Catatan Parade GSSTF Unpad 29 Mei 2015

Selasa, Juni 02, 2015 0 Comments A+ a-

Siang itu tanggal 29 Mei 2015. Aku tidak mengurus matahari biarlah itu tugas Mikail. Aku memosting sesuatu di grup line Lingkar Sastra ITB. “Ada yang berangkat ke Unpad Nangor, acara jam 4 itu?” di-read  48 pengguna. Tetapi tidak ada yang membalas. Huh...

Aku tanya Wahyu OK. Ya dialah orangnya, yang kemudian bersamaku menikmati Pagelaran GSSTF di PSBJ itu. Wahyu menjawab dia ikut kalau ada teman. Aku balas aku berangkat walaupun sendirian.

Maka jadilah kami berencana berangkat pukul 15.00 WIB dari Dipati Ukur ke Jatinangor menggunakan bus DAMRI. Wahyu memosting lagi di grup dunia jempol sentuh itu : Yang mau ikut ke unpad stay di du naik damri ke nangor jam 3. #bang.asra. Aku tidak tahu berapa yang read sebab bukan chat posting-anku.


Hujan di penghujung bulan Mei dan di beberapa hari menuju Juni tidak mengingatkanku pada Sapardi. Kebasahan tubuhku ini hanya menguatkan ingatanku akan payungku yang hilang minggu lalu. Setelah beberapa belas menit menunggu di halte, Wahyu mucul dari tengah hujan yang sudah reda. Kami bersegera masuk ke dalam bus yang sejak tadi parkir di tepi jalan itu.

Aku dan Wahyu duduk bersebelahan. Wahyu di sebelah kiriku dan Aku di sebelah kanannya. Dia dekat jendela dan aku lebih dekat kepadanya daripada ke jendela.

Untuk mengetahui jam, aku tidak mengecek pergelangan tangan sebab jam tanganku juga sudah hilang beberapa bulan lalu. Kucek handphone 15:25. Bus ini belum juga diinjak gasnya oleh sopir. Makanya masih diam. Apa yang mereka tunggu? Padahal kan jumlah penumpang sudah banyak, setidaknya 22 orang yang kuhitung tidaklah sedikit. Sekitar lima belas menit kemudian, DAMRI itu melaju membelah jalanan DU. Melindas aspal dan butiran debu yang kerap dipakai dalam lagu dan puisi.

Pukul 17.00. Bus DAMRI itu masih berada di buah batu. Aku takut, acara GSSTF tidak sempat disaksikan. Bukan karena segan karena Endah sudah mengirim undangan jauh-jauh dari Jatinangor lebih kepada egoisme tidak bisa menonton acara itu saja.

Maka aku sms beliau. Endah acaranya sampai jam berapa? Tidak dibalas dan aku maklum sebab menjadi Pimpinan Produksi acara tentu akan sibuk sekali dan ya begitulah. Bisa kubayangkan mesti tidak dapat kurasakan. Aku meminta tolong kepada Wahyu untuk menghubungi Narahubung agar tahu apakah acara ini sampai malam atau tidak. Namun sama, tidak ada balasan juga. Bukan karena Wahyu salah nomor atau tidak punya pulsa tetapi karena sebab selain itu yang si Narahubung dan Tuhanlah yang tahu penyebabnya.

Alhamdulillah pukul 17:38 DAMRI ini sudah sampai di seberang kampus Unpad. Aku dan  Wahyu turun dan tidak lupa membayar ongkos dengan uang rupiah asli.

Wahyu ingin segera ke Mesjid. Kataku, kita solat di mesjid dalam kampus Unpad saja. Tetapi dia menimpali sudah kebelet mau ke WC. Oh oke. Dan kami berjalan tergesa menuju mesjid besar di seberang kampus Unpad itu. Itulah mesjid ITB Jatinangor. Waw besar luas dan keren. Bersih lantainya mirip dengan mesjid Salman ITB yang di Jalan Ganesha. Setelah berwudhu kami bergabung dengan jamaah solat magrib itu. Awalnya ada 4 orang dengan imam namun kemudian bertambah menjadi banyak.

Usai solat, kami berdoa dulu. Dan mencoba mengubungi Narahubung acara GSSTF itu lagi. Tetapi tetap panggilan itu tidak dijawab.

Kami memutuskan untuk masuk saja ke sana. Meskipun acara nanti telah usai, toh kami masih bisa bersilaturahmi dengan kawan-kawan GSSTF Unpad. Setelah bertanya kepada Akang-akang security kami berjalan lagi di dalam kampus Unpad itu. Gedung PSBJ, PS yang tidak kutahu kepanjangannya, yang jelas bukan Play Station atau Pendekar Silat, tetapi BJ jelas bukan Baharudin Joesef, melainkan Bahasa Jepang. Ya Gedung Bahasa Jepang adalah tujuan kami. Tempat acara itu dilaksanakan.

Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, seperti mengelilingi kampus Ganesha 3 kali sampai jugalah Aku dan Wahyu di Gedung PSBJ. Ramai. Kami mengira acara sudah selesai, dan ingin pulang saja. Ah masa, tidak. Kami ingin bertemu dulu dengan para penggawa GSSTF Unpad untuk menyambung tali perkawanan. Tiba-tiba handphone ku mengatakan ada panggilan, dari Endah. Ya. Alhamdulillah acaranya belum selesai. Endah pun bertemu dengan kami di depan gedung itu. Kami langsung disilakan masuk. Aku dan Wahyu mengisi buku tamu dulu.

Didalam gedung ini terjadilah acara itu. Parade GSSTF (Gelanggang Sastra Seni Teater dan Film). Terbayanglah bagiku meski tidak bisa kurasakan, Unit Lingkar Sastra dikawinkan dengan Stema (Studi Teater Mahasiswa) dan LFM (Liga Film Mahasiswa) ITB.


Teater Takdir,...,dan....(Lupa judulnya)

Pementasan teater ini mengisahkan seorang karyawan yang jumud hiudpnya. Barangkali ada hubungannya dengan manusia adalah sekrup industri-nya Cleve Morris. Ia juga tinggal sendirian di rumah luas di Menteng.

Halte Sudirman sebagai latar tunggal, menjadi tempat bertemu dengan seorang wanita yang telah kehilangan ibu. Ia ditinggal mati, sebab HIV/AIDS memicu Izrail menjemput nyawa ibunya. Akhir yang dipelinitir a.k.a twist ending. Ternyata si gadis muda itu adalah anak dari si pak karyawan. Dengan kisah si ibu yang teridap HIV/AIDS sebab ditularkan oleh kekasihnya. Namun si pak karyawan inilah yang kemudian mencintai ibu itu (Laura) dengan tabah.

Teater ini mengangkat tragedi sosial. Beberapa isu yang muncul adalah egosime manusia dalam ruang publik (halte) tergambar melalui tokoh figuran seorang lelaki yang sibuk sendiri dan asosial terhadap lingkungan sekitar kursi halte. Kemudian tentang manusia yang menjadi sekrup industri, manusia yang seharusnya menjadi bebas telah dipaksa menjadi objek dari industri dan dunia pekerjaan. Lalu ketimpangan sosial pada lokasi halte. Karyawan berduit dengan tokoh pedagang asongan. Selain itu isu hubungan seks pranikah yang berujung HIV/AIDS juga muncul di dalam pementasan ini. Semua dibungkus dalam dua Tokoh utama si pak karyawan dan si gadis di halte sudirman.

Beberapa dialog yang berkesan menurutku adalah :
Pak Karyawan    : Pada saat kuliah itu kita bebas melakukan apa-apa. Boleh salah dan belajar untuk memperbaikinya. Banyak kegiatan kreatif yang bisa dijalani. Tetapi semuanya sirna setelah memasuki dunia kerja. Kerja dari jam 8 ke 5 dengan istirahat makan siang satu jam. Membosankan. Terjebak dalam rutinitas. Ini bukan kutipan lengkapnya tetapi itulah yang yang dapat kutangkap.

Film Pendek Hope(s) dan Entitas Konsesi

Kemudian acara dilanjutkan dengan pemutaran (screening) film pendek karya anak-anak GSSTF Unpad. Film pertama berjudul Hope(s). Sebuah sajian renyah tentang persahabatan dan harapan. Film ini menggunakan teknik-teknik pengambilan gambar yang sederhana. Di warnai dengan beberapa adegan lucu. Dialog yang dipakai sehari-hari oleh kalangan mahasiswa. Tokoh utama yang punya harapan untuk mewujudkan harapan ketiga sahabatnya. Keren, menyentuh dan berkesan.

Film kedua yang diputar berjudul ‘Entitas Konsesi’. Dari judulnya saja film ini sudah terkesan berat. Memang demikian. Film yang agak ‘gelap’ alias penuh kiasan ini bercerita tentang sekte kepercayaan. Sekte ini bernama Jonas. Pemuka sekte ini mengulang-ulang doktrin bahwa wujud kebenaran adalah mereka sendiri, anggota sekre. Setiap yang berdosa wajib dimusnahkan dari muka bumi ini.

Seperti ingin menyampaikan pesan bahwa cara orang dan pemuka agama beragama sudah aneh. Film ini mengkritik manusia yang menghakimi sendiri atas nama Tuhan dan merasa benar sendiri. Bukankah Tuhan-lah yang maha benar?

Selain itu doktrin minum darah suci untuk mati dan bertemu Tuhan adalah bentuk ketakutan terhadap kehidupan itu sendiri. Mana keberanian mereka untuk hidup bila hanya merindukan kematian sebab ingin bertemu Tuhan dengan cara mengakhiri hidup itu dengan bunuh diri?

Monolog Tolong

Monolog keren dari Putri. Mengangkat tema TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang disiksa di negeri jiran yang berlantas angan. Ini bukan khayalan tetapi kenyataan. Aku jadi ingat dengan Minah yang dipancung di Arab Saudi (diangkat ke Puisi Esai oleh Denny JA dan dibacakan oleh Sutardji Calzoum Bachr). Monolog berjudul ‘Tolong’ ini mengetuk pintu nuraniku dan menyobek sikap acuh tak acuhku yang selama ini bersemayam dalam diri.

Paradae GSSTF ini merupakan acara tahunan dari Unit kegiatan mahasiswa GSSTF Gelanggang Seni Sastra Teater dan Film. Wah seru sekali, setelah sebelumnya ada acara launching dan seminar sastra juga di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dan sebelumnya ada juga Workshop Menjadi Penyair Lagi dari ITB. Unpad tidak mau tinggal diam. Mereka buat Parade(meski notabenenya adalah acara tahunan rutin). Keren, ramai, dan memikat. Teater dan film sungguh menghibur untuk malam Sabtu yang dingin. Ada konsumsinya lagi.

Setelah pertunjukan selesai. Aku dan Wahyu bertemu dengan Bu Lurah GSSTF dan Kak Pimpro Parade GSSTF dan penampil juga yaitu pemeran monolog ‘Tolong’ Putri. Kami bicara tentang hal-hal mengenai acara ini.

Sebagai seorang manusia sekaligus dilabeli mahasiswa, ini adalah sebuah bentuk kegiatan yang positif untuk mengasah kepedulian dan kepekaan terhadap realitas sosial. Membentuk sikap yang bijaksana dalam merespon kejadian sekitar. Hingga membudaya dan mengarah ke kehidupan seimbang.

Kegiatan ini bukan hanya seremonial dan eforia saja. Tetapi lebih dari itu, ekspresi kegelisahan atas bermacam ironi dan tragedi dalam kehidupan. Biarlah dengan munculnya kegiatan seni semacam ini membangkitkan gairah untuk mencerdaskan pikiran dan sekali lagi menguatkan kepekaan anak bangsa. Mudah-mudahan

Tetapi sayangnya sebagai pecinta puisi, saya dan kawan saya Wahyu belum bisa menyaksikan musikalisasi puisi yang digelar sore hari karena saat itu masih berada dalam DAMRI yang merangkak seperti pembangunan daerah di negeri ini.

Selamat buat Unpad. Berbahagialah kampus ini masih ada orang-orang aneh berwujud GSSTF. Tanpa itu kampus akan dikeringkan oleh rumus yang diimpor(rendra) dan diktat-diktat yang mendikte.

Sekali lagi luar biasa. Lain kali kalau bisa, bikin lebih megah lagi, undang banyak orang, tokoh, acara ini besar dan penting. Hehehehe..konsumsinya, tadi aku mau nambah tetapi malu. (Sebab akunya juga masuk pakai tiket gratis atas undangan yang diberikan ke LS)

Mudah-mudahan seluruh mahasiswa dan kampus-kampus lain terinspirasi dengan adanya kegiatan semacam ini. Bukankah demikian? Ujung-ujungnya, seni akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam individu masyarakat yang berbudi dan berbudaya.

Nah, saranku sebaiknya klimaks acara ini adalah monolog 'Tolong'. Sangat keren. Tetapi barangkali memang grup band simfoni malam berniat baik dengan memberikan lagu-lagu penutup.

Sampai jumpa dalam kesempatan lain.