Fisika dan Sartre serta Pintu Tertutup

Minggu, Mei 29, 2016 0 Comments A+ a-

Ngomong-ngomong Aku punya semacam perihal yang Aku ungkap. Sebut saja ini sebuah pengakuan ataupun pengungkapan. Sartre, sama halnya seperti Fisika Aku tertarik mengenalinya lebih lanjut bukan karena apa yang ditawarkan olehnya. Bukan karena apa isi Sartre dan Fisika. Maaf sudah membuat anda bingung. Aku akan mencoba menjelaskan lagi, mudah-mudahan anda dapat menemukan sesuatu.

Fisika. Kalau tidak salah ingat Aku melihat gabungan fonem-fonem ini paling berkesan ketika SMP. Dari sebuah kover buku teks pelajaran fisika. Di situ tertulis FISIKA. Dengan jenis huruf yang gagah, untuk kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Kalau tidak salah penulis bukunya adalah Marthen Kanginan terbitan Erlangga. Selain tertarik kepada bentuk huruf yang tertera tersebut. Ketika Aku mengucapkan Fisika. Pada mulut Aku terjadi semacam kenikmatan kala mengucapkannya. Dimulai dengan gesekan bibir bawah dengan gigi cermin sebelah atas lalu dilanjutkan dengan lidah mendesis dan diakhiri dengan pangkal lidah yang menyentak tenggorokan dalam sekaligus rongga mulut yang membuka. Ya Fisika. Lalu kemudian tertariklah Aku mempelajarinya.


Kemudian Sartre. Kombinasi huruf yang pas menurut Aku, A,E,R,S,T. Nama yang unik dan belum pernah  Aku dengar sebelumnya. Nah entah mengapa Aku merasa tertarik. Kemudian ditambah dengan kisah bahwa beliau ini adalah seorang peraih sekaligus penolak nobel Sastra. Waw Aku kemudian menemukan bahwa Sartre itu beradik kakak dengan Sastra, lebih dekat daripada sekadar kesamaan pengucapan bunyi dan kemiripan huruf.

Sartre kemudian sampai kepada Aku sebagai pelontar ucapan ‘Orang Lain adalah Neraka’. Ekstrim bukan ? Aku yang sering merasa inferior di depan umum merasakan ketertarikan kedua kepada beliau. Aku mulai mencari informasi tentangnya di internet. Aku mulai mencari buku-buku beliau dan tidak ketemu. Hingga pada pertengahan Mei dua tahun yang lalu Aku menemukan di sebuah lapak buku saat pameran buku di Unpad. Sebuah buku otobiografi beliau yang berjudul Kata-kata (terbitan Gramedia) dan Sebuah buku yang mengulas sosiologi eksistensialisme Sartre (Pustaka Pelajar) karangan Wahyu Nugroho, seorang dosen sosiologi yang kelak berteman dengan Aku di Facebook dan beberapa kali menyukai status Aku yang berisi terjemahan bebas atas puisi-puisi para penyair Perancis seperti Baudelaire, Rimbaud, Verlaine dan Mallarme.

Dengan rasa penasaran yang lumayan Aku mencoba membaca buku tersebut. Iya memang benar Sartre mengibarkan bendera kebebasan dalam filsafatnya (sebut saja demikian). Sartre mendakwa bahwa manusia itu dikutuk untuk bebas, bahkan manusia adalah kebebasan itu sendiri. Tidak banyak hal sebenarnya yang bisa kudapat dari buku tersebut selain semacam pemuasan hasrat sebab telah seolah-olah membaca Sartre. Meskipun membaca dan paham adalah soal lain. Paham juga bisa dipecah lagi paham secara rasionalitas dan mental. Rasanya aku tidak sampai kepada bentuk paham keduanya.

Aku mencoba membuatkan resensi atau lebih tepatnya semacam ringkasan terhadap dua buku tersebut.

Kemudian yang menarik dari Sartre adalah bahwa ia sepertinya mengungkapkan bahwa manusia adalah apa yang ia kerjakan terhadap dirinya. Istilah teknisnya manusia adalah proyek dirinya. Istilah filsafatnya manusia itu sedang menjadi. Eksistensi manusia menjadi beku pada saat ia mati. Kefaktaan yang tidak bisa dimungkiri oleh manusia itu sendiri. Oleh sebab itu sebagai konsekuensi logis atas itu semua, manusia tidaklah layak diinilai pada saat ia masih hidup sebab ia belum selesai. Menilai itu dalam hal ini adalah memberikan sesuatu bentuk nilai yang final terhadap manusia itu. Katakanlah secara moral Sartrian(kalau ada) hal tersebut amoral.

Kemudian dalil eksistensialisme Sartre bahwa Eksistensi mendahului Esensi. Sartre yang mendiktum bahwa modes of being, cara berada manusia adalah etre pour soi. Sebuah konsep yang memisahkan manusia dengan bukan manusia. Membedakan cara berada manusia dengan yang bukan manusia.

Beberapa hari yang lalu Aku mencoba membaca kembali drama Pintu Tertutup karangan Sartre. Aku membelinya dari seorang pelapak buku online di Facebook hampir setahun lalu. Drama ini ditulis Sartre dalam bahasa Perancis dan diberi judul Huis Clos. Menurut Thomas Hidya Tjaya dalam tulisannya di Majalah Driyarkara, Sartre diminta oleh kawannya untuk menuliskan naskah drama.naskah yang gampang dimainkan dimana-mana dan tidak ribet. Kemudian Sartre terpikir untuk membuat latar sebuah kamar saja dan sederhana.  Kemudian agar tokoh tersebut mendapat peran yang setara artinya ketiganya adalah tokoh utama maka lahirlah pintu tertutup.

Kalimat ‘Neraka Adalah Orang Lain’ itu yang terkenal dari Sartre berasal dari drama ini. Drama ini kemudian diterjemahkan oleh Asrul Sani ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Pustaka Jaya. Akhir-akhir ini Aku yang tertarik membaca buku terjemahan mulai tahu ternyata beberapa kanon karya sastra sebenarnya sudah diindonesiakan oleh para sastrawan-sastrawan kita. Misalnya saja dua hari lalu Aku tahu bahwa Don Quixote Cervantes itu sudah diindonesiakan oleh Abdoel Moeis, kemudian Dostoyevsky sudah juga oleh M Radjab, Baudelaire sudah juga oleh Wing Kardjo dan seorang lagi yang Aku lupa namanya. Akan tetapi Aku merasa akses untuk ke karya-karya tersebut dalam bahasa Indonesia amat susah. Aku akui memang kemampuan bahasa Inggrisku tidak begitu baik meskipun sudah kuliah di tingkat lima setara jenjang universitas.
Oh iya terkahir Aku mengecek Don Quixote itu yang diterjemahkan oleh Abdoel Moeis dan diterbitkan Balai Pustaka itu ada yang jual tetapi mahal 600Ribu di internet. Dan Aku tentu tak punya uang sebanyak itu untuk membelinya.
Pintu Tertutup adalah drama singkat, dari buku yang Aku baca, entah itu versi ringkasan atau tidak, Aku tak tahu. buku itu berukuran kecil dan tipis. Hanya 70--an halaman. Dan tokohnya juga hanya ada 4 orang. Garcin, Inez, Estelle dan Pelayan.

Kalau menurut Thomas, ‘Neraka Adalah Orang Lain‘ itu bentuk ekstrim atas relasi manusia dengan manusia. Manusia yang menaruh ketergantungan kepada penilaian orang lain akan menjadi objek dan mengalami destruktif sehingga orang lain adalah neraka. Manusia yang mengobjek penuh atas kesadaran orang lain itulah yang merasa bahwa orang lain adalah neraka. Dan relasi yang mungkin dapat menjadi bukan neraka adalah relasi yang subjek-subjek. Aku tidak mengerti apa ini.