dari masa SMA

Jumat, Februari 06, 2015 0 Comments A+ a-

Cerita ini ditulis waktu aku sedang ingin menuliskannya kembali.

2009


Tahun ini adalah kumpulan bulan-bulan yang indah bagiku. Bukan karena ada madunya melainkan memang indah karena kurasakan demikian. Ini adalah masa-masa awal aku diterima di SMA yang sudah susah payah aku usahakan memasukinya.

Hatiku gembira, statusku sudah bukan siswa SMP lagi, meskipun masih tetap siswa, sekarang beda, sudah SMA. Aku bertemu dengan orang-orang yang mukanya baru kali itu kulihat dan namanya pun baru kudengar. Kami kemudian diasramakan dengan segala undang-undang dan hukum yang berlaku didalamnya.

Kelas satu, waktu itu aku 45 kilogram, kurus kering dengan beberapa butir jerawat di pipi kiri juga kananku. Sisa puber yang masih terbawa saat SMP. Aku mulai menyesuaikan diri layaknya individu yang menemui habitat baru. Belajar tata krama, sopan-santun dan bahasa resmi daerah itu. Hmm asiknya jika kubayangkan kalau hidup bisa sedamai itu saja tanpa masalah.

Tapi tidak demikian tentu saja akan ada seleksi bagi yang ingin mendapati dirinya di tingkat yang lebih tinggi. Kalau dalam istilah asrama di SMA ku adalah degradasi. Kalian mau tahu artinya? Itu maksudnya adalah pencabutan hak atas siswa yang di asrama terhadap keasramaannya. Singkatnya dia dikeluarkan dari asrama.

Tentu saja ini sangat menakutkan bagi yang menganggapnya menakutkan kan ya? Aku pun demikian dalam menganggapnya. Kukira sama dengan teman-temanku yang lain. Setelah melewati masa ujian kenaikan kelas, bagiku Alhamdulillah, sebab aku tergolong siswa yang selamat dari degradasi. Namun demikian, aku juga sedih, kami sama-sama menangis bersama mereka yang di degradasi.

2010

Nah ini dia. Aku mulai menemukan diriku dalam kesukaan akan puisi. Mungkin karena suasana hatiku yang agak melankolis sehingga mencari-cari yang indah. Waktu itu hanya tulisan indah yang kutemui. Sampai akhirnya ada sesuatu yang baru kurasakan. Yang belum pernah sebelumnya. Jika boleh aku berpendapat, mungkin itu Cinta.

Cinta kata orang bijak tidak butuh alasan, buta, membuat gila. Mungkin demikian, tetapi aku merasakan sesuatu yang baru mengisi rongga baru dalam kompleksitas perasaan.

Untuk menceritakannya kembali aku akan membuat nama samaran. Kalian sebut saja aku adalah kamu. Sedangkan aku akan menyebut kalian kalian. Dan lawan jenis yang dekatnya aku merasakan baru dia-ku, dan kalian boleh membayangkannya sebagai dia-mu. Hmmm mengerti sampai disini jika belum ulangi lagi dari paragraf sebelumnya.

Ah, aku lupa. Satu peraturan yang sangat penting buat siswa asrama adalah, Dilarang berpacaran. Hmm

Tulisan indah yang kugemari membacanya ibarat daun. Dan diaku yang baru itu menjadi angin yang menerbangkannya bergoyang-goyang di dalam kepalaku. Aku mulai menulis, tidak sekadar hanya membaca-baca lagi.

Yang namanya anak ingusan yang dirundung perasaan asmara, tentu puisinya tidak lari dari pemujaan, keindahan, angan yang membumbung. Ah, kurasa kalau aku bisa memutar waktu, aku akan tetap ingin menjadi demikian. Menuliskan kata-kata indah yang berisi pesan tersirat kepada dia-ku.

Mengapa aku yakin ini adalah perasaan cinta? Mudah saja. Aku bahkan tidak tahu mengapa ketidakhadirannya membuatku merasa kehilangan. Aku juga tidak tahu mengapa saat dekatnya, jantungku berdetak lebih cepat. Kalian boleh tidak percaya. Aku bisa merasakan kehadirannya dalam jarak sekitar 10 m. Meskipun tidak melihatnya, waktu itu jantungku akan berdebar. Ini ada seorang kawanku yang pernah aku buktikan dengan meletakkan tangan kanannya pada dada kiriku.

Aku serius. Mungkin begitulah caranya cinta bekerja. Melalui mekanisme yang belum dapat dipahami akal sehat. Apalagi waktu itu aku masih kelas 2.

Hmmm. Aku tidak usah mendeskripsikan detail dia-ku kepada kalian. Yang jelas siapapun akan mempesona bila tanpanya kau merasa kehilangan.

Cukup.

Sekarang dia-ku sudah menjelma menjadi sesuatu yang aku dan kalian akan memanggilnya sama denganku : Dia-nya.

Tanpa sempat menjadi kau-ku lebih dulu. Ya mungkin seperti kapur barus yang bisa menjadi gas tanpa menjadi cair dulu.

Tetapi cinta adalah perasaan yang mengembang. Sekali cinta tetap cinta namun dalam pemahaman yang tentu juga meluas. Seluas akal yang membentang dari lahir ke mati.


ini fotoku waktu masih 1 sma

Jangan sedih, karena kita diciptakan lewat orang tua yang bersenang-senang.-Pidi Baiq-