Catatan Liburan Akhir Tahun 2015 #2

Kamis, Januari 14, 2016 0 Comments A+ a-

31 Desember 2015

Pukul setengah enam pagi. Aku turun di pasar gamping. Langsung aku ditawari jasa ojek. Mau kemana Dek? Mau ke Kaliurang Pak. Ya mari naik ojek saja 50 Ribu. Hmmm mahal juga ya ujarku dalam hati. Aku menawar 30 ribu. Belum bisa dek katanya. Aku kebelet. Segera ke wc umum. Aku pipis. 2000. Lagi. Aku mencoba menghubungi Okie dan Kukuh. Tidak ada yang mengangkat, aku chat di grup Line, tidak ada yang balas. Sepertinya mereka belum bangun. Oh ya nama kawasannya Plemburan. Ada satu lagi tukang ojek yang agak memaksaku, 40 ribu ke plemburan katanya. Namun aku belum tahu alamat pasti, itu alasanku menolak beliau. Aku cuma berjalan beberapa meter dari pasar itu mencoba menghindari tukang ojek yang memaksa.


Aku membeli gorengan di seberang jalan itu. Mencoba menanyakan dimana arah ke Plemburan. Si ibu bilang itu jauh. Aku bertanya tentang jalur trans jogja, apakah ada yang menuju ke sana. Dia menjawab tidak jelas. Aku merasa sudah memperhatikan, sepertinya dia tidak tahu tetapi mencoba menerka-nerka. Aku bayar gorengan itu, dan terus berjalan ke arah timur. Setelah sekitar  500 meter, capek juga. Aku bertanya kepada seorang bapak-bapak yang tengah duduk santai di depan bengkel itu. Dia bilang naik bus arah Magelang, nanti turun di terminal Jombor, lalu dari sana naik trans jogja ke UGM. Kali ini lebih jelas, tapi aku tidak mengerti, sebab dia juga tunjukkan alternatif kedua dan ketiga yang membuatku bingung mana sebenarnya satu jalan yang adalah jalur menuju Plemburan. Kunyalankan Maps di androidku. Di sana tertulis kalau jalan kaki 2 jam. Jarak sekitar 15 kilometer. Aku coba jalan saja dulu. Siapa tahu nanti sampai, atau ada angkutan. Setelah menemu perempatan aku capek juga. Di ujung aku bertemu dengan seorang bapak sedang menggendong anak kecilnya. Aku bertanya pak kalau mau ke Kaliurang Plemburan arah mana ya? Dia juga tidak terlalu tahu, dia menyarankanku supaya naik ojek saja. Punya uang yang cukup gak? Buat naik ojek. Hmmm...

Aku kemudian menyeberang jalan. Penunjuk arah di google maps bilang masih belasan kilo lagi. Akhirnya aku bertemu dengan seorang tukang ojek. Aku bertanya, katanya tidak ada angkutan ke sana. Dia menawarkan ojek, 50 Ribu, 35 Mas tawarku, dia bilang belum bisa. Lalu aku berlalu, ya sudah, saya coba jalan dulu aja. Dia kemudian memanggil, ayo, 35 Ribu, ke Plemburan kan? Aku naik.

Ia memacu sepeda motornya. Lumayan cepat, ia selalu menggunakan perseneling nomor 4. Dilihat dari lampu yang menyala pada display itu.

Lumayan jauh memang. Selang beberapa menit aku sampai di Plemburan. Aku minta diturunkan di Indomaret itu saja. Biar mudah teridentifikasi. Aku membayar. Uang pas saja mas katanya. Aku beri uang pas 35 Ribu. Indomaret itu ternyata masih tutup, atau sudah belum buka? Huh. Aku bolak balik sambil menghubungi Kukuh, belum juga diangkat. Huh. Aku mengambil buah seri yang ada di seberang jalan. Iseng saja. Aku tidak mempertimbangkan apakah akan digebuki setelah mencuri buah seri ini. Tentu akan menjadi berita yang miris ironis juga nanti di koran bila ada seorang mahasiswa yang berlibur ke jogja dan digebuki warga karena mencuri satu buah seri yang ada di pinggir jalan. Huh. Aku menelepon Kakak. Aku sudah sampai di sekitaran tempat tinggal kawan itu. Tapi yang bersangkutan belum bangun. Telpon ku belum juga diangkatnya.

Aku coba lagi. Akhirnya. Suara manusia setengah sadar itu menjawab. Maneh dimana Sra? Kukuh yang baru saja bangun tidur menjawab dari seberang sana. Ini kuh aing udah di plemburan, deket Indomaret, di jalan garuda. Ok tunggu disana aja, aing jemput.

Setelah menunggu beberapa menit, dan sempat mengambil beberapa buah seri, kukuh datang dengan sepeda motor, belum cuci muka, atau memang mukanya memang begitu, ah tidak juga kali ini jauh lebih kusut dan kusam. Aku naik motor dan berbasa basi. Jam berapa sampai dimana, sudah lama nunggu? Sudah maneh baru bangun ya. Sampai lah kami ke kosan Ki Kaboet, mahasiswa Filsafat UGM itu. Di sana terkapar dua anak tiben yang akrab. Haris dan Okie. Lagi pulas tidurnya. Aku duduk. Kukuh buat teh hangat. Aku kemudian ke kamar Ki Kaboet, perkenalan, Ki Kaboet, rambutnya panjang lurus sedada, badan besar dan gempal. Di kamarnya banyak buku dan beberapa coretan di dinding, ada dua tulisan di tembok yang berkesan bagiku. Yang pertama, menulis adalah tugas nasional dan yang kedua, tembok adalah an sich pada dirinya. Hah memang, anak filsafat. Tukasku dalam hati.

Setelah itu agak siangan, kawan-kawan kontrakan yang lain bangun, Mas Miqdad, Suluh, Sam, Robi, dan terakhir bangun Jul.

Siangnya kami makan bersama. Ki Kaboet dan Kukuh berangkat beli nasi lauk dan sayur. Makan bajamba kalau istilah minagkabau. Lalu ada ide entah dari siapa saya lupa, untuk pakai daun pisang saja pengganti piring. Usul diterima. Sam mengambil parang dan memotong pelepah daun pisang di depan kontrakan. Memang di lingkungan ini masih seperti di kampung, pemukiman masih banyak tanaman dan kebun. Tidak seperti di Bandung yang sudah menjadi lautan beton. Siangnya kukuh melempar wacana, ayo kita ke Solo. Ke rumah aing. Nanti kita eksplor solo. Nanti kita tahun baruan di sana. Kita bakar-bakaran. Ayam maksudnya. Aing mah ikut aja kuh. Santai. Lalu dengan Okie dia masih mempertimbangkan. Akhirnya OK diputuskan sore nanti akan berangkat ke solo ke rumah Kukuh. Sebelumnya kukuh ingin ke penerbit Jalasutra dulu, mau ngambil buku pesanan. Tapi Okie tidak mau, katanya dia mau di drop saja di Fisipol UGM, ok, setuju. Karena motor hanya satu. Kukuh menghubungi Siska, calon istrinya untuk menjemput dan sama-sama nanti ke Jalasutra. Setelah jam 2-an, Siska datang, dan kami berangkat ke Jalasutra. Udara panas jogja menyebalkan, diatas motor tengah hari percayalah hal itu tidak mengenakkan terutama bila kau bukan seseorang yang terbiasa dengan itu. Setelah jauh dan cukup lama tiba juga di Penerbit Jalasutra. Sebagai kantor penerbit Jalasutra ini lumayan sederhana, luasnya tidak lebih dari kontrakanku di Bandung, tapi jangan tanya buku-bukunya, kau lihat saja berapa banyak buku-buku bagus yang sudah diterbitkan Jalasutra ini. Mereka memang concern ku buku-buku pemikiran dan referensi, bukan buku-buku pop dan teenlit yang menjamur di Gramedia atau toko buku besar lain.

Selepas dari Jalasutra. Kami ke stasiun Lempuyangan mau beli tiket kereta ke Solo. Habis. Yang jam 5. Adanya jam setengah delapan malam. Kukuh pun memutuskan untuk naik Bus saja. Aku ikut saja. Kami lalu menjemput saudara Okie di Fisipol UGM. Siap lalu ke Kopma UGM dekat gelanggang. Disitu mau naik Transjogja ke tempat bus yang jalurnya Jogja-Solo. Sampai disana aku dan Okie di drop,dan Siska dan Kukuh pergi mengantarkan motor yang dipinjam kukuh itu. Oke.

Kukuh dan Siska sudah sampai, tinggal menunggu transjogja. Kami masuk shelter bayar 3600 dan menunggu. Siska pulang. Transjogja datang, kami naik, berdiri. Sampai di sekitar bus yang jurusan Jogja-Solo, kami turun. Naik bus yang kondisinya lumayan memprihatinkan itu. Setelah menunggu penuh, bus itu mulai merangsek menuju Solo. Aku tidak yakin awalnya bus ini akan sampai di solo. Panas, memang ongkosnya cuma 15ribu. Ditengah jalan bus itu mogok. Tiba tiba saja bus berhenti, aku terbangun dan mengelap keringat yang ada di muka. Di depan kulihat ada asap, awalnya itu kukira asap rokok. Tapi lama kelamaan asap itu makin banyak, bus ini seperti terbakar, asap makin banyak makin mengepul. Orang-orang (penumpang) panik dan berlarian turun, aku pun demikian turun, kubangunkan kukuh, Okie pun turun. Seluruh bus sudah penuh asap. Bapak-bapak yang bilang jangan panik-jangan panik itu  masalah radiator itu pun sudah turun. Aku ke ATM sebentar ya Ki, kataku kepada Okie, siap. Sepeninggalku ternyata orang-orang pada pindah bus, tiba giliranku sampai di dekat bus, kami tinggal berlima. Aku bertiga dengan kukuh dan Okie serta dua orang lagi. Kukuh mengambil barang ke dalam dan dua orang lagi masuk ke bus yang lewat. Jadi ceritanya bus kami dipindahkan ke bus yang sudah disetop oleh sang sopir. Penuh sesak. Kami sekarang tinggal bertiga. Hanya terbit senyum dan tawa haha dari wajah kami bertiga. Aku bisa membayangkan waktu itu betapa perjalanan ini amat berkesan bagi tiap-tiap kami.  

Setelah sabar menunggu, menimba ilmu sabar lagi, kami mendapat Bus yang jauh lebih baik dari yang pertama. Ada AC dengan kursi yang lebih empuk. Dan ada cewek cantik di belakang kursi kami. Disini aku seperti menyimpul, sabar mengundang rejeki. Aku serasa berpindah dari suatu ketidaknyamanan ke kenyamanan.

Satu atau dua jam kami sampai di terminal Solo. Terminal yang keren. Macam bandara,  kami lalu mengikuti Kukuh yang berjalan cepat. Bapaknya sudah menunggu di parkiran mobil. Masuk kedalam terminal, ada AC berdiri stand by seperti security, dan ya mirip bandara, awalnya kukira ini semacam integrasi terminal dan bandara ternyata tidak, ini cuma terminal bus. Setelah sampai di parkiran kami menemu bapaknya Kukuh. Salim dan berkenalan. Tetapi mau mengambil motor dulu. Ternyata kukuh waktu dari Solo ke Jogja tidak naik motor kata Bapaknya, ya Kukuh memarkir motornya dan naik bus ke Jogja.

Sampai di parkiran motor. Okie mau naik motor saja katanya mau mengikut mobil Kukuh dari belakang. Tapi motornya kempes, mesti diisi angin. Kukuh pun bilang kalau ada SPBU sehabis keluar dari sini belok kiri. Oke. Kami jalan.

Sempat ada insiden kukuh kehilangan karcis parkir mobil ini. Sampai sekitar sepuluhan menit mobil berhenti. Kukuh mencari-cari karcis itu dan tidak ketemu. Akhirnya bayar 15 ribu dan menunjukkan STNK. Setelah keluar dan kami menjemput okie yang di spbu. Kesalnya, Okie tidak ada di sana, padahal kukuh sudah bilang tunggu di SPBU,. Tidak ada. Ditelpon tidak ngangkat. Akhirnya mobil diparkir di tepi jalan dan kukuh keluar mobil mencari Okie. Dia tersesat.

Kukuh ternyata menyusul Okie ke terminal. Memang Okie tersesat, setelah hampir setengah jam Okie ketemu dia masih di terminal. Huh. Dan akhirnya Kukuh naik motor dan Okie dan Aku naik mobil dengan Bapakknya kukuh.

Perjalanan Surakarta—Karanganyar dipenuhi dengan percakapan antara Kami, Bapak Kukuh, Okie dan Aku. Mulai dari Kukuh yang hobi bermain tenis, sampai kawan kukuh yang sudah lulus dan bekerja di PLN, dan dari Soal kuliah sampai dengan urusan-urusan lain. Honda Jazz itu menyelinap diantara jalanan tahun baru yang sedikit macet. Perjalanan ke rumah Kukuh menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Dan ada juga jalan yang ditutup. Alias pengalihan jalur.

Tiba di rumah kukuh, sudah ada kompor gas dan pemanggangan. Kami pun salim kepada ibu kukuh. Capai sekali malam itu. Kira-kira jam setengah sebelas baru sampai. Okie mandi dan aku mencuci muka. Sehabis itu makan. Enak. Bebek goreng dan sayur asem. Aku sempat nambah. Thanks Buk. Sebentar sesudah makan. Sudah 1 Januari 2016. Tahun berganti.


FYI : Kukuh tinggal di Karanganyar, ia tidak mau di bilang Solo/ Surakarta, itu beda sendiri, kabupaten sendiri