Halaman Satu

Minggu, Maret 29, 2015 0 Comments A+ a-

Aku sebenarnya tidak tahu darimana harus memulai. Tetapi bukankah dengan menulis kata “aku” di awal tadi aku sudah memulai? Barangkali semua ini memang diawali dari absurditas Albert Camus. Dari diskusi Absurditas Camus di unit tiben ITB. Dari aku masuk unit lingkar sastra, dari aku masuk ITB, dari aku SMA, SMP, SD, dari aku yang lahir dari rahim ibu karena ayah. Dari kakek dan nenek, dan dari yang Maha Awal.

Tentang diskusi absurditas, yang dibawakan oleh saudara Choirul Muttaqin, mahasiswa ITB angkatan 2012 SITH. Pemuda dari Rembang, Jawa Tengah ini membahas komentar Camus terhadap dunia yang absurd, tidak bermakna.
Sebuah fenomena memang harus terjadi tanpa harus kita ketahui maknanya. Camus berkata begini(dalam bahasa Indonesia)

"Jika kita terus mendari apa unsur yang menyusun kebahagiaan, kita tidak akan pernah bahagia. Jika kita terus mencari makna kehidupan, kita tidak pernah bisa hidup"



Kemudian camus mengajukan 2 cara untuk mengetahui hidup
1.      Suicide (bunuh diri)
2.      Rebellion (pemberontakan)

Camus tidak memilih bunuh diri tetapi pemberontakan.

Pemberontakan menurut Camus adalah masalah untuk tidak mengikuti absurd-nya dunia. Pemberontakan harus mempunyai 3 nyawa yaitu bebas, mengutamakan kuantitas daripada kualitas, dan konsistensi.

Nah untuk sedikit menjelaskan mengapa Albert Camus mengatakan bahwa dunia ini absurd kira-kira begini dalam esainya The Myth of Sisifus

Sisifus adalah seorang raja yang berkuasa. Namun karena mempunyai dosa yang besar ia harus di hukum. Hukumannya diberikan oleh dewa yaitu mengangkat batu besar ke atas bukit. Kemudian setelah sampai di atas bukit, batu itu akan berguling lagi ke bawah, dan tugas Sisifus-lah untuk mengangkatnya lagi. Sisifus mengulangi proses mengangkat batunya. Begitulah penderitaan yang dialami oleh sisifus. Wajar

“Mau apa dengan penderitaan jika itu sangat wajar?” Camus

Sebenarnya aku belum begitu paham apa makna “pemberontakan” camus. Namun dengan contoh yang diberikan oleh Bang Andrew, Bang Tarjo, dan Choirul selaku pemangku diskusi, begini :

Bila ada anak kecil meninggal dunia ditabrak lari oleh mobil. Apa yang harus dilakukan? Menolong ataukah membiarkannya?.
Kalau aku ingin memberontak, apa yang harus aku lakukan?
Yang jelas, anak itu sudah meninggal, bila kutolongpun akan tetap tidak akan hidup lagi. Tetapi apa diriku sebagai manusia tidak mau menolong orang lain?
Kemudian contoh kedua adalah tentang seorang gadis cantik. Apa yang aku akan lakukan bila melihat gadis cantik sedang duduk hanya beberapa meter dariku? Minta berkenalan atau tidak?

Bila aku meminta untuk berkenalan, itu bisa dikatakan memberontak, memangnya siapa aku yang sebagai orang lain bisa dianggap asing dengan seenaknya minta berkenalan dengan gadis cantik. Ibarat tidak tahu diri. Bila aku tidak berkenalan, adalah meberontak juga, sebab mengapa aku begitu asing dengan menyia-nyiakan kesempatan yang telah ada.