Malam Minggu di Gasibu

Selasa, Maret 12, 2013 0 Comments A+ a-

Malam ini malam minggu. 9 Maret 2014. Seperti biasanya saya spent the night tanpa teman(perempuan). Kurang lebih pukul 21.00 WIB, saya berrgerak untuk melanjutkan rasa penasaran saya pada ‘langkah tiga skak mat’ di lapangan gasibu dua minggu lalu.

Waktu itu, 23 Februari, saya dan beberapa teman(laki-laki) bermalam minggu di lapangan gasibu Bandung. Tak sengaja kami berjumpa dengan seorang bapak, yang nanti akan saya sebut sebagai Pak Catur. Beliau berumur 50 tahun menuurut perkiraan Cipta, tetapi 51 menurutku(apa bedanya?). Pak catur duduk di atas tikar usang kecoklatan dengan tiga papan catur lipat di depannya. Kertas putih A4 berlaminating, bertuliskan. Asah otak teka teki catur tiga langkah mati

Aturan mainnya adalah kamu harus memegang buah putih dan melangkah duluan. Kamu harus men-skak mat raja hitam dengan tiga langkah atau kurang(kurang dari tiga mustahil sih kayaknya). Apabila kamu tidak bisa men-skak mat tiga langkah maka kamu dinyatakan kalah. Bila remis pun demikian. Ceritanya, dua minggu lalu saya bersama cipta mengikuti teka-teki asah otak itu. Insertnya 5 ribu rupiah. Setelah merencanakan langkah yang matang. Cipta mulai eksekusi. 


Singkat cerita. 
Pak Catur tersebut bisa menghindar dengan mudah dan hasilnya kekalahan kami. Singkat cerita lagi (maaf ya banyak singkat ceritanya) Beberapa teman lain bosan melihat kami yang ngotot nongkrong di spot ini. Sampai ada diantara mereka berkata begini : “Tidak mungkin !! tidak mungkin ada jalannya, posisi catur itu sudah dia atur sedemikian rupa supaya kalian(Saya dan cipta) kalah. Teka-teki itu memang tidak ada jawabannya. “Tapi kan kalau kamu  mau buka rahasianya bisa, bayar 30 ribu” balasku. Aku tidak terima klaimnya. Menurutku hal-hal yang tidak kita ketahui bukan berarti hal itu tidak ada. Misalnya dalam kasus teka-teki catur ini. Kita tidak tahu tiga langkah yang bisa men-skak mat. Tetapi jelas dan terang bahwa bukan berarti tidak ada jalannya bukan? Kita saja yang tidak tahu. 

O iya aku hampir lupa. Hadiahnya. Kalau menang(menemukan langkah) adalah minuman suplemen energi dan beberapa bungkus rokok(yang kata bapak itu nominalnya sekitar 35000). Akan tetapi ini bukan tentang hadiahnya, melainkan jalan dan kemampuan untuk menemukan solusi tersebut. Aku dan Cipta yang sering bercatur tertantang si Pak Catur. 

Setelah akhirnya menyerah pukul 12 malam saya dan teman yang bernama cipta tersebut pulang ke kosan.

Karena penasaran apakah teka teki Pak Catur memang ada jawabannya atau tidak,
Saya langsung mensimulasikan posisi tersebut dengan software catur Fritz 13. Ternyata benar, tidak ada jawabannya. Wah berarti Pak Catur ini tidak fair. Ini penipuan intelektual. kutukku dalam hati. “Cari uangnya kok kayak gini, tipu-tipu !” aku kesal sekali. Cipta berkomentar,“Coba lagi aja Sra, siapa tahu bisa ketemu. Aku yakin kalau Pak Catur itu bukan penipu. Buktinya tadi dia tepati janjinya. Kalau sudah ada tujuh orang yang coba kemudian gagal, Pak Catur akan membuka rahasianya, tadi teka-teki yang satunya lagi sudah dibuka rahasianya.Kemudian jika dia tidak tahu rahasianya, Pak Catur berani ganti rugi 60 kali lipat : 300 ribu”. Suara bass Cipta terdengar meyakinkan.

Saya mencoba menaikkan spec softaware-nya. Awalnya Fritz 13 itu hanya menggunakan  mode 1 CPU engine Fritz. Saya mengganti engine-nya menjadi Crafty 23.01 dengan 500 MB Hashtable size, serta membuat deep analysis chekmate search. Hasilnya. Luar biasa. Amazing. Sughoi. Ketemu. Dengan Tiga langkah, buah hitam benar-benar tidak bisa menghindar dari skak mat meski bagaimanapun langkahnya. Alamak ! ternyata prasangka burukku tidak terbukti.

Luar biasa. Seharusnya pikiran dilawan dengan pikiran. Klaim yang luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa(Mark Twain). Aku ingat quotes ini.

Terbantahkan juga kata temanku bahwa Pak Catur sudah men-setting posisi yang tidak mungkin ada solusinya. Terbukti paralel sekaligus pendapatku, bahwa yang tidak ketahui bukan berarti langsung tidak ada. Bisa jadi dia ada tetapi  kita tidak tahu. Maka itulah gunanya kita belajar dan memahami.


Esoknya karena penasaran aku ke lapangan gasibu lagi, tetapi tidak beruntung Pak Catur sudah tidak disana lagi.(Mungkin minggu depan)

Seminggu kemudian aku sengaja meluangkan waktu ke gasibu untuk mencari Pak Catur dan memecahkan teka-tekinya. Namun, waktu itu, saya yang baru saja selesai menyaksikan kekalahan Barcelona atas Real Madrid 1-2 tidak menemukannya di sana. Lapangan gasibu baru selesai dipake salah seorang calon walikota Bandung untuk promosi. Tidak ada Pak Catur.

Kemudian malam ini, 9 Maret 2013 saya mencari lagi(no hopeless) belum beruntung, lapangan baru selesai dipake oleh Rosemery (saya tidak tahu persis apa itu Rosemery, karena yang ada cuma baliho besar-besar bertuliskan Rosemery dengan sponsor perusahaan rokok).

Setelah dua kali berkeliling lapangan, saya  tidak kunjung menemukan Pak Catur. Saya beristirahat di salah satu kursi panjang dari semen. Di sana saya bertemu dengan seorang bapak lagi (tetapi pasti bukan Pak Catur). Kami berkenalan. Beliau katanya kebetulan mampir. "Pas lewat sini Bapak mendengar ada musik-musik, jadi Bapak setop saja angkotnya. Refreshing." terangnya. Beliau dulu kuliah di akuntansi Unpad. "Sekarang kerja dimana Pak?" "Oh, pertambangan", jawabnya singkat. Beliau banyak bercerita kepada saya. Mulai dari asalnya, sejarah pendidikannya, kecintaannya kepada fisika dan matematika, sampai pernikahannya dengan gadis parahyangan dan mempunyai anak dua. Anak pertama beliau adalah perempuan yang tengah kuliah akuntansi juga di Unpad semester 4. Yang kedua kelas 3 SMA ( katanya mau masuk ITB). Beliau juga bercerita tentang pengalamannya di Kalimantan pernah jadi guru honor, dan sempat ditawari jadi guru tetap. Selain itu beliau juga cerita bahwa motor anaknya, Mio pernah hilang di gasibu.

Beliau menawariku segelas capuccino. Aku tidak menolak. Bandung memang dingin malam itu. Kami minum bersama. Aroma kopi jenis capuccino bercampur dengan   dinginnya angin malam menambah hangatnya percakapan kami. Saya juga menceritakan juga tentang tujuan kedatangan saya ke gasibu untuk mencari si Pak Catur.

Kami bertukar nomor hape. Hari sudah jam 11, saya pamit pulang dan berterima kasih padanya. Saya dayungi itu sepeda scorpion biru menuju kosan.