Filsafat Empirisme David Hume

Minggu, Februari 22, 2015 0 Comments A+ a-

Tulisan dibawah ini bukanlah analisis atau studi kritis atas filsafat dan pemikiran David Hume. Ini hanyalah penulisan ulang dari berbagai sumber yang dimiliki oleh penulis dengan berbagai pengubahan. Atau juga dapat juga disebut ringkasan Empirisme Hume. Tujuannya adalah agar yang ingin berkenalan dengan Empirisme Hume, memperoleh jalan yang agak mudah dengan melahap tulisan ini. Selamat membaca !







Filsafat Empirisme David Hume

Nama                                     :               David Hume
Tempat, Tanggal Lahir       :         Edinburgh, Skotlandia 26 April 1711 Meninggal 25 Agustus 1776
Pendidikan                              :               Universitas Edinburgh
Tokoh yang menginspirasi        :               John Locke dan George Berkeley.

 Garis besar :

Empirisme, Objek kritiknya  : substansi dan kausalitas
Kausalitas, bila suatu gejala disusul gejala lain, maka cenderung bahwa gejala terakhir disebabkan gejala pertama. Pengalaman hanya memberikan urutan gejala-gejala, tidak memperlihatkan ikatan sebab akibat.
Pendirian hume juga disebut skeptisisme
Kesan dan gagasan. Kesan : pengindraan langsung atas realitas lahiriah. Gagasan : ingatan akan kesan-kesan semacam itu


Hume mengawali dengan pembedaan “kesan” (impressions) dan “gagasan”(ideas). Dari dua persepsi ini, kesan merupakan jenis yang lebih memiliki kekuatan dan kekerasan. “Yang saya maksud dengan gagasan adalah citra yang remang-remang tentang keduanya dalam pemikiran dan penalaran”. “Gagasan, minimal yang sederhana, tidak ubahnya kesan, namun lebih kabur”. “Setiap kesan yang sederhana memiliki kesan sederhana yang menyerupainya dan setiap kesan yang sederhana memunculkan gagasan yang juga sederhana”. “Semua gagasan sederhana kita pada kemunculan pertamanya berasal dari kesan sederhana, yang juga merupai dan mewakili. Sebaliknya, gagasan yang kompleks tidak mesti menyerupai kesannya.

Kita dapat membayangkan seekor kuda bersayap tanpa pernah melihatnya, namun unsur-unsur dari gagasan yang kompleks ini semuanya berasal dari kesan. Bukti bahwa kesan muncul terlebih dahulu bisa kita dapati dalam pengalaman, sebagai contoh: Orang yang tuna netra sejak lahir tidak memiliki gagasan, atau tidak tahu tentang warna. Diantara gagasan, yang tetap memiliki derajat ”kehidupan”(vivasity) dari kesan aslinya tergolong ke dalam memori sedangkan yang lain tergolong ke dalam imajinasi.

Skeptisisme Hume semata didasarkan kepada penolakannya atas prinsip induksi. Prinsip induksi, seperti diterapkan pada hukum sebab-akibat, menyatakan bahwa jika A ditemukan sangat sering disertai atau diikuti dengan B, dan tidak diketahui contoh dimana A tidak disertai atau diikuti B, maka tidak mustahil bahwa pada kesempatan selanjutnya di mana A teramati ia akan disertai atau diikuti B.

Dalam masalah sebab-akibat, mungkin banyak orang yang membayangkan bahwa kilat itu penyebab datangnya petir, sebab petir datang setelah kilat. Padahal keduanya terjadi bersamaan karena faktor ketiga yaitu muatan listrik.

Sesorang bisa melihat seekor kucing hitam melintasi jalan raya. Kemudian dia jatuh dan lengannya patah. Tapi itu bukan berarti bahwa ada hubungan kausal antara kedua kejadian tersebut.

Kenyataan bahwa satu hal mengikuti yang lain tidak selalu berarti bahwa ada hubungan kausal. Salah satu perhatian filsafat adalah mengingatkan orang-orang agar tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Sesungguhnya itu dapat mendorong timbulnya takhayul.

Dalam ilmu pengetahuan penting sekali untuk tidak terburu-buru menarik kesimpulan. Misalnya kenyataan bahwa banyak orang akan menjadi sehat setelah menelan obat tertentu, tidak selalu berarti bahwa obat itulah yang menyembuhkan mereka. Itulah sebabnya harus dibentuk kelompok kontrol pasien yang mengira bahwa mereka juga diberi obat yang sama. Padahal dalam kenyataannya hanya diberi tepung dan air. Jika pasien-pasien ini juga menjadi sembuh, pasti ada faktor ketiga yang bekerja. Misalnya kepercayaan bahwa obat itu telah bekerja dan telah menyembuhkan mereka.

Kalau gejala A mengikuti B bukan berarti itu adalah sebab akibat. Ada perbedaan tentang yang didalam benda dengan harapan kita akan kebiasaan yang terjadi.

Hume akan mengatakan bahwa kita telah menyaksikan sebuah batu jatuh ke tanah berkali-kali setelah dilepaskan dari udara. Tapi kita belum pernah mengalami bahwa batu akan selau jatuh. Sudah biasa dikatakan bahwa batu jatuh ke tanah dikarenakan oleh hukum gravitasi. Tapi kita belum pernah menyaksikan hukum semacam itu. Kita hanya menyaksikan bahwa benda-benda jatuh.

Siapa yang akan terkejut bila melihat batu melayang-layang diatas tanah selama satu jam, seorang mahasiwa tingkat 4 atau seorang anak usia setahun?

Sepertinya pilihan jawaban akan jatuh kepada mahasiswa tingkat 4. Mengapa? Sebab si mahasiswa lebih tahu daripada si bayi betapa tidak alamiahnya kejadian tersebut. Juga ,sebab si bayi belum mengetahui perilaku alam atau barangkali karena alam belum menjadi kebiasaan baginya.

Misalkan mahasiswa tingkat 4 tadi pergi menonton sulap bersama adiknya yang masih kecil, kira-kira berumur 4 tahun. Disana benda-benda dibuat melayang di udara oleh sang pesulap. Yang mana diantara mereka yang akan merasa senang dan terhibur? Jawabannya tentu sama dengan pertanyaan sebelumnya tentang batu yang melayang di udara.

Hume akan menambahkan bahwa anak itu belum menjadi budak dari harapan dan kebiasaan, jadi pikirannya lebih terbuka daripada seorang mahasiswa tingkat 4. Filosof seperti anak, memandang dunia sebagaimana adanya, tanpa menambahkan sesuatu pada segala sesuatu lebih dari yang dialaminya.

Ketika Hume membahas tentang kekuatan dari kebiasaan, dia memusatkan perhatian kepada hukum sebab akibat atau kausalitas. Hukum ini menetapkan sesuatu yang terjadi pasti ada sebabnya. Hume menggunakan dua bola bilyar sebagai contoh. Jika kita menggelindingkan sebuah bola bilyar hitam menabrak bola putih yang dalam keadaan diam. Apa yang akan terjadi dengan bola putih itu?
Bola hitam akan mulai bergerak jika bola hitam menghantam bola putih..

Mengapa itu terjadi?

Sebab bola putih terhantam bola hitam.

Biasanya kita katakan bahwa pengaruh dari bola hitam merupakan penyebab mulainya bola putih bergerak. Tapi kita harus ingat, kita hanya dapat membicarakan tentang apa yang sungguh-sungguh telah kita alami.

Meskipun kita telah pernah mengalaminya berkali-kali, Hume akan mengatakan bahwa satu-satunya yang pernah kita lihat adalah bahwa bola putih mulai menggelinding di atas meja. Kita belum pernah mengetahui penyebab aktual dari mulai menggelindingnya bola putih tersebut. Kita telah mengetahui bahwa suatu kejadian datang setelah yang lain, tetapi belum pernah mengetahui bahwa kejadian yang lain disebabkan oleh kejadian yang pertama.

Hume menekankan bahwa harapan agar satu hal mengikuti hal lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, melainkan pada pikiran kita. Dan harapan, seperti kita tahu dikaitkan dengan kebiasaan. Kembali kepada si anak kecil, dia tidak akan mentap takjub seandainya pada waktu satu bola bilyar menghantam bola lainnya, keduanya tidak bergerak. Jika kita berbicara tentang hukum alam atau sebab akibat, sesungguhnya kita sedang membicarakan tentang apa yang kita harapkan bukannya apa yang masuk akal.

Hukum alam bukanlah masalah masuk akal atau tidak masuk akal, hukum alam ya hukum alam. Harapan bahwa bola bilyar putih akan bergerak jika dihantam bola bilyar hitam karenanya bukan sifat yang melekat. Kita tidak dilahirkan dengan seperangkat harapan tentang seperti apa dunia itu atau bagaimana tingkah laku benda-benda di dunia. Dunia itu sebagaimana adanya, dan itulah yang kita ketahui.

Hume tidak menyangkal hukum alam yang tak terpatahkan, tapi dia berpendapat bahwa karena kita tidak dalam posisi untuk mengalami hukum alam itu sendiri, kita dapat dengan mudah sampai pada kesimpulan yang salah.

“Dan meskipun aku hanya pernah melihat burung gagak hitam sepanjang hidupku, bukan berarti bahwa burung gagak putih itu tidak ada. Bagi seorang filosof atau seorang ilmuwan adalah penting untuk tidak menyangkal kemungkinan untuk menemukan burung gagak putih. Kamu bolehmengatakan bahwa memburu gagak putih adalah tugas ilmu pengetahuan.”  Alberto

Karena kita pernah melihat sekumpulan kuda hitam tidak berarti semua kuda berwarna hitam.
Jika kita pernah melihat kemudi atau setir mobil di sebelah kanan, bukan berarti semua mobil setir nya di kanan.  

Hume juga memberontak melawan pemikiran rasionalis dalam bidang etika. Kaum rasionalis selalu beranggapan bahwa kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah itu sudah melekat pada akal manusia. Kita telah menemukan gagasan tentang apa yang disebut hak alamiah ini pada banyak filosof sejak Sokrates hingga Locke. Tapi menurut hume, bukan akal yang menentukan apa yang kita katakan dan lakukan, melainkan perasaan.

Jika kita memutuskan untuk menolong seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, kita melakukannya karena dorongan perasaan, bukan akal.
Jika kita tidak mau menolong, itupun menyangkut perasaan. Tidak dapat dikatakan masuk akal atau tidak masuk akal jika tidak mau menolong seseorang yang membutuhkan.

Menurut Hume, setiap orang mempunyai perasaan menyangkut kesejahteraan  orang lain. Jadi kita semua punya kemampuan untuk merasa terharu. Tapi itu tidak ada hubungannya dengan akal.

Kita tidak dapat menggunakan akal sebagai ukuran bagi cara kita seharusnya bertindak. Bertindak secara tanggung jawab bukan berarti menguatkan akal kita melainkan memperdalam perasaan kita demi kesejahteraan orang lain.

“Tidak bertentangan dengan akal jika aku lebih suka menghancurkan seluruh dunia daripada melukai jari tanganku”, kata Hume.

Karya-karya Hume :

A Kind of History of My Life (1734)

A Treatise of Human Nature: Being an Attempt to introduce the experimental Method of Reasoning into Moral Subjects. (1739–40)

An Abstract of a Book lately Published: Entitled A Treatise of Human Nature etc. (1740)

Essays, Moral, Political, and Literary (first ed. 1741–2)

A Letter from a Gentleman to His Friend in Edinburgh: Containing Some Observations on a Specimen of the Principles concerning Religion and Morality, said to be maintain'd in a Book lately publish'd, intituled A Treatise of Human Nature etc. Edinburgh (1745)

An Enquiry Concerning Human Understanding (1748)

An Enquiry Concerning the Principles of Morals (1751)

Political Discourses, (part II of Essays, Moral, Political, and Literary within vol. 1 of the larger Essays and Treatises on Several Subjects) Edinburgh (1752). Included in Essays and Treatises on Several Subjects (1753–56) reprinted 1758–77.

Political Discourses/Discours politiques (1752–1758), My Own life (1776), Of Essay writing, 1742

Four Dissertations London (1757)

The History of England (Sometimes referred to as The History of Great Britain) (1754–62)

The Natural History of Religion. Included in "Four Dissertations" (1757)

"My Own Life" (1776)

Dialogues Concerning Natural Religion (1779)


Sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume
Buku 100 Filosofi 1 karya Lee Young Il. Ahn Hyung Mo
Buku Sejarah Filsafat Barat karya Bertrand Russell
Buku Dunia Sophie karya Jostein Gaarder
Buku Ringkasan Sejarah Filsafat karya Prof. K. Bertens.
Buku Plato ngafe bareng singa laut, berfilsafat dengan anekdot karya Thomas Cathcart dan Daniel M. Klein.