83 Tahun Sumpah Pemuda

Selasa, November 01, 2011 1 Comments A+ a-

83 tahun Sumpah Pemuda
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
83 tahun yang lalu, 3 kalimat yang terdiri dari33 kata ini sudah menjadi saksi bahwa Bangsa Indonesia sudah bersatu, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia
memperingati momentum 28 Oktober ini sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini adalah hasil perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun ditindas oleh kaum kolonialis. Kondisi ketertindasan inilah yang  mendorong para pemuda saat itu untuk membulatkan tekad, menyatukan semangat, melangkah serentak demi mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia, yang kelak menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai titik kulminasinya, kemerdekaan 17 tahun kemudian, 17 Agustus 1945.
Hendrikus Colijn, mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan. Sekitar tahun 1927 – 1928, pernah mengeluarkan pamflet yang menyatakan bahwaKesatuan Indonesia merupakan konsep yang kosong. Colijnberkata bahwa masing-masing pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan jajahan ini mustahilcerah tanpa dibagi dalam wilayah-wilayah. Namun pemuda  membuktikan bahwasanya Colijn salah besar,
PPPI dan  dengan dimotori oleh Sigit, Soegondo Djojopoespito, Suwirjo, S. Reksodipoetro, Muhammad Yamin, A. K Gani, Tamzil, Soenarko, Soemanang, dan Amir Sjarifudinmemprakarsai Kongres Pemuda II
yang dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda dan lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop tentang pendidikan kebangsaan. Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch Huis Kramat membahas pentingnya nasionalisme dan demokrasi  yang tidak bisa dipisahkan dengan gerakan kepanduan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.
Pada Sumpah Pemuda II, 28 Oktober 1928 telah tercapai suatu kesamaan visi dan tekad bangsa yang bersifat Nasional dan menjadi komitmen untuk memperjuangkan kemerdekaan RI.
Bagaimanan dengan kondisi Pemuda saat ini? Penulis melihat ada beberapa kategori pemuda saat ini.
Pertama adalah kategori tubuh tanpa jiwa. Banyak sekali pemuda-pemudi Indonesia yang sudah tidak mempunyai semangat, bahkan untuk diri mereka sendiri dalam kesehariannya.  Mari kita melihat ke dalam kampus. Begitu banyak mahasiswa yang  tidak tahu untuk apa mereka datang ke kelas. Mereka hanya tahu tradisi setelah lulus SMA itu kuliah tanpa didasari tujuan dan terget pencapaian yang jelas. Pada akhirnya, mereka lebih sering menghabiskan waktu di kantin kampus, warnet(game online) atau pergi ke mall dan bioskop, daripada masuk ke kelas. Kemudian banyak yang akhirnya menghabiskan lima atau enam tahun untuk kuliah. Bahkan ada yang lebih parah lagi, berhenti kuliah ditengah jalan dengan alasan di drop out karena masalah akademik.
Kategori yang kedua adalah para pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori semangat tanpa arah. Semangat yang berapi-api, tapi tak jelas arahnya. Dengan kata lain terlalu sibuk dengan simbol dan lupa terhadap esensi. Pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori ini dapat terlihat begitu semangat dan potensial, tetapi mengandung bahaya yang cukup mematikan juga.Lihat saja yang terjadi dengan Kerusuhan Mei ’98, dan juga Tragedi Trisakti. Para mahasiswalah yang berperan besar dalam perubahan arus politik yang drastis di negara kita ini pada saat itu. Tetapi sampai sekarang, masih ada pertanyaan yang belum terjawab, apakah ada dalang yang menggunakan mahasiswa untuk kepentingan politiknya saat itu? Mahasiswa yang mungkin ratusan ribu jumlahnya saat itu melakukan demonstrasi dengan semangat yang menggebu-gebu. Tetapi apakah itu lahir dari kesadaran individu untuk suatu perubahan, atau hanya semangat kebersamaan yang terjadi pada satu tempat dan saat tertentu?
Contoh lainnya, berapa banyakkah pemuda-pemudi berbakat yang menuntut ilmu di luar negeri, demi mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi? Dan berapa banyak juga atlet-atlet muda berprestasi yang mendapat kesempatan mengasah kemampuan di negeri lain, dengan fasilitas dan pelatih yang berkualitas? Dari kesemuanya itu, berapa banyakkah yang kembali ke tanah air tercinta ini, dengan segala ilmu dan pendidikan yang telah mereka dapatkan untuk membangun kembali negeri Indonesia ini? Rasanya pertanyaan-pertayaan tadi tidaklah terlalu sulit untuk kita jawab.
Inilah yang sedang terjadi pada generasi muda bangsa Indonesia saat ini. Para pemuda-pemudi yang adalah tulang punggung dari masa depan Indonesia kelak. Indonesia masa depan adalah pemuda hari ini. Bukankah seharusnya kita, sebagai pemuda-pemudi Indonesia dapat memaknai arti yang sesungguhnya dari semangat Sumpah Pemuda dan kemudian mengaplikasikan semangat mulia itu ke segala aspek kehidupan kita? Tidak berhenti sampai disitu, seharusnya juga kita menularkan semangat itu kepada sekeliling kita dan pada akhirnya mewarisinya kepada generasi mendatang dari tanah air kita ini.
Semoga semangat yang kita miliki lahir dari pengenalan akan makna yang sesungguhnya dari arti Sumpah Pemuda itu sendiri. Biarlah esensi dari isi Sumpah Pemuda itu terpatri dalam hati kita, suci layaknya sebuah sumpah, dan bukan menjadi sampah yang kita acuhkan karena kita menganggapnya tak berarti.
Dan sudah seharusnya juga kita menjadi pemuda yang suci dan mulia bagi bangsa kita ini, layaknya Sumpah Pemuda. Bukan menjadi sampah yang mengotori tanah air kita tercinta, Indonesia. Merdeka! Jangan biarkan Sang Garuda itu menangis mencengkeram pita Bhinneka Tunggal Ika!
Kita memang berbeda tetapi tetap satu. Mari kita menjadikan momentum Peringatan Sumpah Pemuda ini sebagaiturning point untuk bersatu dalam satu tumpah darah Indonesia, dalam satu bahasa indonesai dan satu bangsa indonesia.
Hiduplah tanahku.. hiduplah negeriku..Bangsaku, rakyatku semuanya...
Bangunlah jiwanya..bangunlah badannya.. Untuk Indonesia Raya...
(Tulisan ini gagal dimuat di harian Pikiran Rakyat 28 Oktober 2011 lalu)

1 comments:

Write comments