[Review Film] Whiplash (2014)

Senin, Juni 01, 2015 0 Comments A+ a-

Review Film Whiplash (2014)

Judul : Whiplash
Sutradara : Damien Chazelle
Tanggal Rilis : 10 Oktober 2014
Durasi : 107 menit
Genre : Drama, Musik
Pemeran : Miles Teller; J.K. Simmons;Melissa Benoist;Austin Powell

Andrew, seorang pelajar baru di Schaffer Conservatory. Ia belajar drum jazz. Dia adalah murid tingkat pertama. Di sana ada seorang guru semacam pelatih, Terrence Fletcher. Fletcher adalah guru yang sangat keras dan temperamental. Andrew  yang berambisi untuk menjadi drummer kelas dunia terinspirasi dari penabuh drum temperamental sepanjang masa, Buddy Rich. Fletcher mulai mencium ambisi Andrew. Andrew pun diberi kesempatan untuk menunjukkan skill-nya dalam menabuh drum di hadapannya. Apa yang terjadi awalnya Andrew belum puas dan beberapa saat kemudian dia mulai merasa Andrew punya potensi. Fletcher pun mengajak Andrew untuk ikut berlatih dengan grup bimbingannya. Grup ini merupakan band inti yang akan mengikuti kompetisi.


Andrew mulai merasakan atmosfer latihan yang penuh dengan cercaan dan makian dari Fletcher. Fletcher yang perfeksionis mulai menunjukkan metode pengajaranya yang sadis. Ia bahkan pernah melempar kursi kepada Andrew yang sedang emnabuh drum karena tidak sesuai dengan keinginannya. Bahkan seorang pemain alat musik tiup (terompet atau clarinet) dikeluarkan oleh Fletcher karena saat ditanya tidak tahu apakah dia salah atau tidak.

Fletcher juga sempat menampar pipi Andrew.  Itu hanya sekadar karena Andrew tidak mengetahui apakah tempo yang ia mainkan terlalu cepat atau terlalu lambat.

Metode pelatihan Fletcher yang keras, kasar, dan kejam, baik batin maupun fisik mungkin akan membuat siswanya menyerah dan menganggap guru seperti Fletcher tidak manusiawi. Akan tetapi Andrew yang sangat ambisius malah bertambah semangat dan makin keras berlatih sampai berdarah-darah. Dalam arti denotasi bahwa tangan Andrew berlumuran darah sebab lecet karena latihan yang mahakeras.
Hasilnya, latihan yang menyiksa diri ini membuahkan hasil. Shaffer Conservatorymemenangkan kompetisi lokal  dengan Andrew sebagai drummer-nya.
Pelatih atau guru yang apresiatif tentu akan mengapresiasi grupnya atas kemenangan ini. Mungkin ungkapan kepuasan atau semacamnya, jika tidak ingin memuji. Tetapi pujian ini seharusnya adalah sesuatu yang wajar sebab usaha atas kerja keras grupnya sudah membuahkan hasil jelas. Kemenangan lomba.

Namun Fletcher percaya bahwa pujian sama sekali tidak akan meningkatkan kinerja seseorang. Pujian bukan hanya ujian melainkan racun. Seseorang harus didorong hingga batas maksimal untuk dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Terence Fletcher berkata, ” There are no two words in the English language more harmful than "good job".”

Terrence kemudian memasukkan Ryan sebagai salah satu pemain drum untuk memanas-manasi Andrew agar dapat bermain lebih baik. Pada kompetisi berikutnya, Andrew mengalami musibah. Bus kota yang mengantarnya ke kota tempat kompetisi berjalan ternyata mogok di tengah jalan. Karena tidak menemukan satu pun transportasi publik, Andrew memutuskan untuk menyewa mobil dan menyetirnya sendiri ke tempat kompetisi. Akibat kesal mendengar kabar bahwa tempatnya akan digantikan oleh Ryan, Andrew yang sedang menyetir menjadi emosi dan ditabrak oleh truk di perempatan jalan. Dengan wajah dan tubuh yang masih berdarah-darah, Andrew memaksakan diri untuk ikut berkompetisi. Dengan luka di sekujur tubuh, dia tidak dapat berkonsentrasi dan stik drumnya terjatuh beberapa kali.

Setelah dipermalukan kembali oleh Terrence, Andrew yang kesabarannya sudah habis memutuskan untuk menyerang Terrence yang mengakibatkan Andrew dikeluarkan dariShaffer Conservatory. Namun, kisah itu tidak berhenti sampai di situ. Orangtua Andrew menemukan pengacara yang berhasil mengetahui bahwa cara mendidik yang dilakukan oleh Terrence ternyata pernah membuat mantan muridnya menjadi frustrasi dan bunuh diri. Dengan pengacara itu membuat gugatan yang juga berdasarkan laporan Andrew, Terrence akhirnya juga dipecat dan dilarang untuk mengajar di Shaffer Conservatory. Cerita belum berakhir di sini, karena meski awalnya digambarkan Andrew tidak lagi bermain drum setelah kejadian di Shaffer, ternyata Andrew kembali bertemu dengan Terrence. Klimaks film yang disutradarai Damien Chazelle itu menampilkan penampilan yang kemungkinan besar mengejutkan dan tidak disangka-sangka oleh para penonton film.

Banyak orang yang memfavoritkan kutipan dari Terrence Fletcher
“There are no two words in the English language more harmful than ‘good job’.”
“Tidak ada dua kata dalam bahasa inggris yang lebih berbahaya daripada ‘good job’.”

Tetapi saya lebih ,menyukai yang ini, dari Andrew
“I'd rather die drunk, broke at 34 and have people at a dinner table talk about me than live to be rich and sober at 90 and nobody remembered who I was”

"Aku lebih suka mati mabuk, hancur pada usia 34 tahun dan orang-orang bicara tentangku di meja makan daripada hidup kaya dan sadar pada usia 90 tahun bahwa  tidak ada yang ingat siapa aku ".

Begitu terjemahan bebas dari saya. Artinya begini, ia lebih baik mati muda dalam kondisi hancur tetapi karyanya dikenang. Ada peninggalan semacam prasasti yang ditinggalkan kepada orang yang masih hidup dan menikmati karyanya.

Lebih baik mati terlupakan daripada terkenang karena menyerah-Senartogok-

Nah apa hubungannya dengan ini ? Ini adalah bentuk tengah dari  Perkataan Andrew.

Film ini tidak biasa. Mempertemukan murid ambisius dengan guru psiko dan temperamen. Dua kutub yang berlawanan.  Drummer yang berambisi tinggi untuk menjadi pemain drum terhebat bertemu dengan guru yang melatih dengan sadis. Latihan yang bagai di neraka menurut beberapa kritikus. Namun tujuan guru ini  tidak lain adalah membuat siswa mengeluarkan kemampuan maksimalnya. Coba bayangkan, sampai melempar kursi ke siswa yang sedang lathan main drum.

Saking inginnya Andrew memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan gadis yang dikencaninya. Demi meraih target Fletcher.
Bukan film action tetapi ada beberapa adegan darah-darahan karena tangan drummerterluka saking kerasnya latihan agar mencapai kehendak Fletcher sang guru. Berbeda dengan film Avenger, yang penuh action dan kehancuran dimana-mana tapi tanpa darah. Ending yang memikat dan juga menyisakan tanda tanya yang jawabannya adalah seperti biasa terserah interpreatasi masing-masing.

Ini diangkat oleh sutradara Damien dari pengalamannya bermain drum saat SMA. Nah, dalam film ini saya sempat bertanya. Mengapa aliran musik jazz yang dipilih menjadi tema film. Mengapa tidak rock and roll, yang lebih saya suka. Underground atau music country, atau electronic pop. Sederhananya mungkin karena selera sang sutradara Damien.

Apakah karena kesulitan jazz yang tinggi? Film ini juga miripi dengan musik jazz meledak-ledak, loncat dan menghentak. Sesekali lamban dan penuh improvisasi. Adakah hubungannya dengan pemberontakan jazz terhadap musik klasik atau film ini memberontak film-film yang mengangkat perjuangan dan pergulatan mencapai mimpi? Entahlah. Barangkali saya overthink.
Komentar beberapa teman saya yang sudah menonton film ini biasa saja. Tetapi saya berbeda pendapat dengan mereka. Film ini justru memberikan suguhan baru tentang sorotan terhadap ambisi dan cita-cita seseorang. Drummer yang diperankan oleh Miles Teller tidak tanggung-tanggung melakukan dengan sepenuh dirinya. Miles Teller berhasil memerankan ambisi Andrew dan ekspresinya sebagai siswa yang ditekan dan dikompres habis-habisan oleh gurunya.

Penampilan J.K Simmons yang wah membuatnya diganjar Academy Award for Best Actor in a Supporting Role 2015. J.K Simons membuat karakter Terrence Fletcher begitu terang, raut mukanya, gerak tangannya, seluruh actionnya sebagai guru sekaligus kondekturSchafer keren sekali.
Selain itu scoring film ini dahsyat sekali. Soundtrack-nya kadang-kadang adalah latar bunyi dari adegan latihan Andrew dkk. Penuh dengan tungtak snare drum dan ces-cis simbal. Whiplash by Hank Levy dan Caravan Written by Juan Tizol dan Duke Ellington menjadi dua komposisi yang paling kusukai. Film ini ibarat perjalanan angkot full music di kota Padang. Wajar membuat Whiplash juga meraih Academy Award for Best Sound Mixing 2015.

Penyajian ending yang “terserah” membuat daya pikat film ini makin kuat.
Saya hanya merasa kurang sreg pada bagian cerita kekasih Andrew. Porsinya terlalu sedikit. Sebagai film drama, alangkah lebih indah bila diperpanjang cerita pada bagian ini. Atau memang barangkali sutradara tidak ingin fokus kita terbagi kepada kisah cinta. Sebab fokus utamanya adalah karakter Andrew dan Fletcher.

Ini jugalah yang membuat saya mengatakan bahwa film ini tidak biasa : Perjalanan dari zero to hero Andrew tidak diikuti sokongan wanita. Kutipan Groucho Marx “Behind every successful man is a woman, behind her is his wife” seperti ingin dibantah dalam film ini. Bila dilihat perjalanan hero Spiderman, dia punya Mary Jane, atau film 5 cm dengan kekuatan cinta dalam persahabatan atau laskar pelangi dengan tokoh A Ling dan lain-lain.
Orang-orang mungkin akan mempertanyakan apakah metode pengajaran seperti ini manusiawi? Bukankah mengajar harus dilakukan dengan hati? Akan tetapi di film ini diperlihatkan bahwa Terrence Fletcher berhasil menggembeleng Andrew ke puncak performa dan kualitasnya. Sementara itu ada juga muridnya yang bunuh . Akhirnya mungkin dapat kita ambil pikiran tengahnya. Ini adalah sikap kita terhadap luar diri kita. Bagaimana kita merespon rangsangan. Ujung-ujungnya kita akan bicara totalitas dan konsistensi yang bahkan dibayar dengan kehilangan teman disini, sampai berdarah-darah dalam arti sebenarnya.

Namun barangkali memang benar, sesuatu yang berlebihan tetap tidak baik. Tapi apakah standar berlebihan itu? Mesti didefinisikan ulang.