[Resensi Buku] Novel Siddharta (1922)

Senin, April 13, 2015 0 Comments A+ a-

Resensi Buku Novel Siddharta (1922)

Judul : SIDDHARTHA
Penulis : Herman Hesse
Penerbit : Bentang
Cetakan : II, 2004
Tebal : ix + 226 halaman
Harga : Rp58.500

Sinopsis

Siddharta adalah sebuah novel karangan Herman Hesse, peraih nobel sastra tahun 1946. Novel ini menceritakan pergulatan batin dan perjalanan Siddharta, sang tokoh utama dalam memuaskan kehausan spiritualnya. Siddharta, nama seorang putra Brahmana yang hidup sezaman dengan Gotama, Sang Buddha. (Siddharta ini bukanlah Siddharta Gautama sang Buddha). Siddhartha mempunyai sahabat, Govinda namanya. Sejak kecil mereka berdua sudah akrab dengan ajaran Buddha. Mengikuti  upacara penyucian diri, upacara korban suci, seni kontemplasi, dan semadi penuh khusyuk.

Suatu hari ketika mereka berdua sedang semadi di bawah pohon beringin, beberapa Shramana melewati Siddharta. Dan kemudian Siddharta berkata kepada Govinda ia akan menjadi Shramana. Govinda meragukan apakah ayah Siddhartha akan mengizinkan. Tetapi Siddhartha sudah begitu yakin.


Ia memohon kepada ayahnya. Namun ayahnya diam saja. Tetapi karena Siddharta tidak bergerak selama semalaman dari tempat ayahnya, beliau mempersilakan anaknya itu untuk menempuh jalan yang dikehendakinya, menjadi Shramana. 

Singkat cerita, Siddharta bertemu dengan Sang Buddha yang agung. Gotama sendiri memperingatkan Siddhartha bahwa kecerdasannya sangatlah luarbiasa sekaligus berbahaya.

Siddharta pun kemudian ingin meninggalkan Sang Buddha. Ia memilih jalannya sendiri. Ia ingin mencari dan terus mengembara.


Komentar

Novel ini bercerita tentang proses menuju pencerahan diri Siddhartha. Perjalanan Siddhartha pada awalnya mirip dengan Gotama. Terlahir dari keluarga Brahmana, kemudian meninggalkan segala kebesaran duniawi dan terlibat dalam kemiskinan dan penderitaan untuk mencapai pencerahan. Lalu Siddhartha bertemu dengan Buddha Gotama. 

Pertemuan ini tidak menjadi akhir dari perjalanan Siddhartha. Ia memilih versi lain dari jalan Gotama. Ia meninggalkan sang Buddha. Ia bertemu dengan seorang pelacur bernama Kamala, yang kelak mengajarkannya tentang kenikmatan dunia melalui seni bercinta. Siddharta terjerumus ke dunia perjudian setelah kaya raya dengan berdagang atas kepercayaan yang diberikan Kamaswami. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang pengayuh sampan yang mengajarkannya tentang refleksi kepada air sungai. 

Berat rasanya untuk mengulas novel ini. Selain pemahaman yang memang masih kurang, saya juga belum punya pengalaman yang memadai. Akan tetapi untuk menunaikan tanggung jawab atas buku yang telah saya baca, sebagai bentuk apresiasi, saya mengagumi Herman Hesse yang sudah menuliskan Siddhartha dengan bahasa yang alami. Sarat inspirasi dan renungan. Pemilihan kata-kata yang puitis dan metafor yang dekat dengan panorama alam menjadikannya segar dan menyegarkan.

Baca saja. Temukan sendiri. Novel ini keren banget.

Siddhartha—seperti halnya Socrates—dengan lantang menyerukan bahwa kebenaran sejati itu tidak bisa diajarkan, bahkan ajaran Buddha sekalipun. Kesadaran akan kebenaran sejati itu harus dicari dan bergantung pada usaha masing – masing.