Hierarki Kepintaran Mahasiswa Menurut Kukuh Samudra

Rabu, November 02, 2016 1 Comments A+ a-

       Manakala berbincang tentang berbagai topik yang tidak jelas, aku menyimak pembicaraan Kukuh mengarah kepada pendapatnya atas situasi dan kondisi mahasiswa di kampus ini. Kukuh melontarkan tesisnya tentang hierarki kepintaran mahasiswa. Rasa saya, terminologi ini sebenarnya tidak berasal dari buku manapun tetapi sedikit ada mirip dengan Hierarki Kebutuhan Maslow. Oke seperti biasa, tanpa memperpanjang mukaddimah. Langsung saja. Ekhhm.

1.       Tingkatan Pertama adalah mahasiswa yang boleh dikategorikan sebagai cerdas dan pintar. Mereka menekuni bidang keilmuan sesuai jurusan masing-masing. Misal : mahasiswa Teknik Sipil membaca serius literatur tentang struktur. Mahasiswa Teknik Tenaga Listrik menekuni benar literatur analisis daya, dll. Mereka ini adalah kaum mahasiswa yang berjalan lurus. Tidak neko-neko. Mereka mencintai ilmu sebagaimana mereka mencintai uang dan program studi sendiri.

2.       Tingkatan Kedua adalah mahasiswa yang merasakan ada suatu yang kurang dari program studinya. Mahasiswa tingkatan kedua ini mulai mencari integrasi ilmu dalam prodinya dengan prodi lain. Multidisiplin ilmu. Itulah istilah kerennya. Mahasiswa ini mulai merambah (ekspansi) hal-hal yang berkait dengan jurusannya. Misal : ada mahasiswa Meteorologi yang mengambil kuliah Paleontologi di jurusan Geologi. Ada juga Mahasiswa Teknik Lingkungan yang mengambil mata kuliah kewirausahan dengan harapan bahwa ilmu dan keprofesian yang Ia peroleh dari bangku kuliah bisa dibisniskan.

3.       Tingkatan Ketiga yaitu mahasiswa yang cukup stres. Kaum ini merasa kurang puas dengan pelajaran prodinya. Baginya, ada yang luput dari pembahasan sains dan enjinering. Ia lantas mencicipi sedikit ilmu humaniora. Pintu gerbang pertama tentu adalah filsafat. Anggapan mahasiswa pada tingkatan ketiga ini, resah gelisahnya bisa dituntas dengan filsafat. Mulanya mungkin dengan mengutip ucapan filsuf. Lama-lama tertarik membaca satu dua buku pengantar filsafat. Lantas membahas lebih mendalam dengan mencoba menelaah sumber-sumber primer teks filsafat. Golongan ini mulai mempertanyakan makna kehidupan. Ujung-ujungnya berpusing mencari kebenaran. Dan menyeret segala hal ke ranah filsafat.

4.       Tingkatan Keempat ialah mahasiswa yang trauma pada tingkatan ketiga. Karena barangkali filsafat teramat sulit buat dipahami, mahasiswa ini mulai mengambil bidang atau medan yang lebih konkret yaitu ilmu-ilmu sosial. Biasanya ada beberapa cabang seperti : ekonomi, sosiologi, antropologi, dan budaya. Biasanya, fenomena ekonomi, sosial dan poiitik di Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai dikomentarinya sebagai bukti kekritisan dan minatnya dalam bidang tersebut. Baik dalam percakapan sehari-hari maupun pada linimasa akun sosial media. Mulai tertarik kepada ideologi tertentu seperti contoh sosialisme dan anarkisme.


5.       Tingkatan Kelima. Inilah mereka yang menyadari alangkah susah mendalami ilmu humaniora tersebut. Akhirnya masuk ke pintu sastra. Pada tingkatan kelima ini, setidaknya ada pula tiga tahap. Pada mulanya, sastra yang digeluti adalah genre novel. Lalu karena novel dirasa terlalu panjang dan menyita waktu, maka beralih ke cerita pendek. Kemudian karena cerpen juga masih cukup panjang. Beralihlah ke puisi. Puisi sebagai ekspresi seni dalam kata-kata berirama.

6.       Tingkatan Keenam. Tidak berhenti di puisi pada akhirnya sang mahasiswa mulai merasa bahwa eksistensi dirinya dalah seni sekaligus kebenaran itu sendiri. Sambil duduk di sekretariat unit, dia nyalakan rokok dan sesap kopi. Lalu memandang lalu lalang sekitar sembari merasa hidup sudah cukup ia rengkuh.


Tentu saja Keenam tingkatan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sama sekali bukan bukti ilmiah yang sudah di bawa ke meja eksperimen. Namun begitu ada baiknya hal ini dibagaimanakan agar supaya sedemikan sehingga keseriusan dalam menjalani apapun menjadi begitu mantap.

1 comments:

Write comments