Aku dan 17 Agus

Kamis, Agustus 16, 2012 0 Comments A+ a-

Cerita ini saya persembahkan kepada Garuda lesu yang menoleh ke kiri. Garuda tunduk yang sedang sedih di umur yang sudah menjelang maghrib.
Barangkali cerita ini tidak akan ‘bernilai jual’. Tidak akan dimuat di mass media karena akan kalah saing dengan “kepentingan-kepentingan’ lainnya. Tetapi di jejaring sosial ini kita bebas mengutara atau mengetimurkan segala sesuatu yang bisa kita pertanggungjawabkan. Selamat membaca ^a^

“Kak boleh aku minta sesuatu?”
“Tentu saja. Eits tapi kalau minta uang, tidak bisa”,Kakak mengiyakan dan menambah syarat pengecualian. Telunjuk kakak menari kekiri dan kekanan.
“Yee, siapa juga yang mau minta uang. Aku cuma mau minta temenin. Tolong ya kak nanti temenin aku beli tiket”
“Sip..Tiket apa? Pesawat? Kereta ? Kapal laut atau bus?”
“Bukan, bukan tiket itu. Aku mau nonton konser. Hehe jangan marah dulu ya kak. Aku pakai tabunganku sendiri kok.” Aku merayu kakak. Tetapi bisa kutebak.
“Huh, sudah berapa kali harus kubilang padamu. Berhentilah dari kebiasaan buruk mu itu. Berapa harga tiketnya?”
“Emh..emm..satu koma tiga kak..”aku menjawab pelan
“Satu juta tiga ratus? Kemarin sudah hampir setengah juta kauhabiskan untuk beli album. Memangnya apa yang kau dapat dari hiburan macam begitu? Pesan moral? Malahan kau semakin sibuk dengan lagu-lagu yang menyita waktumu. Kau kehilangan waktu untuk belajar. Bisa jadi memori otakmu diisi dengan data yang tidak perlu. Lirik lagu dan biodata artis. Kalau kaubelikan buku, berapa ribu halaman yang bisa kau baca? Berapa ratus ilmu yangakan kau dapat. Ilmu yang bermanfaat. Bukan sekadar sarange,sarange yang tidak jelas begitu.” Belum selesai dengan itu saja. Kakak melanjutkan orasi tak jelasnya di samping telingaku
“Kamu wanita yang seharusnya menjaga kehormatan, dalam dan luar diri. Sesuatu yang paradoks jika kamu mengidolakan pemamer-pemamer aurat yang sebenarnyabertentangan dengan ajaran agama.”
“Kalau tahu begini, aku tidak usah minta ditemenin sama kakak” kulemparkan kalimat itu sebagai wujud ketidakterimaanku atas ceramahnya.
Huh dasar kakak. Memangnya kita sama apa suka-suka aku dong, mau ngefans sama si anu, si anu, itu hakku.
Kasar sekali ya kakakku ini. Tetapi mungkin ada benarnya juga apa kata kakak ini. Aku merenung beberapa jenak dan ini hasilnya.
Kapan mau maju dan sejahteranya bangsa ini jika semua generasi mudanya seperti aku? Aku pernah membaca kalau wanita itu akan jadi Ibu di rumah tangganya, lebih dari itu, seorang guru di Madrasah Peradaban. Keluarga.
Aku dan perempuan seusiaku di negara ini mungkin sedang mengalami hal yang sama. Tertipu. Dimanfaatkan. ‘Mereka’ memanfaatkan kami dengan meraup untung dari fans-fans fanatik sepertiku.Orang belakang layar mengarahkan pola pikir kami sehingga  menghapal lirik lagu daripada isi Trikora, Perjanjian Renville, Linggajati,Roem Royen,Teks Proklamasi lebih membanggakan dan memuaskan hati. Roh-roh pejuang itu sedang berharap generasi kami akan mengisi kemerdekaan ini dengan hal yang berguna. Menghabiskan waktu dengan ilmu, dengan duduk membaca buku, menulis, berbagi dengan sesama,aktif di kegiatan sosial, donor darah, bakti sosial, mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin bangsa yang paham arah kemudi tujuan negara ini. Negara yang akan menjamin kesejahteraan rakyat, yang memelihara nilai-nilai luhur dan moral yang telah berkembang lama di Indonesia ini.
Aku tetap berniat membeli tiket. Ah siapa juga yang peduli. Biar saja orang-orang seperti kakak yang sok peduli sok niat buat ngeblabla......Kita kan bebas memilih idola masing-masing? Resikonya kan aku yang tanggung sendiri?Dengan segala keegoisan, kulangkahkan kaki meninggalkan pikiran dan bisikan-bisikan tadi. Kusetop sebuah angkot. Kubulatkan untuk tetap pergi membeli tiket konser artis yang katanya berasal dari negeri ginseng.
Didalam angkot seorang wanita sedang bicara kepada temannya.Mereka sepertinya seumuran. Terlihatwanita yang sedang bicara pasrah dan yang mendengarkan cuek bebek saja.
“Pada akhirnya, Sista. Terima tidaknya itu terserah padaamu Sista. Idola itu hak asasi. Kalau pun akhirnya kamu memilih Karl Marx menjadi tokoh idolamu. Setidaknya kamu punya alasan yang lebih kuat mengapa Bung Karno luput dalam pikiranmu. Kalaupun artis dengan keserba kelebihannya mengalahkan tokoh wanita lain, Kartini misalnya. Sista harus punya alasan yang logis dan  masuk akal juga bisa kaupertanggung jawabkan. Tidak ada yang salah. Hanya saja kurang tepat. Toh kita masih punya ratusan budaya yang mesti dilestarikan. Jangan sampai kita nanti sibuk marah-marah, ribut-ribut, saat negeri jiran mengklaim budaya ini milik mereka. Jangan-jangan ini karena kita tidak peduli. Bukan salah pemerintah saja, salah kita semua.
 Seandainya‘budaya’ itu punya lidah.Tentu ia akan berkata,“Aku bukan milik kalian lagi. Aku adalah milik mereka”.Disebabkan sibuk dengan budaya-budaya luar negeri itu, kita lalai menjaga mereka. Bukan kolot dan primordial, tetapi benarlah pepatah. Satu burung di tangan lebih baik daripada dua di dalam semak.”
Mungkin dia juga sedang dilarang oleh temannya untuk beli tiket konser.Huuhh....
Hadits Riwayat Ath Thabrani , dari ‘Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda,
“Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti”