Berapa Dalam Manusia dapat Menyelami Kehidupan ?

Rabu, November 02, 2016 0 Comments A+ a-

Manakala dua lempeng tektonik bersua di Samudra Pasifik : zona subduksi Lempeng Pasifik disubduksi di bawah Lempeng Filipina, lahirlah Palung Mariana dengan lubuk Chalengger deep sebagai titik terdalam di dunia. Mariana memiliki kedalaman 10.911 meter di bawah permukaan laut. Di dasar Mariana, air laut memberikan tekanan sebesar 1.086 bar, setara dengan seribu kali tekanan udara yang menimpa tubuh kita kini.


Hydna dari Scione adalah anak perempuan Scylles. Mereka adalah voluntir ayah-anak yang berjasa besar dalam pertempuran tiga hari di Artemisium (480 SM). Pertempuran itu adalah adalah invasi kedua Persia ke Yunani.

Hydna dilatih langsung oleh salah satu penyelam terhebat Yunani, ayahnya sendiri. Ketika mereka tertangkap oleh Raja Xerxes I (Panglima perang Persia)—saat menyusup ke kapal pasukan Persia—mereka melarikan diri dengan melompat ke laut. Karena tidak kunjung kelihatan, para prajurit Xerxes I menganggap Hydna dan Scylles telah mati tenggelam. Kisah tersebut disampaikan Herodotus sang Bapak Sejarah.  Scylles dan Hydna menggunakan batang pohon yang berongga sebagai snorkel. Mengetahui rencana penyerangan Xerxes I, Scylles dan Hydna mempreteli satu-dua bagian kapal sehingga penyerbuan menjadi terlambat. Waktu jeda bagi pasukan Yunani mempersiapkan diri.

Jauh sebelum itu, tahun 1194 SM, pasukan prajurit selam sudah ditemukan dalam perang Troya. Alexander Agung juga pernah membuat taktik penyelam untuk menghancurkan pelabuhan.

Adalah Aristoteles yang mewartakan lewat “Problemata” bahwa Alexander Agung memerintahkan para penyelam untuk menghancurkan pertahanan bawah laut musuh dalam Pengepungan Tyre tahun 332 SM.

Tahun 2014, di kuliah Mekanika Fluida Teknik Fisika ITB, seorang dosen—yang suaranya kecil itu—menceritakan kisah tentang kematian untuk kali ketiga. Dosen yang sudah lima puluhan ini entah bagaimana, sering memberi selingan kuliahnya berupa cerita kematian. Pertama, kematian gegara tersetrum karena sang almarhum lupa memakai sepatu safety. Lalu kedua, kematian karena sistem mekanik lift yang rusak. Barangkali menyaksikan banyak mahasiswa yang tidur pada kuliah jam tujuh pagi itu membuat beliau ingin bercerita sedikit di luar perkara Navier-Stokes.

“Ada cerita tentang ayah dan anak perempuannya yang sedang menyelam. Singkat cerita sampailah mereka di kedalaman tertentu. Entah bagaimana takdir mengatur, mereka lupa bahwa persediaan oksigen tidak cukup lagi untuk bisa sampai ke atas permukaan. Dua hal yang menarik dalam state cerita ini : Bisa saja mereka bersicepat ke permukaan dengan mendorong-laju. Namun, sang ayah paham benar bahwa perubahan tekanan mendadak pada tubuh sama saja halnya dengan bunuh diri. Dengan kata lain mestilah pelan-pelan naik ke permukaan. Akan tetapi, simalakamanya, stok udara tidak cukup. Singkat cerita lagi, ayah yang heroik ini, rela melepaskan tabung oksigen miliknya untuk anaknya.”

Aku sedikit memahami aforisma orang-orang yang terlena kepada keindahan bawah laut sebagai perumpamaan orang-orang yang terpedaya oleh kenikmatan duniawi. Sebab terlalu lalai, ketika sadar mesti kembali, umur sudah tua, waktu begitu kasip dan hampir tak ada : maut dipelupuk mata.

Berapa dalam seorang manusia dapat menyelam ? Menurut hitungan matematik, menggunakan prinsip tekanan hidrostatik : sekitar 83 meter. Lebih dari itu manusia normal tidak bisa menahan tekanan air. Akibatnya, fungsi fisiologis manusia akan rusak dan berujung kepada kematian. Entah itu didahului dengan pecahnya organ tubuh atau berhentinya oksigen mengalir ke otak. Akan tetapi bukan manusia namanya kalau tanpa pengecualian bukan ?

Tahun 2016, Ahmad Gabr, pria Mesir 41 tahun memecahkan rekor Nuno Gomes—pemuda Afrika Selatan, 54 tahun—yang memecahkan rekor dunia pada 2005 dengan kedalaman 318 m—dengan menyelam sedalam 332,35 meter di Laut Merah menggunakan SCUBA (Self-Contained Underwaters Breathing Apparatus)—alat selam yang pertama kali dikenalkan oleh Jacques Yves Cousteau dan Emile Gagnan pada tahun 1942 sampai 1944.

Butuh sekitar 12 menit bagi Gabr untuk mencapai kedalaman tersebut, serta 15 jam untuk kembali ke permukaan. Lima belas jam disebabkan Gabr harus menghindari decompression shock, nitrogen narcosis dan oxygen intoxication dengan berhenti dahulu pada kedalaman tertentu, agar tubuh menyesuaikan diri dengan tekanan sekitar.

Chalengger deep sudah dimasuki oleh James Cameron, sutradara asal Kanada yang terkenal dengan ‘Titanic’ dan ‘Avatar’-nya itu. Kedalaman Chalengger deep melebihi ketinggian Gunung Everest. Dengan simplifikasi sedemikian rupa,  Gunung Everest—puncak dunia—akan tenggelam dalam jurang dunia—Chalengger deep ini. Kedalamannya sekitar 11 km, sedang Everest hanya 8 km. Tentu masih ada sisa 3 km lagi bagi yang iseng memasukkan Gunung Semeru. James Cameron menggunakan alat selam khusus tentu saja. Konon perangkat tersebut adalah peralatan paling canggih dalam mengirim manusia ke dasar bumi.

Kokoh adalah kawanku. Ia tidak suka pada kedangkalan. Mungkin ini seiring-jalan dengan namanya. Kokoh dalam tesaurus bahasa Indonesia berkait-makna dengan mendalam. Bagi Kokoh, kedangkalan—dalam hal menyelami hidup—membuat manusia acapkali terjebak pada kulit, simbol, dan gimik. Sehingga bagian ‘gizi-hidup’ berupa substansi dan esensi makna hidup tidak tersentuh apalagi tecerna. Ujungnya, manusia tidak tumbuh. Baginya, kedalaman adalah alternatif-absolut dalam kehidupan. Ada banyak hal yang ia kritisi dalam kehidupan manusia kini. Kedangkalan menurutnya adalah bentuk kemalasan makhluk-fana ini untuk menyelami lebih dalam. Akan tetapi, bukankah justru dengan semakin dalam, maka akan semakin besar tekanan yang dialami manusia ?

Perkasa juga kawanku. Ia manusia yang dalam beberapa hari lalu telah melakukan aksi bunuh diri. Setelah beberapa minggu terakhir beliau membaca berulang-ulang Camus : novel Orang Asing dan Esei Mite Sisifus, Ia naiki lantai 8 gedung kampus demi terjun menyelami makna terdalam dari kehidupan. Di media malah berkembang banyak spekulasi penyebab aksi bunuh diri Perkasa. Mulai dari isu perselisihan skripsi dengan dosen pembimbing sampai dengan masalah himpitan ekonomi.

Rasaku, sebagai perempuan yang sadar, Intan mesti menyesal, sebab melalui kedangkalannya, Ia pintakan Perkasa untuk bunuh diri terlebih dahulu—sebagai pembuktian cinta mati—agar kelak Ia terima cinta Perkasa. Sekilas rikues Intan ini analog dengan Zinaida Alexandrovna Zasyekina kepada Vladimir Petrovitsy dalam novelet Ivan Turgenev “Pervaya ljubov”, Cinta Pertama. Zinaida berkata kepada Petrovitsy, “Tuan pernah mengatakan bahwa Tuan cinta kepada saya; kalau betul-betul demikian, cobalah melompat ke bawah.” Tetapi tidak seekstrim lantai 8 juga. Petrovitsy hanya dari tembok sekitar 4 meter. Tetapi menyesal pada hidup yang dangkal, kedalamankah ?

Kedalaman mungkin ada bertalian dengan cerita pendek Patrick Süskind— pengarang dan penulis lakon terkemuka Jerman—‘Der Zwang zur Tiefe’—yang cerpennya diterjemahkan Anton Kurnia—lulusan Teknik Geologi ITB itu—menjadi Kritikus Racun. Cerita pendek ini dialihbahasakan Anton dari ‘Depth Wish’ : hasil alih-bahasa Peter Howarth dari bahasa Jerman ke Inggris.

Simaklah. Seorang kritikus seni mengatakan kepada seorang gadis dari Stuttgart bahwa yang gadis lakukan itu menarik dan dia adalah seniman muda yang memang berbakat. “Tapi karya Anda belum menunjukkan kedalaman”. Bagian ini yang kemudian menggerogoti si gadis.

Gadis ini adalah seseorang yang menggambar sketsa yang indah. Lalu pada surat kabar, sang Kritikus menuliskan “Seniman muda itu berbakat dan dalam sekali pandang karyanya tampak menyenangkan. Namun sayangnya dia tak memiliki kedalaman.” Hanya dengan demikian sang seniman muda kemudian berubah depresi. Ia mandek. Seniman muda mulai kehilangan semangat menggambar. Lama-lama ia merasa tak bisa lagi menggambar. Ia lampiaskanlah dengan melahap buku-buku seni rupa, menjelajahi galeri dan museum, membaca buku paling dalam tentang seni rupa di tiap toko buku, membaca habis Wittgenstein. Dia berhenti berkarya.

Akhir cerita ia melompat dari menara stasiun teve setinggi 139 meter.

Kritikus menulis,” Sekali lagi kita menyaksikan—setelah terjadinya sebuah peristiwa mengejutkan—seorang muda berbakat tak mampu memiliki kekuatan untuk menyesuaikan diri di panggung kehidupan. Tidak cukup bila seorang seniman memiliki dukungan publik dan inisiatif pribadi, tapi hanya sedikit pemahaman atas atmosfer artistik. Pastilah benih dari akhir yang tragis ini telah ditanam sejak lama. Tidakkah itu bisa dicerna dari karya-karya awalnya yang naif ? Itu mencerminkan agresi monomaniak yang melanda diri sendiri dan dorongan introspektif yang berkubang menjemukan serupa spiral di dalam batin—dua-duanya sungguh emosional dan tak berguna, sekaligus mencerminkan pemberontakan terhadap takdir. Saya menyebutnya kehendak-memiliki-kedalaman yang berakhir secara fatal.”

Karena angin yang bertiup sangat kencang pada saat seniman muda ini melompat,  si gadis tak jatuh tepat di lapangan tanah liat bawah menara. Ia terbawa angin  dan terdampar di hutan setelah membentur pohon-pohon besar.

Tabloid-tabloid picisan lantas menggarap berita-bunuh-diri-terseret-angin ini menjadi jualan yang layak dan murahan. Amat lain dengan Perkasa yang loncat dari lantai delapan, hanya kerabat dekatnya yang tahu : Tarjo, Haris, Choirul, Husen, Asra, Opik, Rilis tambah Pak Satpam Cecep dan Bu Dora.

Lantas barangkali di ujung, kita akan kembali kepada pertanyaan Tosltoy : Berapa luas tanah yang diperlukan oleh seseorang ? Serentak dengan pertanyaan : Berapa dalam seseorang dapat menyelami kehidupan ? Dua pertanyaan ini mungkin akan bertemu di suatu Samudera Kehidupan dan melahirkan suatu titik : Kematian (baca : Kebenaran).