang mengubah perasaan tidak restu kedua orang tua itu.

Dulu dia tidak direstui gara-gara si pria calon suami si kakak itu bukan orang kaya. Sebab mereka kedua orangtua itu merasa mereka adalah orang yang cukup berada dan ingin calon menantu yang setara.

Ah bukankah semua manusia setara? Entahlah