Aneh I

Senin, Juli 22, 2013 0 Comments A+ a-

Bandung dingin benar malam itu. Anginnya menusuk-nusuk tulang tapak jari. Membekukan kaki-kaki yang tidak berkaos kaki.

Aku memacu sepeda melintasi Unpas, turun ke belakang BEC kemudian belok kanan, mulai menanjak ke arah stasiun. Disinilah kejadian itu bermula.
Dalam perjalananku kali ini aku disokong oleh dua lapis jaket. Pertama jaket timnas merah putih dari bahan wol sintetis. Kemudian diluarnya jaket two face adidas hitam dan abu-abu.


Di stasiun kulihat taksi-taksi berjejer dengan satu dua tiga empat wanita berpakaian minim berdiri disekitarnya. Entah apa maksud mereka di suhu Bandung yang beku begini memakai rok mini dan tanktop. Apakah  akal sehat mereka sudah membeku ? 
Atau emang kulit mereka sudah kebal dengan udara macam begini.

Setelah melewati stasiun aku belok kiri membelah jalan astana anyar. Hanya lampu-lampu yang menjadi saksi perjalananku. Sepertinya orang-orang sudah pada tidur. Sesekali untung saja ada truk-truk melintas.

Aku terbangun

Bang masih jauh ya?
“Ia dek tinggal setengah jam lagi juga sampai”

Aku ingat kenangan dua jam lalu saat aku baru saja melintasi jalanan dengan sepeda biruku.

Rupanya aku sekarang sudah ada di rumah sakit. Mengikuti rombongan para dokter mendorong cepat sesosok gadis. Sepertinya menuju sebuah ruangan.
Ah.

Aku sebenarnya tidak mau lagi menceritakan ini pada kalian. Betapa anehnya pengalaman ini.

Dari sini sebenarnya mulai jelas.

Aku berhenti dari  lamunan. Aku beranjak berjalan keluar dari kelas yang sudah kosong, rupanya mereka tidak membangunkanku. Padahal kuliah sudah selesai sedari sejam yang lalu. Hari sudah sore.

Aku berjalan menghindari lorong-lorong. Mengambil jalan disebelah tepi saja. Kata orang-orang disini banyak hantu dan makhluk aneh. Tidak jarang mereka merinding karena suasana yang menakutkan. Aura negatif. Begitu singkatnya kata orang-orang yang mengaku sudah melewati lorong-lorong ini.

Setelah belasan langkah, aku mendengar bunyi seperti langkah kaki. Seperti suara langkah kaki dua orang yang terburu-buru. Aku ketakutan, bulu kudukku merinding, jangan-jangan. Ah aku kembali teringat kata dosen Fisika ku, kalaupun hantu itu ada, suara jejak langkahnhya tidak akan bisa kita lihat karena seyogyanya frekuensi dari tubuhnya tidak akan bisa menghasilkan frekuensi di sekiar 20 sampai 20 kHz. Aku sebenarnya tidak begitu mengerti dengan penjelasan ini, tapi setidaknya membuyarkan sedikit demi sedikit rasa takutku.

Aku mengintip. Benar, rupanya dua orang berseragam hitam hitam sedang terburu, buru keluar dari lorong yang kata orang misterius itu.
Besok pagi aku terbangun. Ternyata aku sudah diatas kasur rumah yang sangat aku cintai ini. Dan aneh semua keluargaku sudah hilang. Tidak ada satupun mereka disini.
Dan mereka meninggalkan sebuah pesan.

Ternyata aku akan dihadapkan dengan sebuah masalah besar. Masalah penyelundupan senjata dan teknologi canggih yang ada di kampusku.
Beberapa dosen terlibat dalam proyek ini. Rupanya pemerintah sudah lama membuat megaproyek ini. Beberapa dosen yang kukenal juga ternyata terlibat aktif. Mereka mengembangkan senjata biologis, senjata laser, bahkan senjata nuklir. Kucubit lenganku. Sakit. Ini memang benar-benar nyata.

Aku dihadapkan pada pilihan mendiamkan ini untuk menyelamatkan keluarga. Aku ingin menyelamatkan juga kampus ini dari proyek-proyek immoral seperti ini. Bukankah harusnya kampus adalah tempat yang aman untuk belajar bagi mahasiswa? Sesekali kampus ini bisa menjadi ancaman untuk penghuninya. Bisa menjadi bom waktu yang akan meledak karena proyek kotor ini.

Seharusnya pemerintah memelihara kedamaian di negeri ini bukan untuk membuat senjata pemusnah massal begini.

Aku terlena


Sore ini begitu banyak kejadian aneh dalam tulisan-tulisanku.