Seri Iwan dan Keluarga Kebunnya #2 Monolog Pohon Jeruk

Sabtu, Agustus 08, 2015 0 Comments A+ a-

Suatu malam Iwan bermimpi. Ia bisa mendengarkan suara tumbuh-tumbuhan, air, tanah dan segala yang ada di kebunnya.






Foto dari www.lalatbuahjeruk.blogspot.com

Pohon Jeruk

Aku pokok kayu yang hidup. Berakar, berdaun dan berbuah. Ditanam oleh ayah Iwan di tanah mereka ini. Beberapa waktu lalu tinggiku cuma sepuluh senti. Sekarang sudah lebih tinggi daripada orang yang menanamku. Dulu tubuhku masih gampang bengkok namun sekarang sudah kokoh. Daunku juga makin hijau, tubuhku makin kuat. Sebentar lagi naluriku untuk mempertahankan kelangsungan hidup akan membuahkan buah. Aku punya naluri yang sama dengan manusia. Memperoleh keturunan. Maka dari itu aku sedang mengumpulkan energi untuk melakukan proses itu.


Aku nyatakan ekspresi lewat daun. Daun ibarat wajahku yang jujur. Bila sakit atau merasa sedih berubah kuning atau hijau pucat. Namun ketika gembira dan bahagia, daunku hijau melebihi hijaunya daun junjungan merica yang menjadi pagar kebun ini.

Dengan akar aku bergerak mencari unsur kehidupan. Zat hara yang bertebaran dalam tanah yang larut dalam air juga mineral lain. Aku menyerap melalui akar. Dengan xilem dan pembuluh kapiler kuantar zat itu menuju dapur : daun. Dengan klorofil kumanfaatkan gelombang dari sinar matahari untuk mendongkel elektron dan jadilah nutrisi yang membuatku kenyang. Dengan floem kubagikan makanan itu ke seluruh tubuhku. Sampai cabang terujung dan ranting terjauh.

Bulan-bulan awal kehidupanku beginilah. Tiap hari menjalar mencari zat hara. Menyerap dan mengantar sampai mengolahnya di klorofil daun.
Selanjutnya ayah Iwan mulai ‘mengurusku’. Dia mulai me’mandikan’ku dengan sesuatu. Zat yang akhirnya kukenal sebagai pestisida. Dengan ‘sabun’ model itu memang, segala hama menjadi jauh dariku. Aku tumbuh menjadi pohon jeruk yang gagah. Selain itu Ayah Iwan juga memberikanku makanan yang cukup dan membuat ketagihan. Rasanya lezat sekali. Beratus kali lipat lebih daripada makanan yang biasa kujumpai di sela-sela tanah.

Aku pernah mendengar Iwan bertanya kepada ayahnya,” Ayah buat apa pohon jeruk ini di pupuk?” Segera kutahu makanan lezat ini pupuk namanya. Bagaimana manusia dapat mengetahui rasa pupuk ini enak sesuai dengan perasaan jeruk? Samakah citarasa lidah manusia dengan ujung akar yang ada padaku? Akan tetapi mengapa manusia juga merasakan sensasi nikmat saat memakan buah jeruk?

Ah. NPK dan KCL. Itu nama pupuk-pupuknya. Sejak saat itu tubuhku makin subur. Daunku makin bagus, buahku makin ranum dan lebat. Badanku pun makin segar dan akarku tidak perlu susah-susah mencari zat hara lagi.
Aku merasa bahwa aku sudah diangkat menjadi anggota keluarga Iwan. Aku begitu diperhatikan. Buahku yang dipetik pada saat sedang lebatnya tidak lagi menjadi masalah bagiku. Aku menganggap itulah sebagai tanda terima kasihku kepada keluarga Iwan yang sudah menghidupi diriku.