Catatan Masa Libur di Kampung

Minggu, Agustus 09, 2015 0 Comments A+ a-


Catatan Masa Libur di Kampung

Seperti biasa aku tidak tahu dimana harus memulai. Ah bukankah ini adalah permulaanku seperti biasa? Sebuah Deklarasi kebingungan yang nyata.

Tiket tanggal 7 Juli maskapai Citylink membuat aku pulang. Dengan 3 pasang pakaian (baju dan celana) dalam tas dan laptop serta beberapa buah buku, aku terbang ke Sumatera. Kutinggalkan Bandung yang sedang dingin ketika itu.


Di ruang tunggu bandara, aku hampir menamatkan Musyawarah Burung-nya Fariduddin Attar. Tapi tidak kulakukan. Selain karena sudah harus masuk pesawat, aku mau ada bacaan macam itu lagi saat pulang. Bacaan hikmah yang berbentuk alegori dan aforisme. Jadi aku belum menamatkannya. Meskipun bisa kubaca dua kali nanti bila tamat. Aku sudah memutuskan demikian.

Tiba di bandara BIM padang, aku kehilangan tabletku. Bukan obat, tentu kau sudah tahu. Tablet adalah gadget. Kesalahan sendiri, aku lalai, menaruh barang itu di tas yang akan dimasukkan di bagasi.

Banyak hal baru yang kualami. Ada hikmah juga tabletku hilang. Selain tidak bisa lagi membuka Line, FB, Twitter yang biasanya bisa kulakukan tiap waktu, bila tidak tahu mau berbuat apa di Bandung. Kali ini aku lebih leluasa mengamati kehidupan. Aku tidak mau menonton TV kecuali acara musik dan sepakbola.

Selain selain itu, aku yang baru saja menamatkan buku Ekofenomenologi mulai meresapi puisi kawanku Abdul Haris itu. Pohon. Mungkin gegara sudah sefrekuensi. Ini puisinya

Pohon
(oleh Abdul Haris Wirabrata)
Aku tak mau bicara tentang pohon
Apa daya ia lekat dengan memohon
Jadilah pohon bila ingin menjadi sejati
Sebab ia mengambil dengan memberi
Bila aku memohon kehidupan padamu
Rela kau berikan sedikit sisa nafasmu?


Kalau kau ingin tahu, buku fenomenologi itu menceritakan relasi manusia dengan alam yang mulai tidak seimbang. Adanya ketimpangan begitu. Buku ini sudah kubuatkan resensinya. Tenang saja akan segera ku posting.

Oh ya FYI, buku ini ditulis oleh Saras Dewi, istri dari gitaris Netral, Christopher Bollemeyer alias Choki. Saras Dewi ini adalah ketua program studi fislafat di Universitas Indonesia. Dia menguraikan masalah relasi manusia dengan alam ini dari sudut pandang falsafati.

Aku juga sudah menamatkan Manusia Indonesia Mochtar Lubis dan juga akan segera kukeluarkan resensinya. Ini berarti tanggung jawabku semakin banyak. Harus berbagi. Dan stok bacaan yang kubawa sudah mulai menipis, berbanding terbalik dengan tulisan yang seharusnya kuhasilkan.

Saat berlibur(dalam artian jauh dari hiruk pikuk masalah kuliah dan akademik di Bandung) aku mencatat beberapa poin :

1. Pohon makin berkurang jumlahnya
2. Sampah makin banyak berserak
3. Kendaraan bermotor makin melimpah
4. Tempat wisata makin banyak yang ditemukan
5. Tragedi lebaran : kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa, kebakaran rumah saat puasa, penjambretan, penodongan, perampokan dan pencurian sepeda motor
6. Suhu udara yang meningkat
7. Air bersih makin sulit diperoleh
8. Jalan banyak yang rusak dan hancur
9. Konflik antar manusia (kebanyakan disebabkan uang)
10. Tanah makin sedikit sebab dicor dan disemen sehingga daerah resapan air semakin sempit.
11. Egoisme merajalela, gotong royong menipis hilang