Cinta di Sekotak Kurma Tunisia

Rabu, Agustus 22, 2012 0 Comments A+ a-

“Kak, tahun lalu kan puasaku sudah penuh sebulan. Sekarang mana janji kakak? Katanya akan membelikan aku kurma kalau puasaku penuh. Hari ini sudah puasa yang kesembilan, Kak. Belum ada tanda-tanda Kakak akan membelikan kurma itu.” Aku merengek di dekat kakak yang sedang asik memperbaiki alat sol sepatunya.

“KAKAK JAHAT !!!. Setelah membuatku menunggu setahun. Kakak pura-pura lupa” Aku cemberut. Rasa kesalku bercampur marah. Punggung kakakku kupukul-pukul. Tangannya kugoyang-goyangkan. Tetapi kakak tidak bergeming. Ia seperti sibuk benar dengan kotak sol itu.

Setahun yang lalu sampai sekarang, Aku merengek minta dibelikan kurma. Eits, kurmanya bukan kurma sembarangan, kurma dari Tunisia. Aku tidak tahu harganya. Yang jelas, aku dengan jelas mendengar percakapan ibu-ibu kemarin bahwa kurma dari Tunisia itu kurma yang paling manis, pali paling lezat dan diimpor langsung dari benua Afrika. 

Aku bahkan hafal mati informasi tentang kurma ini. Mulai dari kotak kemasan bertuliskan ‘PALM’FRUTT, FRESH DEGLET NOUR DATES FROM TUNISIA’ sampai 15 gambar siluet pohon kurma yang dibelakangnya latar cahaya matahari senja juga langit biru.


Setiap hari setelah pulang sekolah, Aku selalu menyempatkan diri singgah di kios buah untuk sekadar memandanginya. Sambil berharap besok kakak akan membelikannya padaku.
 Pernah suatu hari aku ditanya oleh si penjual, “Kamu mau beli apa? Kurma?” Ia tahu karena kelakuanku yang saban hari memelototi tumpukan kotak-kotak kurma Tunisia itu. “Kalau yang itu,”sambil memonyongkan bibirnya ”Kumpulkan saja dahulu uangmu, harganya mahal. Nanti kalau uangmu cukup baru kau kesini lagi”. Aku seorang yang pemalu. Pun bahkan untuk bertanya harga sekotak kurma.

Kemarin aku melihat dua orang anak seusiaku turun dari mobil hitam. Toyota Fortuner. Aku bisa membacanya di bagian belakang mobil. Mereka berdua dibimbing oleh ayahnya menuju kios buah. Mereka ternyata mau beli kurma. Dua kakak beradik itu asik menimang-nimang kotak kurma tersebut. Menimbulkan kesan membandingkan mana kotak yang lebih banyak isinya. Mereka pasti tidak tahu kalau satu kotak itu isinya sama semua, sama sama 500 g atau 1,1 lbs. Pikirku dalam hati. Aku ingin mengampiri mereka untuk sekadar bertanya, “Bagaimana rasa kurmanya?”. Tetapi rasanya aku malu.

Mereka membeli lima kotak kurma sekaligus. Andai saja. Ah kata kakak, kita tidak boleh berandai-andai tanpa usaha. Aku melanggar kakak kali ini. Aku berkata dalam hati,” Andai saja ayah masih hidup tentu aku sudah dibelikannya kurma itu. Aku tidak perlu merengek kepada kakak dan menunggu dua belas purnama.

Esoknya. “Kakak. Aku mau kurma yang seperti itu !”Aku melemparkan telunjuk ke arah tumpukan kurma. “Kakak belum punya uang Dek. Nanti kalau sudah cukup uangnya pasti kakak belikan. Tenang saja. Kamu harus sabar menunggu ya! Bukankah kakak sudah sering bilang sama kamu. Kita harus memperbanyak bersabar. Lagipula tujuan puasa ini salahsatunya supaya kita bisa sabar. Apalagi dengan kondisi kita sekarang. Untuk uang sekolah Adek dan makan kita saja,” tiba-tiba kakak terdiam. Kata-katanya terhenti disana. Matanya menatap ke langit. Kakak menarik nafasnya dalam-dalam. Dua detik kemudian ia menghembuskannya panjang. Kemudian ia melepas senyum. Senyum misterius yang sedikitpun tak kumengerti artinya. Sekarang aku baru tahu kalau itu adalah cara  menahan air mata agar tidak tumpah. Kakak tidak mau aku melihatnya menangis. “Nanti kalau ada uang akan kakak belikan.”, kakak mengulangi kalimatnya meyakinkanku.

Aku mengangguk. Sejak ditinggal ayah, kakak lah yang membiayai keluarga. Kakak meminta agar ibu berhenti bekerja karena penyakit ibu yang semakin parah. Tetapi aku. Ah namanya juga masih kecil. Belum begitu khawatir dan paham dengn masalah kehidupan ini.
Begitulah saban hari. Aku selalu merengek bahkan mengancam kakak : aku akan berhenti sekolah bila keinginanku untuk membeli kurma tidak dipenuhi. Sampai suatu hari kisah pilu ini terjadi. Kakak mengambil sekotak kurma tanpa izin. Si penjual lantas meneriakinya maling. Kakakku kemudian dikejar-kejar. Ia lari terbirit-birit dengan memeluk erat sekotak kurma. 

Malang tak dapat ditolak untuk tak bisa diraih. Sebuah mobil tangki merah menyenggolnya. Tubuh ringkih kakakku terhempas ke aspal. Kepalaya terbentur trotoar. Tetapi ditepi rasa sakitnya Ia masih saja berkata-kata.” Dek ini sekotak kurma Tunisia untukmu. Tak ada seorangpun yang mau menolongnya. Aku berteriak kencang, sekuat suaraku. “ Tolong kakakkuuu!!!.Tolooooooong!!! Bawa Ia kerumah sakiiiit. selamatkan dia. dia kakakku satu-satunyaaa. Kakak melintangkan telunjuknya di bibirnya yang sudah berdarah-darah. Dari mulutnya keluar banyak darah segar. 

Tangisku membuncah. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku sangat takut kakak meninggalkan kami. “Tolongh te..bus sa..ja kur..ma ini denghan seluruh ala..t so..l. Mungkin me..mamgg ti..dak cuku..se..moga kurma ini halal kau makan”. Dan, Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kakak pergi menghadap Allah. Akhirnya kakak menghembuskan nafas terakhirnya di pinggir jalan ini. Orang-yang mengejar-ngejar kakakku tadi sudah hilang entah kemana. Mereka tidak mau bertanggung jawab. Aku memeluk kakak. Kepalanya kudekatkan kekepalaku. Sekali lagi tangisku semakin keras. Airmataku meleleh membasahi pipi dan hatiku yang teramat sedih.

Aku menyesal telah merengek minta kurma. Seharusnya aku sudah bersyukur sudah bisa makan dua kali sehari dan masih bisa sekolah. Meski acap diteriaki guru karena baju lusuh dan tidak punya buku. Meski di sekolah aku dikucilkan karena kata mereka aku anak bau. Padahal aku mandi setiap pagi berangkat sekolah. Tetapi mereka mungkin mereka benar. Aku memang tidak memakai parfum seperti mereka.

Aku yakin dengan sebenarnya Tuhan Maha Adil. Pohon kurma yang sekarang tumbuh di depan rumah kami memang tidaklah berbuah. Semoga saja kakak akan memetik buahnya di surga sana karena pengorbanannya kepada keluarga kami begitu berharga. Aku tidak bilang kakak punya banyak uang. Tetapi Kakak selalu mengajariku hidup. Bagaimana mensyukuri, sabar, dan ikhlas. Itulah ilmu yang kuterapkan sampai sekarang. Ilmu yang juga akan kuwariskan kepada anak cucuku kelak.